Breaking News

KPK Terkejut Hakim yang Bebaskan Syafruddin Temenggung Dinyatakan Langgar Etik

Pihak KPK terkejut hakim yang bebaskan Syafruddin Temenggung dinyatakan langgar etik

Editor: Kanis Jehola
KOMPAS.com/ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung (kanan) meninggalkan Rutan Kelas 1 Jakarta Timur Cabang Rutan KPK, Jakarta, Selasa (9/7/2019). Syafruddin adalah terdakwa perkara dugaan korupsi penghapusan piutang Bantuan Langsung Bank Indonesia (BLBI) terhadap Bank Dagang Negara Indonesia yang divonis bebas oleh Mahkamah Agung dari segala tuntutan hukum. Ia sebelumnya dihukum 15 tahun penjara pada tingkat banding. 

Sedangkan pada Rabu (25/9/2019), melalui Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Jokowi menuturkan penolakan untuk mencabut UU KPK hasil revisi.

Mahfud MD lantas menuturkan aspek sosiologi yang disebutnya untuk merayu Jokowi menimbang Perppu UU KPK hasil revisi.

Disebutnya, karena adanya reaksi masyarakat yang masif, yang menolak UU KPK bahkan sebelum disahkan.

"Didorong oleh reaksi masyarakat yang sejak sebelum revisi undnag-undang itu kan sudah ramai orang menolak, kemudian sudah disahkan, penolakan semakin keras," ujar Mahfud MD.

Ia mengatakan adanya Pergubi (Persatuan Guru Besar Profesor Indonesia) yang mengisi petisi penolakan.

"Ada ribuan dosen membuat petisi dari seluruh kampus Indonesia, ada Pergubi namanya, Persatuan Guru Besar Indonesia yang dipimpin oleh profesor Gimbal (Prof Gimbal Doloksaribu) di Semarang juga mengirim petisi menolak," sebutnya.

"Kemudian guru besar di Indonesia timur itu juga membuat petisi yang semuanya menolak."

Ia juga menyebutkan adanya demo masif oleh puluhan ribu mahasiswa di berbagai daerah pada Selasa (23/9/2019) dan Rabu (24/9/2019).

"Lalu diikuti demo-demo yang masif di berbagai kota, ya menurut saya itu harus menjadi pertimbangan."

"Jangan orang mengatakan 'Itu kan jumlahnya ratusan ribu (yang demo) sedangkan rakyat itu 250 juta diam'," ujarnya.

"Enggak bisa begitu, kalau begitu kita bisa bertanya balik, DPR itu kan hanya 560 orang juga, oleh sebab itu tidak boleh menang-menangan dengan angka begitu, baik pihak mahasiswa maupun DPR," jelas anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila ini.

"Kita bicara yang rasional saja, menurut hukum dan kontitusi kita itu adalah mengeluarkan perppu, begitu," pungkasnya.

Sebelumnya, Mahfud MD menuturkan isi diskusi yang terjadi hingga Jokowi kembali memutuskan untuk mempertimbangkan perppu tersebut.

Ia menuturkan jika Jokowi saat menolak usul perppu belum membaca naskah resminya.

"Ya saya tanya ketika presiden menolak mengeluarkan perppu itu, naskah resminya dari DPR belum dikirim ke presiden sehingga belum baca kan naskahnya diputuskan sidang paripurna itu," ujar Mahfud MD.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved