Kaum Perempuan Tolak Rancangan Qanun Poligami di Aceh, Laki-laki Akan Makin Leluasa Menikah Lagi

Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sedang menggodok Rancangan Qanun (Raqan) Hukum Keluarga, antara lain mengatur poligami atau istri lebih dari satu

Penulis: Agustinus Sape | Editor: Agustinus Sape
Tribun Medan
Para perempuan cantik yang siap diajak nikah oleh Gubernur Sumut Gatot Pujonugroho. Mereka memprotes pratik poligami yang dilakukan Gatot. 

Kaum Perempuan Tolak Rancangan Qanun Poligami di Aceh, Laki-laki Akan Makin Leluasa Menikah Lagi

POS-KUPANG.COM - Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sedang menggodok Rancangan Qanun (Raqan) Hukum Keluarga, antara lain mengatur poligami atau istri lebih dari satu orang di daerah itu. Menurut jadwal rancangan tersebut akan disahkan pada bulan September 2019.

Dilansir dari abc news Indonesia, total ada lima pasal yang mengatur soal poligami pada Bab VII dalam Raqan tersebut. Pasal pertama secara tegas membolehkan seorang pria di NAD pada waktu yang bersamaan untuk beristeri lebih dari 1 (satu) orang dan dilarang beristeri lebih dari 4 (empat) orang.

Sedangkan pasal selebihnya mengatur mengenai ketentuan dan mekanisme pria yang hendak melakukan poligami.

Jika rancangan qanun ini disetujui, NAD akan menjadi provinsi pertama di Indonesia yang akan melegalkan poligami.

Hukum Islam membolehkan seorang suami memiliki lebih dari satu istri.
Hukum Islam membolehkan seorang suami memiliki lebih dari satu istri. (Istimewa via abcIndonesia)

Sejumlah kalangan dan perempuan di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) menolak Rancangan Qanun yang akan melegalkan poligami. Aturan ini dinilai akan semakin mempromosikan praktek pria beristeri lebih dari satu di masyarakat.

Sejumlah perempuan Aceh kepada wartawan ABC Indonesia di Jakarta, Iffah Nur Arifah mengungkapkan kekhawatiran dan catatan mereka menyikapi raqan poligami ini, meski mengakui aturan ini memang dibolehkan dalam ajaran Islam.

Warga kecamatan Idi Rayeuk, Aceh Timur bernama Cut Ratna (45 tahun) mengaku tidak setuju dengan Qanun ini.

"Nanti kalau dilegalkan, saya khawatir makin leluasa laki-laki menikah lagi, karena udah diatur dalam qanun kan. Istri cukup satu sajalah gak usah banyak-banyak yang diurus suaminya. Kalau zaman Nabi, mungkin bisa adil, tapi kalau kita sekarang, susah adilnya, namanya manusia, kayaknya cuma nafsu aja," tegas ibu rumah tangga ini.

Sementara perempuan Aceh lainnya, Safrida (50 tahun) asal Peudada, Bireun mengaku tidak keberatan karena poligami telah diatur dalam Al Qur'an. Namun tetap ia berharap ada syarat yang ketat bagi yang hendak berpoligami.

"Tapi harus ada syaratnya yang sedetail-detailnya, kalau gak nanti perempuan aja yang dirugikan. Biar laki-laki jangan sembarangan kali kawin, mentang-mentang udah ada di Qanun dan legal, orang laki jadi mudah menikah lagi. Karena kita kawin ada anak, kekmana nanti anak kita urus, jadi gak bisa sembarangan." Kata perempuan berprofesi guru itu.

Sedangkan warga lainnya Mahmidar, 44 tahun, asal Lhoksukon, Aceh Utara menilai lebih baik hak poligami diserahkan ke masing-masing pribadi warga, tanpa perlu diatur pemerintah.

"Sebenarnya biarpun gak dibuat aturan itu, udah banyak laki-laki yang kek gitu kan, jadi buat apa lagi aturannya? Udah jalani aja seperti biasanya. Siapa yang mau silakan, semua tergantung pribadi masing-masing dan situasi di rumah tangganya bagaimana." tandasnya.

Bentuk promosi poligami

Rancangan Qanun Hukum Keluarga sebenarnya sudah dibahas sejak akhir tahun 2018 lalu. Dan saat ini tinggal dibawa ke rapat dengar pendapat umum (RDPU) pada awal Agustus 2019 mendatang.

