Siswa Dilarang Bawa HP, SMA Negeri 1 Waingapu Gelar Sidak Berkala, Simak Beritanya

mengantisipasi terjadinya kasus kekerasan seksual anak dibawa umur, salah satu akibatnya karena hand phone, pihak SMA Negeri 1 Waingapu, Kabupaten Sum

Penulis: Robert Ropo | Editor: Ferry Ndoen
POS-KUPANG. COM/ROBERT ROPO
Kepsek SMA Negeri 1 Waingapu Putu Gede. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Robert Ropo

POS-KUPANG.COM | WAINGAPU---Untuk mengantisipasi terjadinya kasus kekerasan seksual anak dibawa umur, salah satu akibatnya karena hand phone, pihak SMA Negeri 1 Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Propinsi NTT melakukan sidak secara berkala bagi siswa yang membawa hand phone ke sekolah.

Kepsek SMA Negeri 1 Waingapu Putu Gede menyampaikan itu ketika dikonfirmasi POS-KUPANG.COM, Senin (8/7/2019).

Putu menjelaskan, pihaknya secara berkala melakukan sidak bagi siswanya yang membawa hand phone ke sekolah. Namun, pihaknya tidak bisa melarang para siswa untuk tidak menggunakan hand phone, sebab kini era milenial yang penuh dengan era digital.

PS Malaka Berjuang Petik Poin Penuh VS PSKN Kefamenanu di Ajang El Tari Memorial Cup 2019

Selain sidak, jelas Putu, pihaknya juga mewajibkan kepada seluruh guru mata pelajaran, pada saat kegiatan belajar mengajar semua siswa harus hand phonenya non aktif atau dimatikan.

"Karena tidak ada kepentingan siswa itu, untuk menerima, mengirim pesan atau gambar, serta menelpon siapapun karena ia harus belajar dan mendengarkan apa yang diajarkan guru. Dan kalau ada orang tua yang bergensi perlu dengan anaknya dia harus datang ke sekolah tidak bisa menelpon,"jelas Putu.

Nasib Suami-Istri Patah Kaki Tujuh  Bulan Tak  Berobat, Anak Putus Sekolah   

Putu juga mengatakan, pihaknya juga secara tata tertib mereka secara tegas mengatur bagi siswa yang membawa hand phone, pihaknya melakukan sosialisasi.

"Jadi kalau anak-anak membanta atau lalai ada tahap pembinaan 1 sampai 3, tapi ada ya sangsinya sampai dikembalikan ke orang tua. Pembinaan ini juga kita punya wadah yang namanya konseling sampai terakhir di kepala sekolah yang memberikan konseling,"jelas Putu.

Kata dia, pihaknya juga terus berkoordinasi dengan orang tua siswa sampai kapanpun, begitu ada siswa yang menyimpan gambar pornografi di hand phonenya saat itu juga pihaknya langsung memanggil orang tua.

"Ya puji Tuhan, sejauh ini tidak adalah yang sampai korban kekerasan seksual atau pelaku kekerasan seksual, karena kita benar-benar selalu wanti-wanti,"imbuhnya.

Menurutnya, itu adalah tugas mereka sebagai lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan, kata dia, sebagai rumah kedua siswa setelah rumah pertama orang tua.

"Guru adalah orang tua kamu kedua di sekolah. Sehingga apa pun yang terjadi baik menjadi korban kita selalu membantu di sekolah,"pungkas Putu.

Kepala Sekolah SMAN 2 Waingapu, Nimrot Ndjuka Mbani, S.Pd juga kepada POS-KUPANG. COM juga mengatakan, pihaknya memberikan kebijakan saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, Wali kelas selalu mengumpulkan hand phone siswa.  Hal ini untung anak-anak fokus pada kegiatan KBM.

Nimrot juga mengaku, sejauh ini belum ada kasus yang terjadi baik itu sebagai korban atau pelaku kejahatan seksual anak dibawa umur dari siswanya.

"Memang belum terjadi di sekolah kami, biasanya wali kelas mengumpulkan hp saat KBM,"kata Nimrot.

Nimrot juga berencana untuk melakukan pertemuan dengan orang tua, untuk memberikan kebijakan dengan melarang siswa untuk tidak boleh membawa hand phone ke sekolah.

"Memang saya ada rencana bicarakan nanti dengan orang tua siswa waktu rapat dengan komite,"pungkas Nimrot. 

Ini Angka Kasus Pencabulan di Kota Kupang

Angka kasus pencabulan di wilayah hukum Polres Kupang Kota sejak Januari hingga Juni 2019 mencapai sebanyak 36 kasus.

Demikian disampaikan Kapolres Kupang Kota, AKBP Satrya Perdana P Tarung Binti, SIK kepada POS-KUPANG.COM ketika ditemui di ruang kerjanya, Senin (8/7/2019).

"Data ini sudah termasuk data kasus pencabulan dari seluruh polsek di wilayah hukum Polres Kupang Kota," ungkapnya.

