Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial Menuju Masyarakat Sejahtera

Di tengah acara Festival Literasi, Perpustakaan Nasional Indonesia menggelar Safari Gerakan Nasional Pembudayaan Kegemaran Membaca

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
POS KUPANG.COM/RICKO WAWO
Wakil Bupati Lembata, Thomas Ola Langoday menyerahkan kain tenun dan cinderamata kepada Pustakawan Utama Perpustakaan Nasional Indonesia, Nelwati dalam talkshow literasi yang diselenggarakan Perpustakaan Nasional RI di Hotel Palm, Jumat (23/8/2019) 

POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA - Di tengah acara Festival Literasi, Perpustakaan Nasional Indonesia menggelar Safari Gerakan Nasional Pembudayaan Kegemaran Membaca di Kabupaten Lembata.

Acara talkshow yang dihadiri ratusan peserta dari lingkup pemerintahan, pelaku pendidikan, komunitas baca dan pegiat literasi mengangkat tema 'Pustakawan Berkarya Mewujudkan Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial Dalam Rangka Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat'.

Talkshow ini menghadirkan 4 orang narasumber yaitu Wakil Bupati Lembata, Thomas Ola Langoday, Pustakawan Utama Perpustakaan Nasional Indonesia, Nelwati, Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Lembata, Longginus Lega, dan Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi NTT, Stefanus Ratoe Oedjoe.

Begini Ekspresi Siti Elina Rahayu Saat Diciduk Bersama Aceng Fikri di Hotel Kota Bandung

Nelwati yang hadir mewakili Kepala Perpustakaan Nasional Indonesia Muhammad Syarif Bando menjelaskan inklusi sosial adalah pendekatan berbasis kemanusiaan (humanistic approach) untuk membangun dan mengembangkan sebuah lingkungan yang terbuka, mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang.

"Kita jadikan perpustakaan sebagai sahabat terbaik dan berujung pada peningkatan kualitas untuk tingkatkan kesejahteraan masyarakat. Ini bukan hanya judul atau tema saja tapi kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.  Perpustakaan itu bisa berkoordinasi dengan kementerian dan kelembagaan lainnya. Tidak hanya dana dari APBD tapi juga instansi atau kementerian lainnya. Ini tergantung pimpinan untuk bisa fokus pada peningkatan potensi daerah masing-masing. Perpustakaan berbasis inklusi sosial dalam membangun potensinya," papar Nelwati dalam talkshow yang dilangsungkan di Aula Hotel Palm, Lewoleba, Jumat (23/8/2019).

Terorisme Berdampak Negatif Pada Pariwisata Indonesia

Perpustakaan yang berbasis inklusi sosial, lanjut Nelwati, merupakan perpustakaan yang memfasilitasi masyarakat dalam mengembangkan potensinya dengan melihat keragaman budaya, kemauan untuk menerima perubahan, menawarkan kesempatan berusaha, melindungi dan memperjuangkan budaya dan hak asasi manusia.

Saat ini, sudah ada UU 43 tahun 2007 tentang perpustakaan. Salah satu isinya perihal pembudayaan kegemaran membaca. Sebab itu, di daerah perpustakaan itu urusan wajib dan mendasar.

"Bicara soal minat baca yang tidak muncul begitu saja. Harus dipupuk sejak kecil dalam keluarga. Kalau mereka ulang tahun ajak mereka ke toko buku," pintanya.

Festival Literasi Sebagai Inovasi

Dari segi kebijakan, Wabup Langoday menuturkan Pemkab Lembata sudah menetapkan program Festival Literasi #Sayabaca sebagai salah satu inovasi dari 15 inovasi dalam RPJMD pemerintah setempat.

"Kita sudah mengucurkan sekitar 15-18 miliar untuk pengadaan buku buku yang disebar ke perpustakaan, taman baca dan taman baca komunitas. Namun kita belum sampai pada satu budaya membaca," tambahnya.

Lanjut Wabup Langoday, sekarang buku-buku secara kuantitatif sudah 75 persen tersedia memadai sampai ke tingkat desa dan kelurahan.

Oleh karena itu, pemerintah mendorong supaya 144 desa dan 7 kelurahan di Lembata bisa menggagas perpustakaan desa dan kelurahan masing-masing.

"Di tahun 2021/2022 inovasi #sayabaca harus sudah berdampak yang kita lihat dari indeks membaca orang Lembata. Kita lihat indeks bisa berubah atau tidak. Kalau sukses berarti inovasi #sayabaca tunjukkan hasil positif sebagai inovasi."

Bukan hanya itu, pemerintah sendiri juga sudah melakukan gerakan nasional 18.21 yang mewajibkan anak membaca buku dari pukul 18.00-21.00 Wita setiap hari. Dari 24 jam dalam sehari, pemerintah harap orangtua bisa menyisihkan waktu hanya 3 jam saja untuk anak baca buku dan belajar.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved