Polemik Iuran BPJS

Pemerintah Naikan Iuran, Peserta BPJS Ramai-ramai Turun Kelas, Apa Kata Menkes?

Setelah pemerintah menaikkan tarif iuran BPJS, peserta BPJS Kesehatan ramai-ramai minta turun kelas. Lalu apa kata Menkes?

Editor: Adiana Ahmad

Pemerintah Naikan Iuran, Peserta BPJS Ramai-ramai Turun Kelas, Apa Kata Menkes?

POS-KUPANG.COM- Setelah pemerintah menaikkan tarif iuran BPJS, peserta BPJS  Kesehatan ramai-ramai minta turun kelas. Lalu apa kata Menkes?

Kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan memicu reaksi publik terutama para peserta BPJS Kesehatan.

Apalagi menjelang diberlakukannya tarif baru iuaran peserta BPJS per 1 Januari 2020 dengan kenaikan sampai  100 persen.

Menyikapi kondisi tersebut, Menteri Kesehatan ( Menkes ) Terawan Agus Putranto menanggapi santai.

Dinsos Ende Siapkan Data Dukungan Iuran BPJS Kesehatan

Menurutnya, BPJS merupakan sebuah cara untuk menumbuhkan gotong royong antar masyarakat.

Ia mengimbau kepada masyarakat untuk tak memaksakan perihal pemilihan kelas pelayanan jika tak mampu.

“Ya ndak apa-apa kalau dia mau turun kelas, karena itu wujud kesadaran bahwa BPJS menumbuhkan kesadaran gotong royong. Kalau ndak mampu ya jangan dipaksa untuk kelas satu,” ungkap Menkes Terawan, dilansir tayangan Kompas Siang melalaui Youtube KompasTV, Rabu (6/11/2019).

Lebih lanjut, Terawan mengapresiasi kepasa peserta yang selalu membayar teratur yang tidak hanya membayar saat butuh saja.

“Kalau dia masuknya ke kelas tiga ya gak papa, yang penting bayarnya teratur mau bayar secara tidak terlambat, tidak hanya (bayar) kalau butuh,” ucap Menkes Terawan.

DOKTER TERAWAN Traktir Karyawan Bikin Nangis Emak-Emak di Kantin Kemenkes RI Heboh, Info

Pemerintah Siapkan Subsidi

Sementara itu, terkait protes masyarakat mengenai kenaikan iuran peserta BPJS, pemerintah berjanji akan menyiapkan subsidi pada tahun 2020.

Hal itu dikatkan Juru Bicara Presiden Fadjoel Rachman seperti dilansir kanal Youtube KompasTV, Rabu (6/11/2019).

Menurutnya, subsidi akan diberikan kepada peserta yang belum sanggup membayar besaran iuran pasca kenaikan jumlah iuran.

Nantinya, pemberian subsidi akan disesuaikan dengan syarat peserta penerima bantuan iuran.

Fadjroel mengungkapkan kenaikan pada kelas tiga jumlahnya tidak sebanyak pada kelas satu dan dua.

Namun jika masih dirasa terlalu berat, pemerintah nantinya akan bisa memakai subsidi yang diberikan oleh pemerintah.

"Kalaupun terjadi kenaikan di sini ini kan hanya pada kelas satu dan dua, kemudian yang tiga sedikit tetapi apabila tidak mampu bisa memakai subsidi dari pemerintah," ungkap Fajrul.

Fadjroel juga menjelaskan bahwa pemerintah telah memberikan subsidi mencapai lebih dari Rp 40 triliun sepanjang tahun 2019.

32 Cuitan Fadli Zon Soal Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Waketum Gerindra Sindir Jokowi Rakyat Dipaksa

"Tanggapan pemerintah jelas, tegas bahwa sepanjang tahun 2019 pemerintah sudah mensubsidi hampir 40 triliun lebih," ujar Fadjroel dalam tayangan yang diunggah YouTube KompasTv, Rabu (6/11/2019).

Hal yang sama nantinya akan dilakukan oleh pemerintah pada 2020 mendatang.

Sebanyak kurang lebih Rp 40 triliun akan disiapkan untuk menyubsidi peserta BPJS.

Fajrul, menegaskan, subsidi yang mencapai 40 triliun lebih dipergunakan untuk keperluan 98 juta orang lebih.

"Subsidi hampir 40 triliun lebih untuk keperluan 98 juta orang lebih dengan nilai yang hampir mencapai 40 triliun lebih dan itu dipakai oleh masyarakat," kata Fadjroel.

Seperti diketahui, Presiden Jokowi telah mengularkan perpres yang berisikan tentang kenaikan tarif iuran peserta BPJS yang berlaku mulai 1 Januari 2020.