Dijelaskannya, puluhan kasus tersebut terdiri atas 11 kasus pencabulan dan sebanyak 25 kasus persetubuhan.

"Yang sudah P21 dan inkrah sejak Januari hingga Juni 2019 ada 10 kasus, dalam proses sidik (penyidikan) sebanyak 15 kasus, sisanya masih dalam proses lidik (penyelidikan)," ungkapnya.

Angka kasus pencabulan dari tahun 2018 lalu mengalami kenaikan.

Selain itu, dari puluhan kasus tersebut, terdapat dua tersangka yang merupakan anak dibawah umur.

"Kecenderungan yang saya lihat di mana ada anak dibawah umur juga yang menjadi tersangka," ujarnya.

Dijelaskannya, di satu sisi memang ada niat dan kesempatan pelaku untuk melakukan tindakan pencabulan kemudian, akan tetapi dalam teori korban, para korban tidak sadar bahwa mereka juga diajak dalam tindak pidana tersebut.

Hal ini, kata Kapolres Kupang Kota, dapat dilihat dari beberapa contoh kasus yang ada.

"Kembali pada teori korban di satu sisi memang ada niat dan kesempatan pelaku untuk melakukan (pencabulan) kemudian, ada juga teori korban di mana pihak-pihak korban terkadang tidak menyadari diajak," paparnya.

Sehingga pihaknya juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak cepat percaya dan selalu waspada terlebih kepada orang yang baru dikenal.

Faktor pemicu kasus pencabulan menurutnya adalah akhlak dan moral dari orang tersebut yang kurang.

Sehingga, lanjutnya, kepada semua stakeholder baik pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, sekolah, dan keluarga harus meningkatkan pendidikan akhlak dan budi pekerti.

Menurutnya, pendidikan moral dan akhlak sangat penting untuk membentuk karakteristik dari manusia sehingga tidak melakukan tindak pidana atau kejahatan yang merugikan orang lain.

"Walaupun selama ini sudah ada itu diingatkan kembali agar ang membatasi pergaulan bebas untuk putra-putrinya. Khususnya untuk anak wanita dapat menjaga dirinya tidak gampang terkena bujuk rayu orang lain apalagi orang yang tidak dikenal," ujarnya.

Karena sebagian kasus pencabulan yang terjadi juga diakibatkan karena salah dalam penggunaan media sosial, Kapolres Kupang Kota juga mengimbau untuk lebih bijaksana dan cerdas dalam menggunakan media sosial.

Cerdas dalam menggunakan media sosial, jelas Kapolres Kupang Kota, yakni tidak mengakses konten pornografi dan menjadikan media sosial sebagai sarana untuk memuluskan tindakan pidana.

"Untuk orangtua, pemuda/pemudi dapat menggunakan media sosial dengan cerdas, menghindari konten-konten pornografi maupun mengawasi terkait aktivitas di media sosial baik Facebook, Instagram WhatsApp," katanya.

Menurutnya, pihak kepolisian tidak bisa berjalan sendiri dalam penanganan atau proses hukum kasus tersebut, akan tetapi harus ada juga perhatian dan kerja sama secara kolektif oleh setiap stakeholder dan masyarakat. 

Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Lembata Meningkat di Tahun 2019

Kejahatan dan kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kabupaten Lembata meningkat pada semester pertama tahun 2019.

Termasuk kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur dan perempuan juga masuk dalam kategori ini.

Dibandingkan tahun lalu, kekerasan dan kejahatan terhadap perempuan dan anak ini mencapai 17 kasus dari Januari sampai 30 Juni 2019.

Sedangkan tahun lalu, jumlahnya mencapai 12 kasus pada periode semester kedua, Juli sampai Desember 2018.

Kasat Reskrim Polres Lembata, Iptu Yohanis Wila Mira ketika dihubungi, Senin (8/7/2019), mengatakan kasus ini juga sudah termasuk persetubuhan anak, pencabulan anak, perzinahan dan sodomi.

Dia menerangkan bahwa kebanyakan pencabulan dan kekerasan seksual kepada anak dan perempuan itu dilatarbelakangi oleh kebiasaan nonton film porno, bermain media sosial dengan konten konten porno, dan mabuk alkohol.

"Jadi dia lakukan itu dalam keadaan mabuk," tegasnya.

Pelakunya pun adalah orang-orang terdekat yang ada di lingkungan sekitar korban.
Dari 17 kasus kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak dan perempuan, kata Yohanis, sebanyak 3 kasus yang sudah P21 atau sudah dilimpahkan ke kejaksaan.

Ada 6 kasus yang diselesaikan secara kekeluargaan dan upaya mediasi, 5 kasus masih dalam tahap penyelidikan karena ada pelaku yang melarikan diri.

Sementara 3 kasus lainnya sedang dalam proses di kantor polisi, pelakunya sementara ditahan dan dia menjamin dalam waktu dekat sudah bisa dilimpahkan ke kejaksaan. 

