Berita Cerpen

Cerpen Riko Raden : Pada Akhirnya Pergi

Cerpen Riko Raden: Di tangannya selalu menggengam sebuah rosario. Dia tersenyum saat aku dan ibu ingin menghampirinya.

ilustrasi/capital internet
Cerpen Riko Raden, Pada Akhirnya Pergi3 

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Ketika kami melintasi gereja tua itu, aku sempat terharu melihat seorang pastor tua tengah duduk di depan gereja. Dia memakai jubah putih. Wajahnya sangat cerah bak seorang anak berumur belasan tahun.

Di tangannya selalu menggengam sebuah rosario. Dia tersenyum saat aku dan ibu ingin menghampirinya. Raut wajahnya mengerut, membentuk kenal bersinar oleh pantulan sinar surya siang bolong. Tak ada raut curiga atau takut di wajahnya.

Ia menyambut dengan senyuman dan rangkulan ramah bak seorang ayah merangkul anaknya yang pulang dari rantau. Senyumannya adalah seberkas cahaya yang memancar keluar yang menceritakan kepada semua orang bahwa ia adalah sebuah rumah.

Bobotoh Persib Bandung Teriak Persib Jelek, Robert Rene Alberts Siap Coret Pemain Tak Becus

Dia begitu antusias membimbing kami menuju gerejanya seolah-olah ingin menunjukkan sesuatu yang belum pernah kami lihat.

"Kek. Begitulah aku memanggilnya karena usianya sudah tua. Sejak kapan tinggal di sini?" Tanyaku.

"Sejak aku memilih untuk meninggalkan keluarga. Kira-kira 30 tahun yang lalu." Jawabnya.

"Memangnya keluarga kakek ada di mana?" Tanyaku lagi.

"Nak, keluargaku ada di kampung dekat bukit sandar matahari. Aku meninggalkan mereka karena aku ingin hidup membiara. Entahlah nak, sekarang aku bahagia dengan pilihanku."

Aku sempat berpikir, barangkali para belalang krancak sedang bergembira. Atau mungkin sedang menertawakan kekonyolan tentang perjalanan hidup seorang pastor tua ini.

Entahlah mungkin Tuhan ada cara tersendiri sehingga membiarkan pastor tua ini hidup sendiri di dalam gereja ini.

"Terima kasih kek, telah mengijinkan kami untuk masuk dalam gereja ini". Ujarku sambil melihat keindahan dalam gereja ini.
Ia pun tersenyum sambil merangkul diriku untuk masuk ke dalam gereja.

Ketika kami dipersilakan untuk masuk dalam gereja tua ini, ada rasa terdorong untuk ingin berlama-lama di dalam gereja ini. Pastor tua ini mengarahkan kami untuk menikmati pemandangan dalam gereja. Begitu tenang dan sunyi di dalamnya.

Lalu kami terdiam. Aku mengarahkan pandanganku ke atas altar. Tapi aku tak tahu apa yang aku lihat. Pikiranku melayang mengingat nasib pastor tua ini karena menyendiri di dalam gereja besar seperti ini.

Gereja ini adalah sebuah bangunan tua ketika Belanda masih menjajahi negeri ini. Pastor tua ini sudah ada pada saat itu. Setiap kali tentara Belanda ingin membunuh semua warga Indonesia di kota ini, dia selalu menahan agar tentara Belanda tidak membunuh umatnya.

Kalah Lawan Bhayangkara FC, Robert Rene Alberts Kecewa dan Ancam Depak Sejumlah Pemain Persib

Singkatnya, dia adalah gembala yang baik untuk domba-dombanya. Begitu banyak cerita masa lalu dari pastor tua ini tapi sayangnya, kami dibatasi oleh waktu sedangkan matahari terus beradu pada putarannya.

Aku ingin berlama-lama tapi ibu terus merayuku untuk meninggalkan gereja ini. Pada akhirnya, kami dan pastor tua ini akan melanjutkan cerita masa lalunya jika waktu memberikan kesempatan kepada kami untuk bertemu.

Akhirnya kami pamit untuk terus melanjutkan perjalanan pulang ke rumah. Saat kami mau pergi meninggalkannya, dia sempat senyum bertengger dari bibir kering keriput itu.

***
Senja baru saja berlalu. Kesejukan angin senja berganti sudah. Dinginnya malam pun menyapaku dalam rumah ini. Tentang perjumpaan dengan pastor tua siang tadi masih melekat dalam ingatanku. Aku sangat kagum dengan caranya yang sangat ramah, sopan santun, sederhana dan kewibawaannya.

Aku belum pernah melihat sosok seorang seperti pastor tua ini. Ingin selalu bersamanya membagi cerita maupun pengalaman masa lalunya. Dia begitu tabah menahan rindu dalam kesunyian dan ingin menyendiri di tengah kota. Sungguh aku sangat kagum dengan dirinya.

"Ibu, mengapa pastor tua siang tadi tidak melarang kita untuk masuk ke dalam gereja?" Tanyaku pada ibu.

ZODIAK BESOK! Ramalan Zodiak Selasa 2 Juli 2019 Cancer Resep Baru, Gemini Sibuk, Zodiak Lain?

