Headline News Hari Ini
NTT Potensial Pasar Pinang, Pedagang Jual 2 Ton Sepekan
Pedagang mengaku menjual pinang Sumatera. Sedangkan pinang lokal di antaranya berasal dari Alor dan Flores.
Penulis: Oby Lewanmeru | Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Pinang punya pasar potensial di Nusa Tenggara Timur (NTT). Sejumlah pedagang mengaku menjual 2 ton pinang dalam sepekan. Pinang didatangkan dari beberapa daerah, di antaranya Padang (Provinsi Sumatera Barat), Surabaya (Jawa Timur) dan Maluku. Ada juga pinang lokal yang berasal dari Alor dan Flores namun jumlahnya sedikit.
Pedagang di Pasar Lama Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nurmiyati mengaku menjual pinang yang didatangkan dari Sumatera dan Surabaya. Ia juga menjual pinang dari Larantuka (Flores Timur) dan Alor.
"Pinang ini kami beli dari orang yang ada di Kupang. Tapi orang yang di Kupang beli pinang ini dari Sumatera dan Surabaya," ungkap Nurmiyati saat ditemui, Selasa (2/7/2019).
• Jepara Klaim Tenun Ikat Sumba Timur
"Kalau pinang dari Larantuka dan Alor itu kan pinang lokal. Nah kalau kualitasnya yang lebih bagus itu pinang dari Sumatera dan Surabaya," tambahnya.
Nurmiyati membeli pinang Sumatera dan Surabaya seharga Rp 60.000/kg. Sedangkan harga pinang lokal berkisar Rp 52.000-Rp 55.000/kg.
"Tapi harga itu tidak menentu. Kadang ada orang yang bawa hari ini mereka kasih harga murah, tapi besok orang lain yang bawa harga beda lagi." Menurut Nurmiyati, harga pinang sudah turun sejak dua bulan terakhir.
Pedagang pinang di Waingapu, Kabupaten Sumba Timur mengaku pinang laris manis. Sepekan bisa 2 ton pinang terjual.
• DPRD NTT: Tarik Tenun Ikat Tiruan
"Satu minggu bisa terjual 1 sampai 2 ton. Hal ini karena tradisi orang Sumba Timur selalu makan sirih pinang, apalagi di saat pesta-pesta adat atau pesta nikah dan lainya. Biar sudah makan kue tapi mesti makan sirih pinang," ujar Jeni Jeslin (35), saat ditemui di Pasar Inpres Matawai, Kelurahan Matawai, Kecamatan Kota Waingapu, Selasa siang.
Omzet yang diperoleh Jeslin per hari berkisar Rp 2 juta sampai Rp 3 juta. Jeslin mengaku mendatangkan pinang dari Padang (Sumatera Barat) Surabaya, Kupang dan Flores. Ia beli pinang dengan harga Rp 60.000/kg, kemudian menjual Rp 65.000/kg sampai Rp 70.000/kg.

Dia juga menjual pinang lokal, tapi musiman. Apabila ada musim pinang maka diambil dari wilayah Melolo, Sumba Timur. Harga berkisar Rp 40.000/kg sampai Rp 45.000/kg. Jika kualitas pinang lokal bagus maka harga bisa mencapai Rp 80.000/kg.
"Harga pinang ini juga dijual dengan harga tawar menawar di pasar. Kalau harga pinang biasa bisa Rp 50 ribu sampai Rp 60 ribu per kilogram. Begitu juga harga pinang bagus khususnya pinang lokal memang harga tawar Rp 100 ribu, tapi bisa berkurang Rp 90 ribu sampai Rp 95 ribu per kilogram," sebut Jeslin.
• Polemik Tenun Troso Jepara Mirip Tenun Ikan Sumba, Ketua Pokdarwis: Kami Tidak Mengklaim
Hal senada disampaikan pedagang pinang lainnya, Mariana Bili (36). Mariana mengaku, selama sepekan pinang jualanya habis terjual bisa mencapai 1 sampai 2 ton. Sedangkan omzetnya Rp 2 juta sampai Rp 3 juta perhari.
"Pinang yang saya jual itu biasa saya ambil dari luar seperti dari Surabaya, Flores, Padang, dan Kupang. Kalau harga sampai di tempat jika pinang yang saya ambil dari luar maka harga Rp 60 ribu per kilogram. Tapi kalau saat ini pinang lokal Sumba Timur sementara musim jadi pinang dari luar saya tawar Rp 30 ribu sampai Rp 45 ribu per kilogram," ujar Mariana.
Sementara di Pasar Oesapa Kota Kupang, harga pinang kering asal Kabupaten Alor mencapai Rp 80.000/kg.
• Siswa SD di Flores Kirim Surat ke Presiden Jokowi
Penjual pinang, Yunus Nenobais mengatakan, "Dari pengalaman saya, pinang Alor mahal karena tipis, lebar dan rasanya juga enak. Namun, pinang kering dari Alor kadang tidak bertahan lama. Kalau disimpan dua atau tiga bulan, warnanya menjadi kehitaman."
Pria asal SoE Kabupaten TTS ini juga menjual pinang kering dari Ambon (Maluku) dan Padang (Sumatera Barat). Pinang kering asal Ambon kebanyakan berwarna merah, keras dan tebal.

Menurutnya, peminat pinang ini cukup banyak karena tidak lekas habis saat dikunyah. Namun ia tidak menjual karena jarang ada pembeli yang membeli dalam jumlah banyak.
"Saya jual pakai takaran kaleng susu berukuran kecil, harganya berkisar lima hingga belasan ribu. Biasanya orang beli pinang ini untuk konsumsi sendiri, bukan untuk acara-acara adat," ujarnya.
Ia mendapatkan pinang kering Ambon ini dari pemasok pinang asal Ambon sendiri. "Karena saya jual pinang kering dari berbagai daerah, jadi setahun saya hanya beli sekali, 300 sampai 400 kilogram," jelasnya.
• Dinas Pertanian dan Pangan Sumba Timur Tanam 11.000 Anakan Pohon Pinang
Pedagang lainnya, Selfi Laukuan lebih suka menjual pinang dari Flores. Alasannya, harganya tidak terlalu mahal, Rp 50.000/kg. "Di sini kita jual Rp 60 ribu per kilogram atau bisa Rp 70 ribu. Ada juga kita jual pakai takaran kaleng susu ukuran kecil," ujar Selfi.
Yuliana Liunokas mengatakan lebih suka makan pinang asal Ambon, karena harganya lebih terjangkau dan tahan lama. "Saya kan beli untuk makan sendiri. Kalau mau yang enak, tentu dari Alor atau Flores, tapi kalau dimamah cepat habis, jadi saya pilih pinang Ambon," kata Yuliana.
Di Kabupaten Malaka, umumnya konsumen tidak mengetahui asal pinang yang dimakan setiap harinya. Mereka membeli di kios atau pasar tanpa mencari tahu asal usul pinang.
• Selamat tapi Linglung, Begini Cerita Pendaki Hilang di Gunung Lawu, Arjuno, dan Piramid
Umumnya, masyarakat NTT mengkonsumsi pinang bersamaan dengan sirih dan kapur sehingga disebut sirih pinang.
Sebelumnya, Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi mengatakan, untuk mengkonsumsi pinang, masyarakat NTT harus mendatangkan dari Sumatera Barat.
"Orang NTT untuk budaya makan sirih pinang, makan pinang di TTU, TTS, Alor makan pinang tetapi pinangnya datang dari Sumatera Barat," kata Josef dalam acara Talk Show dan Diskusi bertajuk Kebijakan, Potensi dan Peluang Investasi NTT di Hotel Borobudur Jakarta, Jumat (28/6/2019) lalu.
Jauh sebelumnya, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat menyebut, warga NTT merupakan pemakan buah pinang nomor satu di Indonesia. Pinang yang dikonsumsi itu kurang lebih 60 persennya dari Sumatera Barat.
• Ramalan ZODIAK Hari Ini, Saatnya Dapat Promosi, Cek Milik Pujaan Hati, Hingga Hari Kurang Baik
"Tidak tanggung-tanggung, nominalnya mencapai Rp 1 miliar per hari. Sekali lagi, saya ingatkan kepada masyarakat yang sering mengonsumsi pinang, minimal agar di halaman rumahnya ditanami pohon pinang," tegas Gubernur Viktor dalam suatu kesempatan.
Tak Makan Ngantuk
Marselina Beda (75), warga Kota Mbay, Kabupaten Nagekeo, gemar makan sirih pinang. Wanita yang akrab disapa Oma Lina ini setiap saat selalu mengunyah sirih pinang. Ia juga menjual sirih pinang di Pasar Danga Kota Mbay.

Oma Lina mengaku jika tidak mamah sirih pinang maka ia merasa ada sesuatu yang kurang. Matanya pun ngantuk.
Untuk mengusir rasa ngantuk, dirinya terus menguyah sirih pinang dan ditambah tembakau kering untuk penawar.
"Kalau tidak makan sirih dan pinang pasti ada rasa ngantuk, mual dan rasa lain sekali. Ada yang kurang," ujar oma Lina di Pasar Danga, Selasa (2/7/2019).
Menurutnya, makan sirih pinang dilakukannya sejak masih remaja. Hal itu membuat dirinya tak bisa lepas dari sirih pinang. Setiap ada hajatan adat ataupun kegiatan lain, selalu makan sirih pinang.
• Dugaan Korupsi Pengadaan Kapal di KKP dan Bea Cukai Seret Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas
"Tidak ada istilah sirih dan pinang tidak ada. Pokoknya harus ada. Masa untuk konsumsi tiap hari ada untuk adat tidak ada, harus ada. Itu warisan nenek moyang. Nenek moyang dulu makanan utama itu sirih pinang simbol kebersamaan dan persahabatan," ucap Oma Lina.
Setiap hajatan, lanjut Oma Lian, sirih pinang selalu ada. Yang pertama dipersilahkan kepada tamu bukan air putih, teh atau kopi melainkan sirih pinang.
Anggota DPRD Provinsi NTT, Yohanes Rumat mengatakan, tradisi makan sirih pinang oleh masyarakat Manggarai sudah menjadi salah satu simbol adat istiadat. Simbol ini dilakukan saat penyambutan tamu.
"Jadi kalau di Manggarai sirih pinang juga sebagai salah satu simbol adat penyambutan setelah tamu sudah duduk diruang tamu, terutama acara adat," kata Yohanes.

