34 Cuitan Fadli Zon Soal Urgensi Pendidikan, Warning Mendikbud Nadiem Makarim, Sebut Gus Dur dan SBY
34 Cuitan Fadli Zon Soal Urgensi Pendidikan, Warning Mendikbud Nadiem Makarim, Sebut Gus Dur hingga SBY
Penulis: Hasyim Ashari | Editor: Hasyim Ashari
34 Cuitan Fadli Zon Soal Urgensi Pendidikan, Warning Mendikbud Nadiem Makarim, Sebut Gus Dur hingga SBY
POS-KUPANG.COM - Wakil Ketua Umum Gerindra Faldi Zon mengingatkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud ) Nadiem Makarim, soal urgensi pendidikan di Tanah Air.
Menurut Fadli Zon yang biasa dikenal kritis ini, pendidikan bukanlah ajang untuk berjudi dan spekulasi.
Ia bahkan juga menyinggung nama Presiden Abdurahman Wahid ( Gud Dur ) dan Susilo Bambang Yuhoyono ( SBY ).
Pokok-pokok pikiran tentang pendidikan itu dituangkan Fadli Zon di akun Twitter miliknya, berikut selengkapnya:
1) Pendidikan adalah pilar kebangsaan. Salah satu cara menaklukan sebuah bangsa adalah menguasai pendidikannya. Begitu juga pendidikan adalah sarana mencerahkan dan menyadarkan sebuah bangsa untuk bangkit dan merdeka.
2) Jika kita ingat, dulu para pendiri bangsa, mulai dari generasi Tan Malaka, Ki Hadjar Dewantara, hingga generasi Soekarno, Hatta dan Sjahrir, juga memulai perjuangannya melalui lembaga pendidikan.
3) Itu sebabnya, pendidikan harus diposisikan sebagai sektor vital dan strategis. Apalagi jika pembangunan sumber daya manusia (SDM) mau diprioritaskan.
4) Dengan latar belakang itu, sy bisa memahami knp penunjukkan Saudara Nadiem Makarim sbg Menteri Pendidikan dan Kebudayaan masih diwarnai tanda tanya hingga hari ini. Sebagai urusan vital, sgt pantas jika publik berharap bidang ini dipimpin oleh orang-orang tepat dan mumpuni.
5) Masalahnya, Menteri Nadiem dianggap tak punya jejak di bidang pendidikan. Ia bukan berasal dari profesi pendidik, dan meskipun ia sukses di bidang lain, namun profesinya tak berkaitan langsung dengan bidang pendidikan.
6) Selama ini Pemerintah memang cenderung menjadikan pendidikan sebagai arena uji coba kebijakan, padahal semuanya dilakukan hampir tanpa kajian mendalam. Akibatnya, bongkar pasang kebijakan kerap terjadi.
7) Dulu, pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pernah diubah menjadi Departemen Pendidikan Nasional, di mana nomenklatur kebudayaan dihilangkan. Sbg gantinya, urusan kebudayaan kemudian dimasukkan ke Departemen Pariwisata.
8) Dikeluarkannya nomenklatur kebudayaan dari kementerian pendidikan secara konseptual jelas keliru. Sebab, secara filosofis, pendidikan adalah bagian konstitutif, jika bukannya integratif, dari kebudayaan.
9) Pendidikan merupakan instrumen untuk mewariskan, memelihara, dan mengembangkan kebudayaan.
10) Meskipun pada zaman skg isi kebudayaan semakin banyak yg berasal dari sumbangan ilmu pengetahuan, namun ilmu pengetahuan tadi bukanlah kebudayaan itu sendiri, melainkan sekadar produk saja dari kebudayaan yang menjadi induknya.
11) Kekeliruan konseptual tersebut baru dikoreksi pada periode kedua pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), urusan kebudayaan dan pendidikan akhirnya kembali dipersatukan di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
12) Uji coba tanpa konsep mendalam semacam itu juga dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo lima tahun lalu.
13) Meski diprotes banyak ahli, Presiden waktu itu telah memecah kementerian pendidikan menjadi dua, yaitu yg khusus mengurusi pendidikan dasar dan menengah, serta kementerian yg khusus menangani pendidikan tinggi.
14) Pemisahan tsb telah membuat kebijakan pendidikan kita jadi kian terpecah di banyak sekali lembaga. Sebelum adanya pemisahan itupun, manajemen pendidikan kita sudah tersebar di banyak sekali lembaga.
15) Kementerian Agama, misalnya, sejak lama membawahi sekolah dan perguruan tinggi keagamaan. Begitu juga kementerian lainnya, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan sejumlah lembaga lain, yg masing-masing mengelola sejumlah lembaga pendidikan di bawahnya.
16) Bisa dibayangkan, sesudah dipecahnya pendidikan tinggi menjadi kementerian sendiri, betapa banyaknya dapur kebijakan pendidikan di negeri kita. Sekali lagi, perubahan-perubahan itu dilakukan hampir tanpa kajian apapun.
17) Sepertinya semua itu hanya dilakukan dengan prinsip asal beda saja. Terbukti, sesudah lima tahun berjalan, kebijakan itu akhirnya dikoreksi sendiri oleh pemerintahan yg sama.
18) Dalam Kabinet Indonesia Maju, kita lihat, urusan pendidikan tinggi akhirnya dimasukkan kembali ke
@Kemdikbud_RI . Kebijakan asal beda yg miskin kajian semacam itu sebaiknya tidak terjadi lagi di masa kini.
19) Pendidikan kita butuh konsep dan pemikiran yg matang, bukan eksperimen-eksperimen spekulatif.
Kita berharap, penunjukkan Saudara Nadiem sbg Menteri
@Kemdikbud_RI bukanlah bagian dari prinsip coba-coba asal beda atau ganti menteri ganti kebijakan.
20) Sy pribadi, meski masih bertanya-tanya, sgt berharap Menteri Nadiem bisa segera memahami masalah yg dihadapi kementeriannya. @Kemdikbud_RI
21) Apalagi, ia mengaku akan mendengarkan terlebih dahulu para ahli pendidikan dan juga bawahan di kementeriannya sebelum mengambil kebijakan strategis di bidang pendidikan.
@Kemdikbud_RI
22) Pernyataan itu saya kira patut diapresiasi. Sebagai wakil generasi milenial, kita mungkin perlu memberinya kesempatan.
@Kemdikbud_RI
23) Sy kira, ada dua tantangan besar yg harus segera dipikirkan oleh Menteri Nadiem. Pertama, adlh soal konsep arah pendidikan nasional. Dan kedua, soal birokrasi. Terkait dgn konsep arah pendidikan nasional, kita skg hidup di tengah perubahan yg berlangsung cepat. @Kemdikbud_RI
24) Di tengah situasi tersebut, kita dituntut lebih adaptif dan dinamis, begitu juga dengan kebijakan pendidikan kita, kurikulum, dan perangkat pendidikan lainnya. Semuanya harus bersifat adaptif dan dinamis. @Kemdikbud_RI
25) Selama ini, dunia pendidikan kita jauh dari adaptif dan dinamis. Lihat saja jurusan-jurusan dan kurikulum pendidikan kita. Nomenklaturnya tidak pernah berubah.
26) Di perguruan tinggi, misalnya, 90 persen Satuan Kredit Semester (SKS) isinya adalah mata-mata kuliah wajib yang materinya mungkin tak banyak berubah dengan materi dua atau tiga puluh tahun lalu.
27) Jumlah mata kuliah pilihan sangat sedikit sekali. Padahal, pada mata kuliah-mata kuliah pilihan ini kita punya kesempatan besar untuk mengadaptasi perkembangan serta perubahan baru yg terjadi di sekitar kita.
28) Pada pendidikan dasar dan menengah, saya menilai jumlah mata pelajaran di sekolah kita terlalu banyak, sehingga akhirnya tidak terjadi pendalaman materi, baik di kalangan siswa maupun guru.
29) Semuanya jadi terjebak pada jam pelajaran panjang. Kalau kita belakangan mengeluhkan minimnya pendidikan karakter, menurut saya itu terjadi karena waktu anak-anak kita banyak tersita di sekolah.
30) Pendidikan karakter itu adanya di lingkungan keluarga n lingkungan sosial, bukan di buku pelajaran. Kalau anak-anak waktunya habis di sekolah, kpn mereka bs menyerap nilai-nilai pendidikan lain yg hanya bisa disampaikan lewat institusi keluarga atau institusi sosial lainnya?
31) Kita butuh konsep yang matang terkait arah pendidikan nasional ini. Tapi, konsep yg baik dan hebat saja tidak cukup, jika tidak didukung oleh infrastruktur birokrasi yang kompatibel. Dua-duanya sama-sama harus diperhatikan oleh Menteri Nadiem. @Kemdikbud_RI
32) Namun, jika harus memilih, saya sendiri cenderung lebih memprioritaskan reformasi birokrasi daripada mengejar konsep yang canggih-canggih. Sebab, sehebat apapun menterinya, jika birokrasi di bawahnya memble, pendidikan kita tak akan banyak bergeser.
33) Sebaliknya, jika birokrasinya efisien, efektif dan adaptif, maka seburuk apapun menterinya, pendidikan kita akan tetap berlayar ke arah yang benar.
@Kemdikbud_RI
34) Sekali lagi, saya ingin mengingatkan Pemerintah, khususnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, bahwa pendidikan bukanlah tempat berjudi dan berspekulasi.
@Kemdikbud_RI
Nadiem Makarim: Saya Suka Hal-hal Rumit dan Sulit
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud ) Nadiem Makarim mengaku, alasan dirinya menerima permintaan Presiden Joko Widodo untuk menjadi menteri di Kabinet Indonesia Maju karena merasa diberikan tantangan baru.
Hal itu disampaikan Nadiem ketika mengikuti rapat kerja bersama Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11/2019).
Nadiem mengatakan, ia menyukai hal-hal rumit dan sulit sehingga bertekad memberikan inovasi maupun lompatan baru dalam bidang pendidikan.
"Karena itulah saya menerima tantangan ini. Dan secara pribadi saya suka hal-hal rumit dan sulit," kata Nadiem Makarim.
"Banyak orang bilang, 'wah enggak mungkin dilakukan, diperbaiki'. Saya paling senang dengar itu. Sebelum membangun perusahaan saya, saya juga dibilang begitu, 'ini apa, enggak mungkin'. Tapi itu jadi energi buat saya," tuturnya.
Nadiem menceritakan, sebelum menjadi menteri, ia sering berdiskusi dengan Jokowi terkait strategi pemerintah dalam menghadapi perkembangan revolusi industri 4.0.
Menurut dia, Jokowi menyadari diskusi tersebut tidak serta-merta membahas strategi, tetapi menyangkut sumber daya manusia (SDM) unggul.
"Berdasarkan diskusi itu, mungkin Presiden memilih saya karena passion-nya di sumber daya manusia (SDM)," ujarnya.
Lebih lanjut, Nadiem mengatakan, ia memiliki passion untuk menggali potensi generasi muda Indonesia.
"Passion-nya adalah bagaimana kita bisa membuka setiap potensi pemuda-pemudi di Indonesia. Maka dari itulah, Pak Presiden berpikirnya passion Nadiem di situ, yaitu SDM," kata dia.
Presiden Joko Widodo menunjuk Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam kabinet periode 2019-2024.
Jokowi menjelaskan, alasan dirinya memilih Nadiem. Menurut Jokowi, latar belakang Nadiem sebagai pendiri perusahaan rintisan berbasis teknologi seperti Gojek menjadi modal tersendiri.
Ia meyakini sosok Nadiem bisa menggunakan keahliannya di bidang teknologi untuk menerapkan standar pendidikan yang sama bagi 300.000 sekolah dengan 50 juta pelajar yang tersebar di seluruh Indonesia.
"Bayangkan mengelola sekolah, mengelola pelajar, manajemen guru sebanyak itu, dan dituntut oleh sebuah standar yang sama," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (24/10/2019).
"Kita diberi peluang setelah ada yang namanya teknologi, yang namanya aplikasi sistem yang bisa membuat loncatan sehingga yang dulu dirasa tidak mungkin sekarang mungkin," ujar dia.
Alasan itulah yang membuat Jokowi merasa yakin saat memilih Nadiem.
Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Nadiem Makarim: Saya Suka Hal-hal Rumit dan Sulit",
Penulis : Haryanti Puspa Sari
Editor : Bayu Galih