Kasus Kekerasan Seksual pada Anak di Sumba Timur Semakin Meningkat

Hasil pantauan dan analisa data dan informasi yang dilakukan oleh lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sumba Timur selama 5 tahun terakhir, kasus kekerasan anak di Sumba Timur semakin meningkat.

Dalam 2 tahun terakhir kasus kekerasan seksual pada anak menjadi yang tertinggi mencapai angka 79% dari 96 kasus kekekerasan pada anak.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sumba Timur Anto Kila menyampaikan itu kepada POS-KUPANG.COM, Jumat (8/3/2019).

Anto mengatakan, kekerasan seksual umumnya menimpa anak perempuan yang tersebar hampir di seluruh Kecamatan dari 22 Kecamatan yang berada di Kabupaten Sumba Timur. Pada bulan Januari 2019 saja tercatat 15 laporan kasus kekerasan seksual pada anak.

"LPA mencermati kasus kekerasan pada anak, khususnya kasus kekerasan seksual, sudah harus mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat Sumba Timur. Apalagi, Sumba Timur belum memiliki fasilitas yang layak untuk memberikan pendampingan pemulihan secara psikologis bagi anak-anak korban kekerasan seksual tersebut,"kata Anto.

Anto juga mengatakan, penanganan terhadap korban diberikan seadanya oleh Dinas Sosial dan Dinas terkait lainnya. Sebagian besar korban dikembalikan kepada keluarga tanpa pendampingan pemulihan lanjutan.

Menurut Anto, hal ini menunjukkan adanya gap atau permasalahan dalam realisasi kebijakan terkait perlindungan anak. Padahal layanan tersebut sudah diamanatkan oleh Undang-undang 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, perubahan atas Undang-undang nomor 23 tahun 2002 termasuk Perda nomor 4 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Mencermati situasi yang berkembang, kata Anto, LPA memprediksi tahun 2019 kasus kekerasan seksual pada anak masih akan terus meningkat. Saat ini LPA sementara melakukan pemantauan terhadap perkembangan kasus dugaan hubungan seksual antar anak dalam kelompok-kelompok tertentu melibatkan anak SMP dan SMA, yang dilakukan berganti pasangan dalam kelompok tersebut.

"Hingga hari ini terindikasi sedikitnya 10 anak telah menjadi korban dan masih terus ditelusuri kemungkinan adanya penambahan jumlah korban,"terang Anto.

Kata dia, pada saat yang sama LPA juga sedang mengumpulkan berbagai informasi yang akan digunakan sebagai fakta hukum akan adanya dugaan prostitusi yang melibatkan anak dengan pelaku orang dewasa yang dicurigai menggunakan salah satu lokasi di luar kota yang telah pihaknya ketahui dan pantau sebagai tempat prostitusi tersebut.

"Perlu kehati-hatian memang dalam proses ini karena pada semua aspek yang harus diutamakan adalah keselamatan dan kepentingan terbaik anak khususnya anak-anak yang telah menjadi korban atau penyintas dan juga saksi,"imbuh Anto.

Untuk mengantisipasi risiko keterlibatan anak dalam isu ini, Kata Anto, LPA menghimbau para orang tua agar lebih memerhatikan perilaku anak di lingkungan maupun di luar rumah. Membangun hubungan yang positif dengan anak, menguatkan komunikasi orangtua-anak, serta melindungi mereka merupakan peran yang bisa dilakukan oleh orangtua.

Menurut Anto, sekolah, masyarakat, dan komponen lingkungan lain pun perlu membangun mekanisme perlindungan anak, termasuk mekanisme pelaporan, rujukan, pengawasan, melibatkan berbagai pihak yang bekerja secara terpadu dan terkoordinir baik itu kepolisian, OPD, LSM, pemerintah desa, dan lembaga layanan lainnya.

Anto juga mengatakan, LPA dalam waktu dekat akan meminta pemerintah daerah agar secepatnya melaksanakan amanat UUPA dan Perda Perlindungan Anak untuk menyediakan program dan layanan penanggulangan isu perlindungan anak di Kabupaten Sumba Timur. Penerapan aksi tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk penerbitan Perbup menuju Kota Layak Anak sebagai dasar untuk membentuk gugus tugas yang akan bekerja mendukung Waingapu menuju Kota Layak Anak sebagaimana yang tercantum dalam Perda Perlindungan anak.

"Langkah ini adalah wujud pelaksanaan amanah Negara sebagai penanggung jawab utama perlindungan anak, menyediakan layanan dasar pemulihan penyintas kekerasan, membangun kesadaran serta desain mekanisme perlindungan anak. Para pihak penanggung jawab perlindungan anak perlu memahami dan dapat mencermati bahwa kasus-kasus kekerasan yang terjadi sangat berpengaruh pada mutu generasi kita yang sekarang dan akan datang,"kata Anto.

Menurut Anto, komitmen bersama untuk melindungi anak-anak Sumba Timur dari berbagai bentuk kekerasan harus dideklarasikan oleh pemerintahan tertinggi di daerah ini sehingga akan menstimulasi semua pihak untuk bergerak dalam semangat yang sama. (*)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved