Neneknya Muslim, Edi Prasetyo Ditahbiskan Jadi Imam Katolik Kongregasi Hati Kudus Yesus, Viral!
Satu di antara imam baru tersebut adalah Edy Prasetyo SCJ. Fotonya mengenakan kasula bersama seorang perempuan tua yang mengenangkan jilbab Muslim
Penulis: Agustinus Sape | Editor: Agustinus Sape
Neneknya Muslim, Edi Prasetyo Ditahbiskan Jadi Imam Katolik Kongregasi Hati Kudus Yesus, viral!
POS-KUPANG.COM - Uskup Tanjung Karang Mgr Yohanes Harun Yuwono menahbiskan 10 imam baru Kongregasi Hati Kudus Yesus (SCJ) di Gereja St. Yusup, Pringsewu, Lampung, Selasa (20/8/2019).
Satu di antara imam baru tersebut adalah Edy Prasetyo SCJ. Fotonya mengenakan kasula (kostum imam Katolik saat memimpin misa) bersama seorang perempuan tua yang mengenangkan jilbab Muslim jadi viral di media sosial.
Namun, siapa perempuan tua itu? Di media sosial, entah info dari mana, disebutkan bahwa perempuan tua itu adalah ibu kandung Pastor Edi Prasetyo SCJ. Informasi itu ternyata salah.
Perempuan berjilbab itu ternyata bukan ibu kandung, melainkan nenek alias ibu dari ibu kandung Pastor Edi Prasetyo SCJ.
Berikut klarifikasi lengkapnya sebagaimana dipublikasi laman Katolik sesawi.net, Minggu 25 Agustus 2019, serta tiga foto, yakni foto bersama sang nenek, foto bersama ayah dan ibu kandung, dan foto bersama ayah, ibu, dan dua saudari kandung Pastor Edi Prasetyo SCJ.
Hari-hari ini di medsos beredar foto usai saya menerima Sakramen Imamat dalam Misa Tahbisan di Gereja St. Yusup Paroki Pringsewu di Lampung tanggal 20 Agustus 2019 lalu.
Lazimnya setiap peristiwa Misa Thabisan Imama, seluruh anggota keluarga besar berikut kerabat dekat dari lingkungan keluarga kedua orangtua- termasuk nenek - juga datang ngombyongi (ikut serta) dalam perayaan sukacita tersebut.
Penerimaan Sakramen Imamat dalam Misa Tahbisan Imam itu sendiri sudah berlangsung lancar dengan Uskup Penahbis Mgr. Yohanes Harun Yuwono, Uskup Keuskupan Tanjungkarang.
Menjadi sedikit "bermasalah" ketika di jalur medsos beredar foto saya dengan nenek saya namun disertai captain (keterangan foto) yang salah dengan konten informasi yang juga salah alias tidak benar.
Yang tersaji di foto di bawah ini adalah saya dan nenek saya. Sementara di jalur medsos, caption-nya menyebutkan "nenek" itu adalah ibu kandung saya.
Nenek itu adalah ibu kandung dari ibu saya.

Nenek saya itu punya tujuh orang anak kandung. Lima orang menjadi Muslim dan dua dua lainnya adalah menjadi Katolik; termasuk ibu kandung saya.
Selama ini, nenek telah tinggal lama di keluarga kami. Meski tinggal di keluarga kami yang Katolik, nenek tetap bebas menjalani kehidupannya sebagai seorang Muslim.
Setiap Bulan Puasa Ramadan, ibu kandung saya selalu setia menyiapkan makanan-minuman untuk berbuka dan sahur bagi ibu kandungnya sendiri yang tidak lain adalah nenek kami.
Banyak saudara sepupu saya dari pihak ibu - jadi cucu-cucu nenek - telah banyak belajar dan tinggal di pondok pesantren. Salah satunya sekarang ada di salah satu ponpes di Jombang.
Berikuti ini adalah foto kedua orangtua saya dan kemudian keluarga inti saya.


Sebuah video tentang Pastor Edi Prasetyo di Facebook disertai keterangan bahwa ibu berjilbab yang foto bersama Pastor Edi Prastyo adalah neneknya.
Pencinta Pustaka
Hebatnya seorang ibu dlm negara NKRI yang Damai dan penuh kasih....
Damai ngeliatnya.
Ibu pastor EfibPrasetyu, SCJ,
".....kuberikan restuku utk anakku,
jadilah pastor yg baik.....".
just info teman saya:
Rm.Antonius Edi Prasetyo, SCJ.
Ditahbiskan di pringsewu Lampung. Baru akan misa Perdana di Baciro Jogja 8 Sept 2019
note :
ibu yg disamping Romo Atau Pastur adalah keluarga beliau yg memang berbeda keyakinan
yaitu ibu kandung, budhe atau nenek beliau...
Sumber: Maxsima
Berikut adalah video dan foto suasana upacara penahbisan imam baru di Gereja St. Yusup Pringsewu Lampung, Selasa (20/8/2019), diambil dari Youtube dan laman sesawi.net.


Ayah Katolik dan Ibu Islam, Ini Curhat Arizza Jelang Idul Fitri 1440 H
Seorang wanita mendadak viral setelah curhatannya menarik perhatian banyak warganet ketika mendekati penghujung Ramadan 1440 Hijriah.
Melalui unggahan Facebook, Arizza Nocum, namanya, menceritakan kehidupannya sebagai orang yang dibesarkan dengan dua agama, yakni Katolik dan Islam.
Dilansir dari Suara.com, wanita asal Filipina itu mengatakan, ayahnya memeluk agama Katolik dan merupakan penduduk asli kota Zamboanga yang pernah menjadi seminaris.
Sementara ibunya adalah umat Muslim dengan garis keluarga yang besar di Siasi, Sulu. Di sana, berdasarkan keterangan Arizza Nocum, "Islam berbaur dengan adat Tausug untuk menciptakan budaya yang menghormati iman, keberanian, dan kasih sayang."
Wanita yang bekerja sebagai eksekutif pemasaran senior itu menjelaskan, kedua orang tuanya ingin mempertahankan agama mereka masing-masing dan telah memutuskan untuk membangun sebuah keluarga yang mengenali keduanya, menghormati keduanya, dan hidup dengan keduanya.
Arizza Nocum kemudian menceritakan bahwa masa kanak-kanaknya sangatlah aneh.
"Di satu sisi keluarga, saya memiliki saudara Katolik yang sangat taat secara ketat menjalani Prapaskah dan bahkan tidak mengizinkan kami untuk tertawa saat Jumat Agung, kakek-nenek yang sering dikunjungi pastor paroki mereka, dan bibi serta paman yang akan melakukan segalanya saat nochebuena, atau perayaan malam Natal," tulis Arizza Nocum, Rabu (29/5/2019).
"Di lain sisi, saya punya sepupu yang membawa makanan lezat Tausug selama liburan hari raya umat Muslim; paman yang tinggi, berbrewok, berhidung mancung, dan tampak seperti orang Arab yang gagah saat mengenakan pakaian Idulfitri; dan bibi yang diam-diam saya amati saat meletakkan karpet di rumah kami sebelum salat lima kali sehari," tambahnya.
Meski begitu, keluarga Arizza Nocum menerapkan sikap netral dan tak memajang simbol agama apa pun di rumah.
"Tidak ada yang boleh makan daging babi, kecuali ayah saya, dan, ketika saya mendapat masalah besar, kadang-kadang saya diberi dua nasihat dari orang tua saya: satunya berdasarkan ajaran Yesus dan satu lagi berdasarkan apa yang tertulis dalam Alquran,"terang Arizza Nocum.
Ia sendiri melihat banyak kesamaan dari ajaran kedua agama di keluarganya, termasuk tentang pendidikan, karier, pengasuhan, dan hubungan dengan keluarga.
"Jadi, minggu ini, menjelang akhir bulan suci Ramadan, saya menuliskan kata-kata ini sebagai seruan untuk perdamaian, seruan untuk empati," ungkapnya.
"Semua orang Filipina bisa melakukan pekerjaan yang lebih baik dengan mengingat bahwa Filipina adalah negara dengan banyak kepercayaan dan budaya, yang sama-sama kental dan patut dikagumi," tambahnya. "Lain kali ketika di kepala kita terbersit stereotip, pikiran untuk meremehkan, mengucilkan, atau melabeli orang lain berdasarkan apa yang kita lihat di media, saya harap kita bisa berpikir dua kali."
"Karena cara saya tumbuh, saya belajar bahwa baik Muslim atau Kristen, kisah hidup yang sama, seperti kemiskinan, kesuksesan, kegagalan, kesedihan, kebahagiaan, harapan, menjadikan kita satu," tulis Arizza Nocum.
Saat memberi keterangan pada Coconuts Manila, Arizza Nocum mengatakan bahwa dirinya menjadikan unggahan itu sebagai refleksi pribadi tentang makna bulan Ramadan untuknya. Ia sendiri tak menyangka tulisannya akan menjadi viral.
Siti Asiyah Senang Anaknya Jadi Pastor
Mengenakan jilbab berwarna hitam, Siti Asiyah masuk dalam barisan para diakon (calon imam Katolik yang hendak ditahbiskan).
Dia mengapiti lengan putranya, diakon Robertus B Asiyanto, SVD, satu dari 11 calon imam serikat Sabda Allah (SVD) yang ditahbiskan di Ledalero, Maumere, Sabtu (10/10/2015).
Mata ribuan umat tertuju kepada ibu berjilbab itu saat bersama para calon imam memasuki altar gereja. Maklum ini merupakan pemandangan yang tidak biasa.
Siti Asiyah, seorang muslimah mendampingi putranya untuk ditahbiskan menjadi imam dalam Gereja Katolik.
Mata Siti Asiyah berkaca-kaca saat memberi restu kepada anaknya, Robertus Asiyanto yang akrab disapa Yanto menjadi seorang imam dengan menumpangkan tangan di atas kepalanya.
Siti Asiyah, asal Cancar, Kabupaten Manggarai itu didampingi ayah angkat Pater Yanto saat memberi penumpangan tangan untuk putranya.
Selanjutnya Yanto bersama 10 rekannya ditahbiskan menjadi pastor oleh Uskup Agung Ende, Mgr. Vincentius Sensi Potokota, Pr.
Siti Asiyah mengikuti perayaan misa dan prosesi pentahbisan dengan khusuk.
Dia duduk tenang pada kursi barisan depan di gereja seminari tinggi terkemuka di Pulau Flores tersebut.
"Senang sekali. Saya sangat senang," ujar Siti Asiyah kepada Pos Kupang seusai misa pentahbisan. Hanya itu kata-kata yang keluar dari bibir Siti Asiyah.
Wajahnya sumringah. Senyum terus mengembang di bibirnya.
Aryanti, adik bungsu Pater Yanto juga mengungkapkan rasa bangga karena kakaknya sudah ditahbiskan menjadi imam.
"Saya senang sekali hari ini," ujar Aryanti. Aryanti, bungsu dari tiga bersaudara.
Kakak sulung Aryanti dan Yanto adalah perempuan, juga seorang muslim sama seperti ibu mereka Siti Asiyah.
"Saya baru bertemu kakak sulung saya delapan bulan lalu. Selama ini kami di rumah hanya mama, dan kakak pater," ujar Aryanti yang juga penganut Katolik.
Aryanti tidak menyesal kakak lelaki satu-satunya di rumah itu menjadi imam. "Saya tidak menyesal. Malah saya senang sekali," kata Aryanti semangat.
Aryanti berharap, kakaknya menjalankan tugas dengan baik dan setia dalam panggilan.
"Hari ini sungguh luar biasa semoga Tuhan selalu menyertai perjalanannya," kata dia.
Pater Yanto mengungkapkan perasaan hati yang sama.
"Hari ini sangat istimewa bagi keluarga saya. Setelah 30 tahun tinggal berpisah, hari ini kami semua bersatu, saya senang sekali," kata Pater Yanto.
Pater Yanto mengungkapkan, ibunya Siti Asiyah sejak lama sudah tak sabar agar dirinya segera ditahbiskan menjadi imam Katolik.
"Tahun lalu saya memilih istirahat dulu. Tetapi mama protes. Mama mungkin khawatir saya tidak ditahbiskan. Hari ini, saya senang sekali," ujar Pater Yanto di sela menyambut ribuan umat yang menyapa dirinya.
Pater Yanto ditahbiskan bersama dengan 10 rekannya yakni, Eugenius Dwi Ardika Iryanto, SVD, Maximus Hali Abit, SVD; Kalixtus\Hartono,SVD.
Ada juga Christoforus Abjayandi Sans, SVD Ferdinandus Nuho, Roberto Arif Oula, SVD, Firminus Wiryono, SVD, Benediktus Obon, SVD, Aloysius Rabata Men, SVD dan Amandus Mare, SVD.*
Persahabatan Muslim dan Nasrani
Yang jangkung kurus dan buta bernama Muhammad seorang Muslim. Dan yang pendek lumpuh itu bernama Samir seorang Nasrani .

Keduanya sejak kecil telah menjadi yatim piatu. Muhammad menggunakan mata Samir untuk melihat dan Samir menggunakan kaki Muhammad untuk berjalan. Keduanya bekerja di sebuah kedai kopi , tentu keduanya saling menopang dalam kehidupan.
Mereka berdua di karuniai umur yang sangat panjang, sejak kecil hingga tua mereka hidup serumah dengan menopang satu sama lain. Mereka sahabat sehidup semati.
Samir meninggal terlebih dahulu , dan seminggu kemudian Muhammad juga meninggal karena kesedihan yang mendalam . Keduanya memiliki keyakinan berbeda tetapi jiwa mereka sama.
Kisah sepasang sahabat ini tidak perlu di kisahkan panjang lebar, karena kita sudah bisa mengambil hikmah sangat berharga dari keduanya.
Keyakinan bukan sebuah kesalahan untuk saling mengerti, memahami, menyayangi, mengasihi, dan saling menghormati satu sama lain.
Wanita Berhijab dari Semarang Bersalaman dengan Paus Fransiskus Jadi Viral, Sempat Minta Doa, Ini Ceritanya
Mimpi untuk bertemu dan menyapa tokoh berpengaruh di dunia menjadi kenyataan bagi Dewi Praswida, gadis kelahiran Kota Semarang, Jawa Tengah.
Dewi, panggilan akrabnya, tidak pernah menyangka bisa bertemu dengan Pemimpin Gereja Katolik Roma Paus Fransiskus, salah satu tokoh berpengaruh di dunia, terutama bagi umat Katolik.
Perempuan berhijab itu bertemu, bersalaman, hingga berdialog dengan sang tokoh.
"Kesannya luar biasa. Saya hanya orang kampung dan bukan siapa-siapa, tapi bertemu dan berjabat tangan dengan pemimpin umat Katolik Roma seluruh dunia. Jangankan ketemu Paus, mimpi ke Vatikan saja tidak," ujar mahasiswa Pascasarjana Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, itu, Selasa (2/7/2019).
Perempuan dengan nama lengkap Dewi Kartika Maharani Praswida ini mengatakan, kesempatan bertemu Paus adalah yang kedua kali dalam hidupnya.
Pertemuan pertama terjadi pada Maret 2018 saat acara pre sinode meeting orang muda seluruh dunia di Vatikan, Roma.
Pada pertemuan pertama, Dewi mengaku bangga dapat melihat Paus secara langsung.
Sayangnya, ia tidak mempunyai dokumentasi foto ataupun video kala itu.
Pada pertemuan kedua, kesempatan itu tidak lagi disia-siakan.
Begitu mendapat kesempatan untuk kembali ke Vatikan atas rekomendasi Keuskupan Agung Semarang, ia mempersiapkan segala hal, terutama bahasa.
"Pertemuan kedua (dengan Paus) hari Rabu, tanggal 26 Juni 2019, di St Peter Square, Vatikan, Roma, Italia. Pertemuan itu terjadi saat studi saya berakhir," ujar gadis yang tumbuh dan besar di Kabupaten Wonogiri ini.
• Ini Kronologi Kakak Nikahi Adik Kadung, Istri Kaget Lihat Videonya, Ini Akibat Perkawinan Sedarah
• Melahirkan Saat Nonton Konser Pink di Liverpool, Wanita Ini Namai Bayinya Dolly Pink
• Agnez Mo Masuk Kandidat Wanita Tercantik di Dunia, Siangannya Jennie Blackpink dan Park Shin Hye
• Sudah Bercerai 5 Tahun, Ayu Ting Ting Masih Kesal Saat Sebut Mantan Suaminya, Sampai Buang Ludah
Beasiswa dari Vatikan

Saat bertemu kedua kali, Dewi mengaku sangat bahagia. Ia mengaku hanya satu-satunya yang berkesempatan bersalaman dan diberi kesempatan memperkenalkan diri.
Dewi berkesempatan ke Vatikan untuk kedua kali setelah mendapat beasiswa dari Pemerintah Vatikan melalui Dewan Kepausan.
Di sana, ia belajar dialog lintas agama di Roma dan Vatikan selama enam bulan.
"Saya saja yang salaman kala itu. Saya perkenalkan diri saya kepada Paus dan saya minta beliau doakan untuk saya dan untuk perdamaian dunia.
Ini bukan kali pertama saya berjabat tangan dengan beliau, ini yang kedua," katanya.
Di depan Paus, Dewi mengenalkan bahwa dia adalah Muslim dari Indonesia.
"Beliau (Paus) katakan iya dan akan mendoakan. Dalam perkenalan, saya katakan bahwa saya Muslim dari Indonesia," ujarnya.
"Kesan bertemu kedua, saya lebih berbahagia lagi karena untuk kedua kali juga saya bisa sedikit menyampaikan sesuatu. Saya merasa mendapat berkah luar biasa ketika didoakan," ujarnya.
Dialog lintas agama Dijelaskan Dewi, pengalaman bertemu Paus Fransiskus membuatnya semakin yakin bahwa Indonesia adalah negara yang cinta damai.
Menurut dia, dialog lintas agama yang dilakukannya tidak saja berkumpul dan mengobrol.
Lebih dari itu, hidup bersama saling menghargai tanpa mempermasalahkan latar belakang agama.
"Indonesia itu, meski saya masih muda, saya yakin aslinya adalah akur dan rukun," ujarnya.*