20 Tahun Referendum, Pemerintah Australia Ingin Timor Leste Tetap Jadi Bagian NKRI, Benarkah?
20 tahun referendum, Pemerintah Australia ingin Timor Leste tetap jadi bagian NKRI, benarkah?
Penulis: OMDSMY Novemy Leo | Editor: OMDSMY Novemy Leo
Kepada ABC, Downer menolak klaim bahwa AS yang berhasil menekan Indonesia menerima Interfet, bukan Australia, seperti diindikasikan dalama dokumen rahasia tersebut.
"Saya tidak punya waktu membaca semua dokumen itu, tapi anggapanmu keliru," katanya.
"Ada catatan panjang tentang komentar Australia atas peristiwa ini. Kami tidak pernah menentang pasukan penjaga perdamaian dan Anda tampaknya tidak menyadari upaya besar yang kami lakukan pada tahun 1999 untuk menghentikasn di Timor Timur - termasuk pertemuan puncak di Bali dengan Presiden Habibie," ujar Downer kepada ABC.
"Pernyataan Anda itu sangat keliru," tambahnya.
"Dan untuk Amerika, mungkin Anda tidak tahu kesulitan yang kami alami agar Clinton dan Berger ikut membantu setiap saat."
Dalam wawancara dengan Radio ABC pada Februari 1999, Downer menyatakan Pemerintah Australia tidak dapat mengkonfirmasi keterlibatan militer Indonesia mempersenjatai milisi di Timor Leste.
"Militer Indonesia menyangkal hal ini," kata Downer saat itu. "Jelas sangat sulit bagi kita untuk memverifikasinya."
Pada konferensi pers akhir bulan itu, dia mengaklu mendapat jaminan dari Menlu Ali Alatas bahwa Indonesia tidak mendukung milisi.
"Dia menjelaskan kepada saya bahwa mereka tidak memberikan senjata kepada pro-integrasi. Apa yang mereka lakukan yaitu sama dengan yang mereka lakukan di provinsi lainnya."
"Yaitu, adanya warga sipil yang membantu dalam tugas-tugas kepolisian di daerah tersebut."
Howard ingin Timor Leste tetap jadi bagian Indonesia.
Profesor Clinton Fernandes dari University of NSW pada tahun 1999 bekerja sebagai analis intelijen utama untuk Timor Timur di Australian Theatre Joint Intelligence Centre (ASTJIC) Sydney.
Menurut dia, sikap Australia saat itu bisa ditafsirkan sebagai "memberikan perlindungan diplomatik untuk kegiatan militer Indonesia".
"Howard dan Downer berusaha keras untuk melindungi TNI," kata Prof Fernandes.
"Kabel diplomatik ini mengkonfirmasi bahwa kebijakan Pemerintahan Howard adalah menjaga Timtim tetap jadi bagian Indonesia. Dan pada akhirnya terpaksa mengubah sikap," katanya.
Kabel diplomatik Australia saat itu menyebut adanya banyak bukti pada awal April 1999 bahwa militer Indonesia mempersenjatai milisi, dan itu terkait pucuk pimpinan tentara, yaitu Panglima TNI Jenderal Wiranto.