Renungan Harian Kristen Protestan
Renungan Harian Kristen Protestan, 31 Juli 2019:"Apakah yang Kita Cari Sebetulnya, Uangkah?"
Budak uang itu menjadikan seseorang tidak pernah puas dengan uang dan penghasilannya. Sudah berlimpah namun masih terus mencari
Semua itu digambarkan ayat 17 sampai 19. Makan minum dan bersenang-senang dengan segala usaha yang dilakukan dengan jerih payah di bawah matahari selama hidup yang pendek, yang Allah karuniakan kepadanya.
Kebahagiaan seperti itu karena memandang semua kekayaan, harta benda dan kuasa adalah milik Tuhan yang dikaruniakan padanya.
Termasuk rasa sukacita yang ia miliki pun adalah karunia Tuhan. Ayat 19 perlu untuk kita ingat baik-baik bahwa bagi mereka yang tidak menjadi budak uang dan harta, tidak memikirkan tentang umurnya karena Allah membiarkan dia sibuk dengan kesenangan hatinya.
Itu berarti mereka berjerih lelah dalam hidupnya ini dengan sebuah pemahaman bahwa Tuhan pasti memberi berkat padanya setelah melihat usahanya.
Ketika menyadari bahwa semua adalah karunia Tuhan, dengan sendirinya ketika bekerja dan dapatkan semua harta, tidak pakai hanya untuk dirinya saja. Namun berbagi dengan sesamanya terutama mereka yang membutuhkan.
Tetap punya waktu untuk keluarga dan tetangga. Tidak sakiti hati sesamanya dan merusak alam.
Tidak ditentukan berapa banyak harta yang kita miliki melainkan tentang apa yang kita lakukan dan bagaimana menikmati hidup ini.
Bagaimana dengan keadaan diri kita saat ini? Kita termasuk yang mana sia-siakan hidup ataukah sibuk dengan kesenangan hati?
Ada sebuah video berjudul buku harian ayah. Seorang ayah menelepon anak perempuan satu-satunya.
"Anakku, bisakah kita menonton film yang telah kita bicarakan ketika engkau masih kecil? Ayah selalu tidak punya waktu untuk hal itu. Kali ini saja." Si anak menjawab: "Baik ayah.
"Dua jam kemudian. "Ayah, saya mendapat tugas mendadak. Nanti saya menelepon." Dua hari kemudian, si ayah telepon dan mendapat jawaban yang sama.
Satu minggu kemudian si anak perempuan itu mendapat kabar dan pergi ke rumah sakit karena ayahnya sakit sangat parah. Ketika tiba di ruang perawatan, ayahnya menitikan air mata. Dengan sisa-sisa kekuatan membisikan sesuatu.
"Ambilah buku harian di meja itu." Selesai berkata ayahnya menghembuskan nafas terakhir.
Selesai menguburkan ayahnya, ia mulai duduk membaca buku harian ayahnya. Tanggal 28 Juli 1981. Saat kamu lahir, saya sedang bertugas di luar kota. 1 Juli 1987.
Saya tidak bisa mengantarkan kamu di hari pertamamu bersekolah. 6 Juni 1993 ketika kamu lulus SD saya tidak ada. Hanya ibumu. 28 Juli 1994.