DPRA Aceh sendiri berdalih salah satu alasan perlunya poligami diatur secara khusus dalam rancangan Qanun ini adalah karena maraknya kasus nikah siri di Aceh saat ini, sementara hukum Islam membolehkan seorang suami memiliki lebih dari satu istri.

Samsidar, aktivis perempuan Aceh dan mantan komisioner Komnas Perempuan.
Samsidar, aktivis perempuan Aceh dan mantan komisioner Komnas Perempuan. (Kumparan via abcIndonesia)

Namun alasan ini dinilai tidak relevan oleh aktivis perempuan Aceh yang juga mantan anggota komisioner Komnas Perempuan, Samsidar.

"Kalau disebut untuk antisipasi nikah siri, penyelesaiannya bukan poligami. Isu nikah siri di Aceh itu kompleks. Itu dulu banyak terjadi karena pada masa konflik institusi pemerintahan termasuk KUA tidak berfungsi, sehingga banyak orang menikah siri, dan bahkan program isbat nikah untuk mengatasi masalah itu saja sampai sekarang belum terselesaikan oleh pemerintah Aceh," Kata Samsidar.

Aktivis perempuan Aceh yang juga salah seorang penyusun naskah akademik dan draf rancangan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) ini menambahkan rancangan Qanun ini berisiko semakin merugikan pihak perempuan lantaran memuat sejumlah pasal karet yang multitafsir dan mengabaikan hak perempuan untuk menolak dipoligami.

"Pada salah satu pasalnya diatur syarat poligami adalah mampu bersikap adil. Pertanyaannya siapa yang nanti akan memberikan penilaian dia mampu berlaku adil? Kan adil itu sesuatu yang akan terjadi kemudian, bukan sebelum poligami? Gimana caranya mengukur mampu adil kalau belum terjadi. Kalau udah terjadi udah dipoligami namanya," tambahnya.

Rancangan Qanun Hukum Keluarga Bab poligami membolehkan seorang pria di NAD pada waktu yang bersamaan untuk beristeri lebih dari 1 (satu) orang dan dilarang beristeri lebih dari 4 (empat) orang.
Rancangan Qanun Hukum Keluarga Bab poligami membolehkan seorang pria di NAD pada waktu yang bersamaan untuk beristeri lebih dari 1 (satu) orang dan dilarang beristeri lebih dari 4 (empat) orang. (Istimewa via abcIndonesia)

Ia juga menyoroti ketentuan dalam salah satu pasal di Bab Poligami yang membolehkan pria menikah lagi meski tanpa izin atau persetujuan istri atau istri-istri lainnya jika salah satu saja dari sejumlah syarat yang membolehkan Mahkamah Syari'ah untuk menerbitkan izin bagi seorang pria untuk berpoligami sudah terpenuhi.

"Selama ini kalau mau jujur poligami banyak terjadi di luar persetujuan istri. Jadi ada pemalsuan izin dll, kalau pada UU Perkawinan yang jelas mengatur ketentuan harus ada izin istri sah saja diabaikan ketentuan itu, apalagi dengan Qanun ini yang memberikan peluang boleh tanpa izin istri untuk menikah lagi. Jadi terus terang bagi saya ini hanya bentuk promosi poligami dan mengabaikan hak-hak perempuan," tegasnya.

Samsidar mengingatkan Komisi VII DPRA kalau masih banyak isu kesejahteraan sosial lainnya yang lebih krusial untuk diprioritaskan ketimbang urusan poligami.

Ia merujuk pada masih tingginya angka kasus KDRT terhadap perempuan di Aceh serta kasus kesehatan dan kemiskinan perempuan.

Pegiat anti kekerasan terhadap perempuan ini menuding raqan itu hanya akan menguntungkan pria yang memiliki kecenderungan untuk berpoligami, termasuk sejumlah elite di NAD yang diketahui berpoligami.

Karenanya dia mengingatkan konsekuensi lanjutan dari aturan ini terhadap anggaran pemerintah.

"Kalau itu sudah ada dalam qanun, maka pejabat yang beristri lebih satu, berarti harus dibiayai oleh negara juga dong. Konsekuensinya begitu karena kan ada tunjangan istri kalau di Aparat Sipil Negara (ASN), bisa jadi nanti advokasinya akan seperti itu. Nanti ini bisa merembet ke provinsi lain."