Menurutnya, sirih pinang merupakan budaya masyarakat yang lahir sejak nenek moyang dan tersebar di beberapa daerah kabupaten dan kota di NTT.
"Tentu sirih pinang ini bermakna ganda antara lain sirih pinang dalam arti sesungguhnya yaitu sirih pinang ini disuguhi untuk dimakan oleh oleh keluarga atau tamu yang bertandan ke rumah kita atau disuguhi pada saat acara adat maupun pada saat menyambut tamu kehormatan," jelasnya.
Makna lain dari sirih pinang, lanjut Yohanes, yakni balas jasa atas pengakuan terhadap jasa orang lain sebagai tanda terima kasih.
• Ada Tiga Puluh Delapan Desa di Sumba Timur Belum Selesai Lengkapi Syarat Untuk Pencairan Dana
"Jadi bisa juga sebagai ungkapan yerima kasih terhadap sesama dalam suatu urusan, baik itu karena kita bersalah maupun dalam urusan terima kasih ketika mendapat kesuksesan," ujar anggota Komisi V ini.
Sebulan Habiskan Rp 1,2 Juta
Berapa dana yang dikeluarkan untuk belanja sirih pinang? Anggota DPRD Kabupaten Timor Tengah Selatan, Thomas Lopo mengaku, dalam sebulan menghabiskan Rp 1,2 juta untuk beli sirih pinang.

Bagi Thomas, sirih pinang dan kapur wajib ada dalam tasnya, ke mana pun ia pergi.
Jika tidak ada sirih pinang maka mulutnya terasa aneh dan matanya cepat mengantuk.
"Satu hari saya pasti beli sirih Rp 20.000 dan pinang Rp 20.000. Belum lagi kapur dan tembako. Tetapi tembako dan kabur beli satu kali bisa digunakan berhari-hari bahkan minggu. Jadi total sekitar Rp 1,2 juta sebulan saya keluarkan untuk sirih pinang," ungkap Thomas saat ditemui di SoE, Selasa (2/7/2019).
• Dibanding Liga 1 Musim 2019, Madura United Ternyata Prioritaskan Laga Piala Indonesia, Ini Detail
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengaku, mulai mamah sirih pinang tahun 2011. Ia meninggalkan rokok, karena mendapat komplain dari sang istri.
Menurut Thomas, sirih pinang tidak bisa dipisahkan dari kesehariannya.
"Sekarang ini pagi, siang, sore, malam pasti sirih pinang. Dalam tas samping saya pasti selalu ada sirih pinang," ujarnya.
Warga Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Rianto Jati (40) mengaku menghabiskan Rp 50.000 untuk beli sirih pinang.
• Ramalan Denny Darko Bikin Angel Karamoy Nangis, Tak Bakal Ada Penikahan, Masalah Keyakinan dan Anak
"Saya ini memang suka sekali makan siring pinang, kalau sehari tidak makan sirih pinang saya rasa tidak ada gairah hidup. Di rumah saya ada banyak keluarga saya juga jadi saya habiskan bisa sampai Rp 50 ribu setiap hari," kata Rianto.
Menurut Rianto makan siring pinang merupakan tradisi orang Sumba. Hal itu bukan dilakukan saat upacara adat, tetapi dilakukan setiap hari.
Nikson Bili Lelu (46) mengaku sangat suka sirih pinang. Sehari ia bisa menghabiskan Rp 20.000 untuk beli sirih pinang.
• Wakil Ketua PGRI NTT: Sistem Zonasi Batasi Kebebasan Anak Untuk Pilih Sekolah
Sementara sejumlah warga Kabupaten Malak, di antaranya Maria Hoar, Agustina Seran, Fina Luruk dan Paulus Nahak rata-rata belanja pinang Rp 2.000-Rp 4.000 per hari. Jarang sekali mereka membeli pinang dalam jumlah banyak kecuali ada acara adat.
Menurut Paulus, sirih pinang sudah menjadi tradisi masyarakat Malaka sehingga setiap orang selalu mempersiapkannya. Ketika tamu datang ke rumah, hal pertama yang dipersiapkan tuan rumah adalah sirih pinang. (yel/mm/rob/kk/jen/gg/din)