Belum Ada Permintaan Turun Kelas BPJS Kesehatan di Kantor Atambua

Kenaikan iuran itu berlaku bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja.

Kenaikan tersebut dyakni, Kelas I dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000, kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000, dan kelas III dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.

(Tribunnews.com/Tio/NandaLusiana)

32 Cuitan Fadli Zon Soal Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Waketum Gerindra Sindir Jokowi Rakyat Dipaksa

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengomentari kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS).

Komentar itu berupa 32 cuitan di akun Twitternya, Rabu (6/11/2019) siang.

Berikut cuitan lengkap Fadli Zon tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut:

Sy akan sampaikan bbrp catatan kritis sy terkait kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS). #bpjskesehatan

1) Melalui Perpres No. 75/2019 tentang Perubahan atas Perpres No. 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan, Presiden @jokowi  akhirnya menaikkan iuran BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan.

2) Kenaikan iuran ini mulai berlaku bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja (BP) pada 1 Januari 2020. Besaran kenaikannya sy kira sangat mengejutkan, krn ada yg lebih dari 100 persen.

3) Menurut Perpres tsb, iuran mandiri Kelas III naik 65 persen dari sebelumnya Rp25.500 per bulan menjadi Rp 42.000. Sementara, iuran mandiri Kelas II naik sebesar 116 persen dari sebelumnya Rp51.000, kini menjadi Rp110.000. #BPJSKesehatan

4) Dan iuran Kelas I naik 100 persen, dari sebelumnya Rp80.000 menjadi Rp160.000. Kenaikan ini akan memberatkan masyarakat. Apalagi, pada saat yg bersamaan Pemerintah jg berencana untuk menaikkan tarif listrik, tarif tol, dan berbagai tarif lainnya. #bpjs_naikrakyatterjepit

5) Itu sebabnya, DPR periode 2014-2019, melalui Komisi IX dan Komisi XI, sebenarnya sudah menyampaikan penolakan kenaikan premi JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP). #bpjs_naikrakyatterjepit

6) Itu adalah sikap resmi yg menjadi kesimpulan saat rapat dgn sejumlah kementerian terkait dan pihak BPJS Kesehatan. Memang, waktu itu penolakan kenaikan premi itu hanya spesifik menyebut Kelas III, tdk menyebut peserta mandiri khusus Kelas I dan II. #bpjs_naikrakyatterjepit

7) Namun, meskipun boleh dinaikkan, besaran kenaikan premi untuk peserta mandiri Kelas I dan II seharusnya juga tidak boleh hingga seratus persen. #bpjs_naikrakyatterjepit

8) Apalagi, kini iuran Kelas II kenaikannya lebih dari seratus persen. Kebijakan ini bisa kian merusak partisipasi masyarakat yg telah ikut program sistem kesehatan. #bpjs_naikrakyatterjepit

9) Dengan tata kelola seperti sekarang ini, BPJS Kesehatan bukan lagi sebuah Jaminan Kesehatan Nasional layaknya “Obamacare” yang memihak dan melindungi orang-orang yg kurang mampu untuk mengakses layanan kesehatan. #bpjs_naikrakyatterjepit

10) Tapi sudah menjelma menjadi sebuah perusahaan asuransi biasa yg dimonopoli dan diwajibkan negara. Seolah negara “memaksa” rakyat, padahal pelayanan kesehatan adalah hak warga. #BPJSMenyusahkanRakyat

11) Ironisnya, sesudah iuran dinaikkan hingga lebih dari 100 persen, Pemerintah saat ini justru sedang berusaha memangkas manfaat layanan yg bisa diperoleh peserta JKN. #bpjs_naikrakyatterjepit #BPJSMenyusahkanRakyat

12) Sy baca, Menteri Kesehatan @KemenkesRI
sedang mengevaluasi kembali daftar penyakit dan tindakan yg bisa ditanggung BPJS. Tujuannya, untuk membantu mengatasi defisit keuangan BPJS. #bpjs_naikrakyatterjepit

13) Ini kan tidak benar. Bagaimana partisipasi publik akan meningkat kalau begini? Yang ada justru demoralisasi, kepercayaan masyarakat kepada BPJS dan Pemerintah jadi tambah rusak. #BPJSMenyusahkanRakyat

14) Secara umum, kebijakan menaikkan iuran BPJS ini sy kira memiliki bbrp kekeliruan. Pertama, kebijakan ini hanya hendak menyelamatkan keuangan BPJS, tapi tak memikirkan implikasinya bagi masyarakat luas. #bpjs_naikrakyatterjepit

15) Sejak awal saya berpandangan, tidak seharusnya defisit yg ditanggung BPJS Kesehatan dialihkan seluruh bebannya ke masyarakat. Sebab, yg sedang kita bangun ini adlh sistem jaminan sosial kesehatan, bukan perusahaan asuransi. #bpjs_naikrakyatterjepit

 16) Jadi, yg seharusnya ditambah adalah peran serta negara. Pemerintah seharusnya meninjau ulang model pembiayaan JKN yang saat ini menggunakan sistem iuran atau premi asuransi. #bpjs_naikrakyatterjepit #BPJSMenyusahkanRakyat

17) Karena dengan membebankan biaya jaminan kesehatan kepada masyarakat, pemerintah seperti hendak melepaskan kewajibannya untuk menjamin akses kesehatan terjangkau bagi seluruh masyarakat. #bpjs_naikrakyatterjepit

18) Kedua, kebijakan ini dirilis sebelum tuntutan transparansi, efisiensi, serta tata kelola kelembagaan yg bersih benar-benar ditunaikan BPJS. Sehingga, kita tak pernah benar-benar tahu, masalah yg diidap oleh BPJS ini masalah di kepesertaan, ataukah di tata kelola yg buruk.

19) Pada 24 Mei 2019 lalu, misalnya, BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) melakukan dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI tentang hasil audit Dana jaminan Sosial (DJS) Kesehatan tahun 2018.

20) BPKP menemukan adanya inefisiensi pembayaran klaim layanan di RS (Rumah Sakit) sebesar Rp819 milyar karena kontrak antara RS dan BPJS Kesehatan menggunakan tarif untuk kelas RS yg lebih tinggi. #bpjs_naikrakyatterjepit

21) Selain itu, data base kepesertaan BPJS juga belum optimal, krn masih ada temuan 27,44 juta data peserta bermasalah. Ini sebenarnya adalah masalah lama, tapi belum juga diselesaikan. BPJS seharusnya mempercepat proses ‘data cleansing’ kepesertaan ini.

22) Transparansi BPJS jg sangat buruk. Hingga hari ini BPJS belum mengunggah Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan 2018, padahal ini bagian dari pertanggungjawaban publik. Dokumen laporan pengelolaan dana jaminan sosial mereka unggah terakhir adlh tahun 2017.
@BPJSKesehatanRI

23) Ketiga, pangkal mula permasalahan defisit
@BPJSKesehatanRI
sebenarnya bisa ditarik ke rendahnya anggaran kesehatan Indonesia. Dari lebih Rp2 ribu triliun APBN, anggaran kesehatan kita hanya sekitar Rp110 triliun. #bpjs_naikrakyatterjepit

 24) Jika dihitung berdasarkan proporsinya terhadap GDP, anggaran kesehatan kita hanya sekitar 2,8 persen dari GDP. Sehingga setiap orang di Indonesia hanya memperoleh pembiayaan kesehatan sebesar US$112 perkapita. Ini jumlah yg kecil sekali.
@BPJSKesehatanRI

25) Idealnya, proporsi anggaran kesehatan terhadap GDP itu sekitar 10 persen. Jadi, kebijakan menaikkan iuran BPJS hingga lebih dari seratus persen ini menurut sy keliru.
@BPJSKesehatanRI #bpjs_naikrakyatterjepit

26) Ini kebijakan publik yg buruk, karena yg dipikirkan Pemerintah hanyalah bagaimana menyelamatkan keuangannya sendiri, tidak mau tahu implikasinya pada kantong masyarakat. #bpjs_naikrakyatterjepit
@BPJSKesehatanRI

27) Presiden mestinya segera mengevaluasi direksi dan kelembagaan
@BPJSKesehatanRI . Bagaimanapun lembaga ini langsung berada di bawah Presiden, bukan di bawah
@KemenkesRI. Sy usul, ada bbrp hal yg harus segera dievaluasi oleh Presiden.

28) Pertama, @BPJSKesehatanRI ini adalah Badan Hukum Publik, bukan BUMN atau perusahaan. Sehingga, sangat tidak pantas jika Direksi BPJS digaji seperti halnya CEO atau direksi bank. Apalagi, lembaga ini terus-menerus defisit. Ini yg mencederai kepercayaan publik pada lembaga tsb.

29) Kedua, sudah saatnya transparansi tata kelola @BPJSKesehatanRI
memanfaatkan teknologi digital. Bila perlu, tiap peserta punya mobile account yg bisa mengecek detail klaim yg diterima pada tiap transaksi, bukan hanya kapan harus bayar iuran saja.

30) Sudah bukan rahasia lagi jika selama ini peserta tidak bisa memantau jumlah biaya yg sudah diklaimnya, juga tidak tahu persis manfaat atau fasilitas apa yg bisa diklaim, serta mana yg tidak. #bpjs_naikrakyatterjepit
@BPJSKesehatanRI

31)Padahal, di sisi lain, saat peserta datang ke rumah sakit mereka harus menandatangani perjanjian untuk membayar sendiri item-item manfaat yg tak ditanggung  @BPJSKesehatanRI Demi transparansi, seharusnya hal ini tak sulit dilakukan.

32) Bukankah Presiden di mana-mana selalu ngomong Revolusi Industri 4.0, ‘unicorn’, ‘decacornn’, atau tol langit? Harusnya semua itu segera diterapkan untuk membenahi @BPJSKesehatanRI

* Iuran BPJS Kesehatan Naik, Peserta Pilih Turun Kelas daripada Harus Bayar Dua Kali Lipat

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan baru akan diberlakukan mulai tahun 2020.

Sejumlah peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Medan, Sumatera Utara memilih turun kelas karena merasa terbebani dengan kenaikan iuran pembayaran.

Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial (BPJS) Medan Sumatera Utara pada Selasa siang ramai oleh peserta.

Warga menyatakan dengan kenaikan yang mencapai dua kali lipat, mereka tak akan mampu membayarnya.

"Sangat keberatan makanya nggak mampu bayar, kalau masih yang biasa Rp 80 ribu ya masih bisa," ungkap salah satu peserta BPJS.

Ia mengatakan sudah tidak mampu jika harus membayar sejumlah kenaikan yang jumlahnya cukup besar

"Saya dua orang sudah Rp 300 ribu makanya ingin turun kelas, lumayanlah kalau bisa turun," tambahnya.

Hal senada juga dikatakan peserta BPJS Aditya, ia mengatakan kenaikan ini sedikit memberatkan masyarakat.

"Setahu saya BPJS itu tugasnya adalah pemerintah untuk meringankan biaya kesehatan masyarakat," ujarnya. 

Namun, sejak bulan lalu sudah ada peserta BPJS yang mengajukan turun kelas.

Diperkirakan bulan ini atau bulan depan, pengajuan penurunan kelas peserta BPJS akan meningkat.

Kenaikan iuran bpjs yang mencapai dua kali lipat membuat warga ramai-ramai pindah kelas.

Mereka memilih turun kelas karena keberatan dengan iuran yang berlaku per 1 Januari 2020.

Sebagian besar memilih turun dari kelas 1 dan kelas 2 ke kelas 3.

Informasi kenaikan itu resmi diberlakukan sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Perpres itu juga membahas besaran iuran dengan kenaikan 100 persen ini berlaku bagi peserta mandiri atau Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU).

Besaran iuran BPJS kelas 3 naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per bulan per peserta.

Sedangkan kelas 2 naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000 dan kelas 1 dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000.

(Tribunnews.com/Indah Aprilin Cahyani)

* Bicara Kemiskinan, Menkes Terawan Tegaskan Skenario di Balik Iuran BPJS Kesehatan Naik 100 Persen

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan kenaikkan iuran tak lepas dari defisit BPJS Kesehatan yang mencapai sekitar Rp 32 triliun.

Ia mengatakan, kondisi tersebut membuat pemerintah melakukan perhitungan yang matang agar defisit itu bisa dikurangi.

Menurutnya, dengan menaikkan iuran, rumah sakit yang selama ini mengalami kendala cashflow sangat besar dapat bernapas lega.

Selain itu, kenaikan iuran BPJS juga dinilai dapat menghidupkan sentral pelayanan agar kembali bisa berjalan.

"Karena itu pemerintah memutuskan untuk menaikkan iuran. Harus diingat, bahwa keputusan menaikan iuran itu, pemerintah mengeluarkan pengeluaran yang besar sekali," ujar Terawan usai rapat perdana bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa malam (5/11/2019).

"Dari PBI (Penerima Bantuan Iuran) saja sudah Rp 9,7 triliun keberpihakan pemerintah pada orang yang kurang mampu," sambungnya.

Menurutnya, PBI diperuntukan bagi orang kurang mampu. Jika perkara ada orang tidak mampu yang belum terdata, kata dia, hanya perlu pembaharuan melalui Kementerian Sosial.

Namun demikian, hal itu perlu pengecekan lagi.

Sebab, apakah orang yang terdaftar benar-benar orang golongan miskin.

Termasuk, apakah orang tersebut baru jatuh miskin.

"Harus diketahui, kapan miskinnya apa sudah sudah lama miskin. Itu yang harus diketahui sehingga keanggotaan PBI, terdatanya menjadi lebih baik," katanya.

Jokowi tegaskan iuran BPJS naik 100 persen

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menaikkan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen pada Kamis (24/10/2019).

Kenaikan iuran itu berlaku bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja.

Adapun aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

"Untuk meningkatkan kualitas dan kesinambungan program jaminan kesehatan perlu dilakukan penyesuaian beberapa ketentuan dalam Peraturan presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan," ujar Jokowi dalam Perpres No.75 Tahun 2019.(*)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved