Breaking News

Komentar Fahri Hamzah Soal Pimpinan KPK Serahkan Mandat Tapi Tetapkan Menpora Imam Nahrawi Tersangka

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengaku heran dengan para pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Editor: Agustinus Sape
KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/7/2019). 

Karier Nawawi sebagai hakim dimulai pada 1992 di Pengadilan Negeri Soasio, Tidore.

Sebelum menjabat sebagai hakim tinggi di Denpasar, Nawawi Pobolango pernah menjabat sebagai Ketua PN Jakarta Timur pada tahun 2016-2017.

Tercatat, ia pernah menangani beberapa kasus tindak pidana korupsi besar.

Dikutip dari Harian Kompas, pada 2013, Nawawi Pobolango menangani kasus suap pengaturan kuota impor sapi dan pencucian uang yang menjerat mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq.

Pada tahun yang sama, ia juga menangani kasus korupsi pengadaan alat kesehatan dan perbekalan pada tahun anggaran 2006-2007 di Kemenkes.

Kasus tersebut menjerat mantan Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar Kementerian Kesehatan Ratna Dewi Umar.

Pada 2017, Nawawi menangani kasus suap yang melibatkan mantan hakim konstitusi, Patrialis Akbar.

Gagasan Nawawi untuk KPK

Saat menjalani fit and proper test, Nawawi Pobolango menyatakan setuju dengan beberapa poin yang ada dalam revisi UU KPK.

Dalam hal penerbitan SP3, Nawawi Pobolango menganggap bahwa KPK perlu memiliki kewenangan menerbitkan SP3.

Menurut dia, kewenangan SP3 sejalan dengan asas kepastian hukum.

"Itu hanya sekadar pembeda dari penegak hukum yang lain. Jadi tidak ada dasar filosofis yang lain, hanya sebagai pembeda saja. Padahal SP3 ini seirama dengan asas kepastian hukum," kata Nawawi seperti dikutip dari Kompas.com (11/9/2019).

Ia juga sepakat jika kewenangan penyadapan KPK diperketat dan diawasi.

Menurut Nawawi Pobolango, KPK membutuhkan sebuah lembaga pengawas internal yang berfungsi untuk mengawasi dan memberikan izin penyadapan.

"Seharusnya ada izin dari dewan atau apa pun namanya. Harus ada pengawasan. Agar hati-hati dalam penyadapan," kata Nawawi seperti diberitakan Kompas.com, Rabu (11/9/2019).

Selama menjalani profesi sebagai hakim, Nawawi Pobolango mengaku pernah menemukan praktik penyadapan yang tak relevan dengan kasus korupsi yang sedang ditangani.

Selain itu, Nawawi Pobolango juga tidak sepakat jika izin penyadapan dilakukan dalam tahap penyidikan.

Pada poin yang lain, Nawawi Pobolango menyatakan kritiknya terhadap keberadaan Wadah Pegawai (WP) KPK.

Menurut dia, revisi UU KPK diperlukan untuk mengubah status WP KPK agar dikategorikan sebagai aparatur sipil negara (ASN).

Nawawi menilai, selama ini WP KPK justru sering berbeda sikap dengan keputusan politik pemerintah, bahkan seperti oposisi.

"Sehingga (setelah revisi) tidak ada cerita wadah pegawai jadi oposisi kebijakan politik pemerintah," kata Nawawi.

Sumber: Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved