Ini yang Dilakukan Yayasan Ayo Indonesia dan Dinas Kesehatan Manggarai terkait Kesehatan Inklusi
-Yayasan Ayo Indonesia dan Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai menyelenggarakan semiloka sehari dengan tema "Layanan Kesehatan
Penulis: Aris Ninu | Editor: Ferry Ndoen
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Aris Ninu
POS-KUPANG-COM-RUTENG-Yayasan Ayo Indonesia dan Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai menyelenggarakan semiloka sehari dengan tema "Layanan Kesehatan Inklusi Disabilitas di Manggarai" di Aula Dinas Kesehatan, Jumat (8/11/3019).
Kegiatan semiloka ini dihadiri oleh 22 Kepala UPTD yang ada di Kabupaten Manggarai, Pengurus PERTUNI, Lembaga Santu Damian cancar, SLB Karya Murni, SLB Negeri Tenda dan Kepala BPJS kabupaten Manggarai.
Tujuan semiloka adalah untuk meningkatkan pemahaman peserta tentang pelayanan kesehatan yang inklusi terhadap para penyandang disabilitas di Manggarai.
Dalam sambutan pada acara pembukaan semiloka, Tarsi Hurmali, Direktur Yayasan Ayo Indonesia mengatakan, dalam undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pada pasal 4 berbunyi setiap orang berhak atas kesehatan dilanjuntukan pasal 5 menyatakan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan.
• Petinju PPLP NTT Jangan Sombong, Tunjukkan Kualitas Bertinju Meraih Prestasi, Pertahankan Juara Umum
• Ini Kata Rahmad Darmawan Pelatih PS Tira Persikabo, Persebaya Punya Kedalaman Skuad, Info
"Kata penting di sini adalah kata setiap orang, ini berarti Negara dengan tegas mau menjamin terpenuhinya hak kesehatan dari setiap orang baik yang disabiltas maupun bukan penyandang disabilitas," jelas Tarsi.
Sedangkan Yasintas Aso, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Manggarai yang membuka acara semiloka mengungkapkan, untuk pemenuhan hak para penyandang disabilitas terkait penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang ramah terhadap mereka, seperti toilet, jalan bidang miring akan menjadi program jangka panjang, sedangkan untuk jangka pendek pihaknya fokus kepada pelaksanaan PIS-KP ( Program Indonesia Sehat-Pendataan Keluarga) di setiap UTPD.
Kegiatan pendataan keluarga, kata Yasinta, sangat penting untuk mengetahui jumlah dan jenis disabilitas di setiap keluarga agar pemerintah daerah melakukan intervensi kepada para penyandang disabilitas secara tepat.
Pada sesi presentasi materi, dr. Yenny Tjuatja , salah satu narasumber, membawakan materi dengan judul Peta Jalan Layanan Kesehatan Iklusif Disabilitas menyoroti tentang peran pemerintah untuk menyiapkan atau menyediakan fasilitas pelayanan Kesehatan terhadap Penyandang Disabilitas.
Menurut Yeni, Undang-Undang nomor 8 tahun 2016 mengamanatkan pemerintah daerah dan atau masyarakat sebagai pelaksana dalam upaya pemeliharaan kesehatan bagi penyandang disablitas dan menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang ramah terhadap penyandang disabilitas untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif.
Selain itu, kata Yeni, pemerintah harus memenuhi hak atas kesehatan bagi Penyandang Disabilitas dengan cara menyiapkan tenaga kesehatan yang peka dan kompeten, memberi akses informasi kesehatan, menyediakan layanan rehabilitasi medis dan kesehatan reproduksi serta menyediakan alat bantu dan perbekalan.
Dia juga menambahkan, pemenuhan layanan kesehatan bagi penyandang disabilitas merupakan program penanggulangan gangguan fungsional melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif dan habilitatif rehabilitatif.
Jika hal ini terpenuhi maka pelayanan yang bersifat inklusif akan tercapai, maka perlu kerjasama pemerintah dan masyarakat sebab pelayanan kesehatan inklusif bagi penyandang disabilitas terjadi ketika seluruh lapisan masyarakat termasuk penyandang disabilitas menikmati proses pelayanan kesehatan secara bersama.
Yohanes Nerdi, Koordinator Program Disabilitas di Yayasan Ayo Indonesia, pada kesempatan yang sama, sebagai narasumber menjelaskan kepada peserta tentang aksesibilitas fisik dasar untuk fasilitas publik. Kepada peserta Nerdi menegaskan bahwa aksesibilitas yang dimaksudkan untuk penyandang disabilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
"Hal ini dimaksuskan agar mereka para penyadang disabilitas dapat melakukan aktivitasnya dengan aman, mudah, mandiri dan tanpa diskriminasi," tegas Nerdi.
Lebih lanjut dia mengatakan, prinsip mobilitas aksesibilitas dari bangunan publik yang dibangun oleh pemerintah harus bisa dicapai oleh semua orang, bisa dimasuki oleh setiap orang, ruangan tersebut harus menjamin orang dapat bergerak bebas dan setiap orang harus dapat menggunakan fasilitas di setiap bangunan.
Semiloka sehari tersebut ternyata mendorong peserta untuk belajar secara mendalam tenatng isu inklusi dalam pelayanan kesehatan.
Rosalia Dalima, Kepala UPTK Lao berpendapat kegiatan semiloka ini sangat inspiratif dan berharap ada kegiatan lanjutan bagi petugas kesehatan tentang aksesibilitas yang ramah bagi penyandang disabilitas sebaiknya perlu dibangun fasilitas kesehatan contoh yang ramah untuk penyandang disabilitas.
Sedangkan Eduardus Jarut, A.Md.Kep, Kepala UPTD Timung berpendapat berbicara tentang kegiatan semiloka layanan kesehatan inklusif Disabilitas yang difasilitasi oleh Yayasan Ayo Indonesia pada hari ini merupakan hal yang sangat positif dan sangat menggelitik terutama bagi kami pelaku pemberi layanan langsung kepada masyarakat yang heterogen baik dri status kesehatan maupun kondisi fisik yang dialami oleh setiap individu.
“Tentunya kami sangat berterima kasih karena kegiatan semacam ini merupakan baru bagi kami selaku pengambil kebijakan di tingkat puskesmas. Setelah mendengar materi yang disampaikan tadi dan juga dari hasil diskusi tentunya telah mengubah pandangan keliru saya selama ini, dimana pada kenyataanya saudara-sauda kita kaum Difabel sesungguhnya tidak membutuhkan belas kasihan akan tetapi membutuhkan kesempatan dan lingkungan untuk mereka dapat berinteraksi dengan orang lain termasuk pelayanan kesehatan yang merupakan hak dasar dari sudara-saudara kita ini," kata Edu.
Dia juga menambahkan dari aspek regulasi dan ruang sangat terbuka untuk melakukan sesuatu yang lebih banyak sebagai bentuk keberpihakan kepada kaum Difabel.
"UU Nomor 8 tahun 2016 sangat jelas menyatakan tentang hak-hak penyandang disabilitas. Namun yang menjadi pekerjaan rumah bagi kami saat ini adalah apakah kita semua mau mengimplementasikan kebijakan tersebut ?.
Saya selaku Kepala Puskesmas Timung siap untuk melaksanakan amanat UU tersebut dan setidaknya kami sudah memulai selama ini melalui pelayanan kunjungan rumah bagi saudara-saudara kita dengan disabilitas mental (Gangguan jiwa) dan disabilitas fisik seperti stroke. Tentunya berbagai bentukan layanan yang telah kami berikan untuk mereka. Kami berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan sektor terkait dalam rangka mengoptimalkan pelayanan kesehatan kepada saudara kami kaum Difabel,” ungkap Edu.(ris)