Atas sederet pertimbangan ini Samsidar mengatakan Rancangan Qanun ini harus ditolak. Dia juga mempertanyakan tidak adanya naskah akademik yang menjadi salah satu syarat penyusunan aturan hukum di tanah air.

DPRA: Kami justru hendak mempersulit poligami

Menanggapi kritik dan kekhawatiran dari kalangan perempuan ini, Wakil Ketua Komisi VII DPRA Musannif mengatakan aturan ini justru hendak melindungi perempuan dari praktik poligami yang dilakukan seenaknya oleh laki-laki.

Ia pun menampik keras tudingan raqan ini justru akan semakin mempromosikan poligami.

"Syariat Islam memang mengatur pria boleh beristri dua tiga atau empat, tapi sampai di situ dikunci, gak diteruskan. Padahal ayat selanjutnya di QS. An Nisa berbicara tentang keadilan. Jadi kita mau bicara soal keadilan, jangan cuma mau beristrinya aja 2,3,4, tapi keadilannya gak mau tahu. Akhirnya lelaki hidung belang seenaknya aja kawin siri, siapa yang jadi korban? Lagi-lagi perempuan dan anak," kata politisi dari Partai Persatuan Pembangunan ini.

Musannif menegaskan raqan ini justru akan semakin mempersulit pria untuk berpoligami karena persyaratan berlapis yang diatur untuk mendapatkan izin berpoligami. Mulai dari mampu secara jasmani, mampu secara finansial yang dibuktikan dengan bukti penghasilan dari pekerjaan, izin istri sampai izin Mahkamah Syari'ah.

"Makanya kami atur semuanya, jangan mentang-mentang udah dapat izin istri langsung dia bisa nikah lagi, enggak gitu. Masih ada lagi yang harus dilewati yakni Mahkamah Syari'ah, mahkamah tinggi agama. Dia harus dapat izin dari hakim dan ini berat. Bukan hal ringan," tandasnya.

Wakil ketua Komisi VII DPRA, Musannif dari Partai Persatuan Pembangunan
Wakil ketua Komisi VII DPRA, Musannif dari Partai Persatuan Pembangunan (Internet via abcIndonesia)

Mussannif meminta semua pihak menyikapi raqan ini dengan kepala dingin. Dia juga mengingatkan masih terbuka peluang bagi semua pihak untuk memberi masukan termasuk menolak raqan ini. Karenanya dia meminta semua pihak untuk hadir dalam sidang rapat dengar pendapat umum (RDPU) pada awal Agustus 2019 mendatang.

Selain mengatur soal poligami, Raqan Hukum Keluarga juga mengatur tentang perkawinan, perceraian, dan perwalian.

Belakangan bermunculan gerakan yang mempromosikan poligami. Seperti Forum Poligami Indonesia (FP Indonesia) yang aktif menggelar forum
Belakangan bermunculan gerakan yang mempromosikan poligami. Seperti Forum Poligami Indonesia (FP Indonesia) yang aktif menggelar forum "cara kilat dapat istri empat" melalui serangkaian bimbingan dan pelatihan di berbagai kota. (ABC News/Jarrod Fankhauser)

Poligami adalah sistem perkawinan dimana seorang pria mengawini beberapa istri dalam waktu yang bersamaan.

Poligami berlawanan dengan praktik monogami yang hanya memiliki satu istri.

Baru-baru ini, diketahui bahwa Pemerintah Aceh akan melegalkan poligami.

Dikutip dari Serambinews.com, ketentuan mengenai pelegalan poligami diatur dalam Rancangan Qanun Hukum Keluarga yang sedang digodok oleh Komisi VII DPRA dan direncanakan akan disahkan menjadi qanun pada September nanti.

Saat ini, pihak Komisi VII sedang melakukan proses konsultasi draf rancangan qanun tersebut ke Jakarta, yakni ke Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).

“Draf qanunnya sedang kita konsultasikan dan saat ini saya juga sedang berada di Jakarta untuk keperluan itu,” kata Wakil Ketua Komisi VII DPRA, Musannif, kepada Serambi, Jumat (5/7/2019).

Rancangan Qanun Hukum Keluarga ini, menurut Musannif, merupakan usulan pihak eksekutif (Pemerintah Aceh).

DPRA lantas mempelajari draf yang diajukan itu dan menilai bahwa aturan yang terdapat di dalamnya bisa dijalankan di Aceh sebagai daerah yang bersyariat Islam.