"Nak, pastor tua itu sudah lama tinggal di gereja itu". Suara ibu sangat jelas saat angin malam berdiam seribu bahasa dan tunduk pada raja malam. Semua orang selalu datang untuk melihat keindahan dalam gereja itu. Bukan hanya warga kota saja tapi orang-orang dari luar negeri juga datang. Bukan hanya orang kaya tapi juga orang miskin untuk menikmati keindahan dalam gereja ini. Sambungnya.

"Tapi, mengapa pastor tua itu tinggal sendirian di gereja itu?"
"Nak, mereka telah berjanji untuk tinggal sendirian. Mereka tidak ada keluarga khusus. Keluarga mereka yaitu umat termasuk kita".

Lalu kami terdiam. Aku mengarahkan pandanganku ke langit malam. Tapi aku tak tahu apa yang aku lihat. Pikiranku melayang mengingat sosok kepribadian pastor tua itu. Cerita pastor tua tentang awal mula perjumpaan kami di gereja itu. Aku hanya mengangguk-angguk mendengar kisahnya.

"Ibu, aku ingin mengikuti jejak pastor tua itu."
"Apa maksudmu nak?" Tanya ibu tak paham.
"Aku ingin meninggalkan ibu dan mengikuti jejak pastor tua itu." Jawabku.

Ibu menatapku dengan sedih. Dia tidak menjawab. Dia malah menangis. Ibu mungkin sedih karena dia hanya memiliki anak semata wayang yaitu aku. Dia ingin supaya aku mengikuti jejak ayah sebagai seorang militer di negeri ini. Ayah meninggal dunia saat perang saudara di Sudan Selatan. Ayah diutus oleh negara ini sebagai satu-satunya seorang militer yang masuk dalam anggota PBB.

Perempuan ini Tewas Mengenaskan Terlindas Truk Semen, Ini Keterangan Polisi

Ayah meninggal dunia karena ditembak salah oleh seorang warga. Ibu ingin supaya aku meneruskan jejak ayah dan juga sebagai pelindung ibu apabila seorang pencuri ingin mencuri warisan kami.

Aku melihat ibu mengangkat alis. Matanya yang kelabu dan sudah lama kehilangan cahayanya memandang datar. Kosong dan tawar. Ibu yang begitu menyayangiku kini sedang bergantung pada seutas rambut untuk mempertahankan kecantikan juga nasibnya.

"Maaf nak, aku tidak ingin engkau untuk mengikuti jejak pastor tua itu." Katanya lagi.

"Ibu, sesungguhnya aku ingin selalu dekat di sini bersama ibu. Rasanya aku pun mengerti apa yang pantas kulakukan sebagai bukti kesetiaan seorang anak kepada orang tua. Apalagi sesungguhnya aku ingin mengukir sejarah hidup ini bersama ibu entah sampai kapan. Jawabku. Tetapi aku tidak bisa melawan suara hatiku. Aku ingin mengikuti jejak pastor tua itu." Sambungku.

Keheningan sekali lagi tercipta. Aku melihat wajah ibu begitu sedih. Mungkin dia tidak restu untuk kepergianku.

"Baiklah anakku. Sekarang daripada percakapan ini menjadi berkepanjangan maka dengarlah. Aku meminta kau tinggal bersama pastor tua itu bukan berarti engkau mengikuti jejaknya. Aku ingin engkau tingga di gereja tua itu dan setiap akhir pekan pulang ke rumah untuk menemani ibu mengukir kisah tentang bulan yang selalu setia berada di atap rumah kita. aku sudah tua dan kaulah satu-satunya yang aku harapkan.

"Tidak ibu. Aku ingin mengikuti jejak pastor tua itu. Aku tidak peduli akan apa yang terjadi."

"Baiklah nak, jika itu memang pilihanmu, aku tidak memaksa. Pilihanmu bukan pilihanku. Tetapi sebagai ibu kandungmu aku tidak ingin engkau memilih pilihanmu itu.

Bupati Malaka Cek Satu per Satu Penginapan Kontingen ETMC

Keheningan malam kian larut. Suara khas anjing malam sangat terdengar sekali di malam sunyi seperti ini. Di ruang tamu, aku duduk seorang diri menghadap ke barat. Sinar bulan masuk melalui jendela menembus gorden dan memberi sinar lembut ke selilingku yang tanpa lampu.

Alam sedang terbuai angin malam dan sinar temeram bulan yang sedang turun perlahan menggapai cakrawala. Demikian sepi hingga dapat kudengar suara tarikan napasku sendiri.

Ibu mungkin kecewa dengan pilihanku sehingga dia tidak lagi menemaniku. Dalam hatinya mungkin menangis karena aku meninggalkan dia seorang diri.

Di usianya semakin senja ingin selalu ada orang yang menenaminya. Membagi kasih dan cerita sebelum ajal menjemputnya.

"Maafkan aku ibu yang tidak setia menemanimu. Aku ingin mengikuti jejak sang pastor tua itu dan pergi meninggalkanmu. Aku berdoa semoga ibu selalu dilindungi Tuhan."
Aku melihat bulan tenggelam dan malam semakin larut.
(Riko Raden, mahasiswa STFK Ledalero, tinggal di unit St. Rafael Ledalero).

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved