Begini Penjelasan Bupati Gidion Terkait Perda Masyarakat Adat
Tatatan nilai adat dan budaya tetap berjalan dan masih diyakni serta menjadi pegangan teguh oleh masyarakat sejak dari nenek moyang.
Penulis: Robert Ropo | Editor: Rosalina Woso
Meskipun begitu, namun akunya, selama ini tidak ada timbul pertentangan yang keras hingga benturan fisik khususnya masyarakat Kambera.
Masalah hak ulayat sejauh ini masih bisa diselesaikan dengan pendekatan kekeluargaan yang berpatok pada tata cara budaya adat setempat dan juga dirana hukum.
Kata dia, perlu juga kedepan dibuatkan Perda tentang Masyarakat Adat terkait hak ulayat, sehingga masyarakat merasah terjamin dalam pemanfaatan pengelolaan kepemilikan tanah oleh masyarakat adat itu sendiri.
"Namun, mungkin kini masih dipertimbangkan atau dirumuskan terkait tanah masyarakat dengan melibatkan masyarakat adat. Saya rasa kedepan perlu dipikirkan bersama untuk bergandengan bersama baik masyarakat adat dan Pemda, sehingga masyarakat-masyarakat adat bisa terjamin hak atas kepemilikannya,"ungkap Tamu Umbu.
Lanjut Tamu Umbu, sejauh ini sistem keberadaan masyarakat adat khususnya di Kambera dan umumnya Sumba Timur terkait tata nilai adat dan budaya masih berjalan, meskipun ditengah pengaruh perkembangan global.
Tatatan nilai adat dan budaya tetap berjalan dan masih diyakni serta menjadi pegangan teguh oleh masyarakat sejak dari nenek moyang.
"Ini yang harus kami lakukan dengan tetap menjalankan sesuai dengan adat dan budaya Sumba. Seperti kita lihat sampai saat ini masih kita lihat pegagangan adat dan budaya masih bertahan dan tetap kuat, meskipun ada sejumlah tantangan sesuai dengan perkembangan dan perilaku masyarakat,"kata Tamu Umbu.
"Dengan beberapa pola kegiatan musyawarah adatnya masih berjalan, tentu bukti itu yang masih terus bertahan hingga saat ini. Seperti upacara kawin-mawin, dan kematian serta musywarah-musyawarah adat dari dahulu tetap berjalan,"tambah Tamu Umbu.
Dikatakan Tamu Umbu, Kampung adat Prailiu terdiri dari 60 lebih marga, yang meliputi wilayah Lambanapu, Mauliru, Kadumbul, Watumbaka, Kawangu hingga ke wilayah Mbatakapidu dan Pambotanjara. Saat ada kepentiangan adat bersama terkait Kampung adat itu, tentu semua marga tersebut dilibatkan sesuai peran dan fungsinya serta tanggung jawab masing-masing.
"Jadi kami selalu membangun pola pendekatan secara kekeluargaan sehingga hubungan antara marga ini terap terjalin dengan baik di kelompok masyarakat adat,"ungkap Tamu Umbu.
Tamu Umbu juga mengaku, meskipun begitu, tak bisa dipungkiri harus butuh tekad dan kemauan dari masyarakat yang memiliki adat dan budaya untuk tetap memelihara, menjaga dan melestarikannya. Sebab ini merupakan pedoman dan bagian dari kehidupan sosial budaya masyarakat itu sendiri.
Menurutnya, saat ini masih ada keyakinan dan optimis sehingga saat ini sangat berkembang meskipun ditengah pengaruhnya zaman, karena muncul inisiatif dari masyarakat terutama kaum muda untuk terus mengali, mengembangkan dan mempromosikan budaya dan adat istiadat.
"Seperti sejumlah event dan juga dukungan dari Pemerintah sejauh ini misalnya promosikan budaya tenun ikat Sumba Timur. Kami di Kampug adat Prailiu jika tamu wisatawan datang kita suguhkan dengan penerimaan tata cara tamu terhormat sesuai budaya setempat,"ungkap Tamu Umbu.
Sebagai bentuk promosi juga jelas Tamu Umbu, di Kampung juga pihaknya selalu menjelaskan tradisi dan budaya Sumba Timur, sejarah masyarakat di Kampung, status sosial dan lain sebagainya.
• Apalagi ASN, Ketua MKKS SMK TTS Sebut Pekerjaan Swakelola Tak Boleh Diberikan Kepada Pihak Ketiga
Sekaligus para tamu juga menikmati rumah adat, kuburan megalitik, tenun ikat dan lain sebagainya yang disediakan di kampung tersebut. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Robert Ropo)