Ketentuan yang diatur di dalam draf qanun ini, antara lain, menyangkut perkawinan, perceraian, harta warisan, dan poligami.

Musannif menyebutkan, di dalam ketentuan poligami itu ada diatur tentang syarat-syarat poligami, salah satunya harus ada surat izin yang dikeluarkan oleh hakim Mahmakah Syar’iyah.

“Dalam hukum Islam, izin ini sebenarnya tidak diperlukan. Tetapi dalam syarat administrasi negara, kita mau itu harus ada sehingga tidak semua orang bisa melakukan poligami,” terangnya.

Syarat-syarat lainnya yang juga diatur adalah kemampuan secara ekonomi serta sehat jasmani dan rohani.

Ketentuan jumlah istri juga disesuaikan dengan hukum Islam, yakni dibatasi sampai empat orang, dan jika menginginkan lebih dari itu, maka salah satunya harus diceraikan.

"Dalam hukum Islam, laki-laki dibolehkan menikahi perempuan sampai empat orang. Cuma terkadang laki-laki ini kan berpikir hanya pada frase 'dibolehkan sampai empat', sedangkan ayat sesudahnya 'yang berkeadilan' nggak dipikirkan," ujar Musannif.

"Nah, berkeadilan itu yang paling penting yang kita mau tuju, jangan waktu dia mau ambil fasilitas, kewajibannya nggak dijalankan,” sambungnya.

Berkeadilan inilah yang juga melandasi perlunya dibuat aturan yang melegalkan poligami.

Sebab, selama ini, diatur atau tidak, poligami marak terjadi di Aceh, hanya saja dilakukan melalui nikah siri atau pernikahan di bawah tangan.

Akibatnya, kaum perempuan mendapat ketidakadilan dan tidak terlindungi hak-haknya sebagai istri atau ibu dari anak yang lahir dalam pernikahan siri.

Secara pribadi, Musannif juga setuju jika poligami dilegalkan di Aceh.

"Daripada menghindari poligami, antipoligami, tetapi yang terjadi di lapangan justru poligami secara siri,” cetus politikus PPP ini.

Pihaknya menyadari bakal banyak sorotan terkait dilegalkannya aturan tentang poligami tersebut di Aceh, terutama dari LSM-LSM yang concernpada isu-isu gender.

Oleh karena itu, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang dijadwalkan pada Agustus nanti, pihaknya juga turut mengundang LSM-LSM tersebut.

“Kita akan undang mereka, kita mau dengar, dari sisi gender itu apa yang menyebabkan mereka tidak setuju dengan poligami?” tegas Musannif.

Sementara itu, melansir Antara News, Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kabupaten Aceh Barat, Teungku Abdurrani Adian mengatakan pihaknya sangat setuju dan sependapat dengan rencana Pemerintah Acehuntuk melegalkan poligami.

"Poligami ini secara Agama Islam memang sah (legal), akan tetapi selama ini belum diterapkan dalam aturan daerah. Jika aturan ini diterapkan, kita (ulama) sangat mendukung," kata Teungku Abdurrani Adian, Sabtu (6/7/2019) di Meulaboh.

Ulama memandang, upaya pengesahan peraturan daerah (qanum) poligami merupakan solusi terbaik kerana akan berdampak baik terhadap kehidupan masyarakat Aceh, khususnya bagi kehidupan rumah tangga.

Sehingga tidak akan ada lagi pihak-pihak yang merasa dirugikan.

"Untuk itu kami kalangan ulama sangat mendukung aturan ini, apalagi disahkan secara hukum negara, maka akan lebih baik. Hal ini sebagai solusi supaya jangan ada lagi pihak-pihak yang jadi korban akibat timbulnya poligami di masyarakat," tambah Teungku Abdurrani Adian.

Teuku Abdurrani Adian juga berpendapat, apabila aturan ini tidak dilegalkan, dikhawatirkan akan memicu munculnya penghulu liar di sejumlah daerah di Aceh.

Sebab, poligami itu tetap akan dilaksanakan oleh mayarakat yang menginginkan untuk memiliki istri lebih dari satu orang.

Ia juga menyarankan agar semua pihak memberi penjelasan bahwa secara hukum Agama Islam dan hukum negara, poligami memang dibolehkan dan tidak bertentangan dengan aturan yang ada. (*)

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved