Neneknya Muslim, Edi Prasetyo Ditahbiskan Jadi Imam Katolik Kongregasi Hati Kudus Yesus, Viral!
Satu di antara imam baru tersebut adalah Edy Prasetyo SCJ. Fotonya mengenakan kasula bersama seorang perempuan tua yang mengenangkan jilbab Muslim
Penulis: Agustinus Sape | Editor: Agustinus Sape
Mata ribuan umat tertuju kepada ibu berjilbab itu saat bersama para calon imam memasuki altar gereja. Maklum ini merupakan pemandangan yang tidak biasa.
Siti Asiyah, seorang muslimah mendampingi putranya untuk ditahbiskan menjadi imam dalam Gereja Katolik.
Mata Siti Asiyah berkaca-kaca saat memberi restu kepada anaknya, Robertus Asiyanto yang akrab disapa Yanto menjadi seorang imam dengan menumpangkan tangan di atas kepalanya.
Siti Asiyah, asal Cancar, Kabupaten Manggarai itu didampingi ayah angkat Pater Yanto saat memberi penumpangan tangan untuk putranya.
Selanjutnya Yanto bersama 10 rekannya ditahbiskan menjadi pastor oleh Uskup Agung Ende, Mgr. Vincentius Sensi Potokota, Pr.
Siti Asiyah mengikuti perayaan misa dan prosesi pentahbisan dengan khusuk.
Dia duduk tenang pada kursi barisan depan di gereja seminari tinggi terkemuka di Pulau Flores tersebut.
"Senang sekali. Saya sangat senang," ujar Siti Asiyah kepada Pos Kupang seusai misa pentahbisan. Hanya itu kata-kata yang keluar dari bibir Siti Asiyah.
Wajahnya sumringah. Senyum terus mengembang di bibirnya.
Aryanti, adik bungsu Pater Yanto juga mengungkapkan rasa bangga karena kakaknya sudah ditahbiskan menjadi imam.
"Saya senang sekali hari ini," ujar Aryanti. Aryanti, bungsu dari tiga bersaudara.
Kakak sulung Aryanti dan Yanto adalah perempuan, juga seorang muslim sama seperti ibu mereka Siti Asiyah.
"Saya baru bertemu kakak sulung saya delapan bulan lalu. Selama ini kami di rumah hanya mama, dan kakak pater," ujar Aryanti yang juga penganut Katolik.
Aryanti tidak menyesal kakak lelaki satu-satunya di rumah itu menjadi imam. "Saya tidak menyesal. Malah saya senang sekali," kata Aryanti semangat.
Aryanti berharap, kakaknya menjalankan tugas dengan baik dan setia dalam panggilan.
"Hari ini sungguh luar biasa semoga Tuhan selalu menyertai perjalanannya," kata dia.
Pater Yanto mengungkapkan perasaan hati yang sama.
"Hari ini sangat istimewa bagi keluarga saya. Setelah 30 tahun tinggal berpisah, hari ini kami semua bersatu, saya senang sekali," kata Pater Yanto.
Pater Yanto mengungkapkan, ibunya Siti Asiyah sejak lama sudah tak sabar agar dirinya segera ditahbiskan menjadi imam Katolik.
"Tahun lalu saya memilih istirahat dulu. Tetapi mama protes. Mama mungkin khawatir saya tidak ditahbiskan. Hari ini, saya senang sekali," ujar Pater Yanto di sela menyambut ribuan umat yang menyapa dirinya.
Pater Yanto ditahbiskan bersama dengan 10 rekannya yakni, Eugenius Dwi Ardika Iryanto, SVD, Maximus Hali Abit, SVD; Kalixtus\Hartono,SVD.
Ada juga Christoforus Abjayandi Sans, SVD Ferdinandus Nuho, Roberto Arif Oula, SVD, Firminus Wiryono, SVD, Benediktus Obon, SVD, Aloysius Rabata Men, SVD dan Amandus Mare, SVD.*
Persahabatan Muslim dan Nasrani
Yang jangkung kurus dan buta bernama Muhammad seorang Muslim. Dan yang pendek lumpuh itu bernama Samir seorang Nasrani .

Keduanya sejak kecil telah menjadi yatim piatu. Muhammad menggunakan mata Samir untuk melihat dan Samir menggunakan kaki Muhammad untuk berjalan. Keduanya bekerja di sebuah kedai kopi , tentu keduanya saling menopang dalam kehidupan.
Mereka berdua di karuniai umur yang sangat panjang, sejak kecil hingga tua mereka hidup serumah dengan menopang satu sama lain. Mereka sahabat sehidup semati.
Samir meninggal terlebih dahulu , dan seminggu kemudian Muhammad juga meninggal karena kesedihan yang mendalam . Keduanya memiliki keyakinan berbeda tetapi jiwa mereka sama.
Kisah sepasang sahabat ini tidak perlu di kisahkan panjang lebar, karena kita sudah bisa mengambil hikmah sangat berharga dari keduanya.
Keyakinan bukan sebuah kesalahan untuk saling mengerti, memahami, menyayangi, mengasihi, dan saling menghormati satu sama lain.
Wanita Berhijab dari Semarang Bersalaman dengan Paus Fransiskus Jadi Viral, Sempat Minta Doa, Ini Ceritanya
Mimpi untuk bertemu dan menyapa tokoh berpengaruh di dunia menjadi kenyataan bagi Dewi Praswida, gadis kelahiran Kota Semarang, Jawa Tengah.
Dewi, panggilan akrabnya, tidak pernah menyangka bisa bertemu dengan Pemimpin Gereja Katolik Roma Paus Fransiskus, salah satu tokoh berpengaruh di dunia, terutama bagi umat Katolik.
Perempuan berhijab itu bertemu, bersalaman, hingga berdialog dengan sang tokoh.
"Kesannya luar biasa. Saya hanya orang kampung dan bukan siapa-siapa, tapi bertemu dan berjabat tangan dengan pemimpin umat Katolik Roma seluruh dunia. Jangankan ketemu Paus, mimpi ke Vatikan saja tidak," ujar mahasiswa Pascasarjana Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, itu, Selasa (2/7/2019).
Perempuan dengan nama lengkap Dewi Kartika Maharani Praswida ini mengatakan, kesempatan bertemu Paus adalah yang kedua kali dalam hidupnya.
Pertemuan pertama terjadi pada Maret 2018 saat acara pre sinode meeting orang muda seluruh dunia di Vatikan, Roma.
Pada pertemuan pertama, Dewi mengaku bangga dapat melihat Paus secara langsung.
Sayangnya, ia tidak mempunyai dokumentasi foto ataupun video kala itu.
Pada pertemuan kedua, kesempatan itu tidak lagi disia-siakan.
Begitu mendapat kesempatan untuk kembali ke Vatikan atas rekomendasi Keuskupan Agung Semarang, ia mempersiapkan segala hal, terutama bahasa.
"Pertemuan kedua (dengan Paus) hari Rabu, tanggal 26 Juni 2019, di St Peter Square, Vatikan, Roma, Italia. Pertemuan itu terjadi saat studi saya berakhir," ujar gadis yang tumbuh dan besar di Kabupaten Wonogiri ini.
• Ini Kronologi Kakak Nikahi Adik Kadung, Istri Kaget Lihat Videonya, Ini Akibat Perkawinan Sedarah
• Melahirkan Saat Nonton Konser Pink di Liverpool, Wanita Ini Namai Bayinya Dolly Pink
• Agnez Mo Masuk Kandidat Wanita Tercantik di Dunia, Siangannya Jennie Blackpink dan Park Shin Hye
• Sudah Bercerai 5 Tahun, Ayu Ting Ting Masih Kesal Saat Sebut Mantan Suaminya, Sampai Buang Ludah
Beasiswa dari Vatikan

Saat bertemu kedua kali, Dewi mengaku sangat bahagia. Ia mengaku hanya satu-satunya yang berkesempatan bersalaman dan diberi kesempatan memperkenalkan diri.
Dewi berkesempatan ke Vatikan untuk kedua kali setelah mendapat beasiswa dari Pemerintah Vatikan melalui Dewan Kepausan.
Di sana, ia belajar dialog lintas agama di Roma dan Vatikan selama enam bulan.
"Saya saja yang salaman kala itu. Saya perkenalkan diri saya kepada Paus dan saya minta beliau doakan untuk saya dan untuk perdamaian dunia.
Ini bukan kali pertama saya berjabat tangan dengan beliau, ini yang kedua," katanya.
Di depan Paus, Dewi mengenalkan bahwa dia adalah Muslim dari Indonesia.
"Beliau (Paus) katakan iya dan akan mendoakan. Dalam perkenalan, saya katakan bahwa saya Muslim dari Indonesia," ujarnya.
"Kesan bertemu kedua, saya lebih berbahagia lagi karena untuk kedua kali juga saya bisa sedikit menyampaikan sesuatu. Saya merasa mendapat berkah luar biasa ketika didoakan," ujarnya.
Dialog lintas agama Dijelaskan Dewi, pengalaman bertemu Paus Fransiskus membuatnya semakin yakin bahwa Indonesia adalah negara yang cinta damai.
Menurut dia, dialog lintas agama yang dilakukannya tidak saja berkumpul dan mengobrol.
Lebih dari itu, hidup bersama saling menghargai tanpa mempermasalahkan latar belakang agama.
"Indonesia itu, meski saya masih muda, saya yakin aslinya adalah akur dan rukun," ujarnya.*