Renungan Harian
Renungan Harian Kristen Protestan Minggu 16 Juni 2019, "Menyelesaikan Perbedaan Dengan Hikmat Tuhan"
Renungan Harian Kristen Protestan Minggu 16 Juni 2019, "Menyelesaikan Perbedaan Dengan Hikmat Tuhan"
Tentu saja perkataan beberapa anggota jemaat itu bukan saja membuat heboh jemaat Antiokhia, tetapi juga menyerang Rasul Paulus dan Barnabas secara pribadi yang dengan susah payah telah membangun jemaat tersebut.
Apalagi selama ini telah ada upaya dari pihak-pihak tertentu yang mempertanyakan kerasulan Paulus sendiri dan model pekabaran Injil tanpa Taurat yang dilakukan di berbagai tempat di kota-kota kafir di luar Yerusalem.
Berbeda dengan jemaat Yerusalem yang dipimpin oleh tiga soko guru jemaat (Petrus [yang disebut Kefas], Yakobus dan Yohanes lihat Galatia 2:9) yang nota bene kebanyakan asalnya berlatar belakang Yahudi yang tetap mempraktekan Taurat Musa dalam kehidupan kekristenan mereka dan menjadikan sunat sebagai tanda keselamatan, maka jemaat Antiokhia justru tidak lagi memperhatikan hukum Taurat dan adat istiadat Yahudi dalam kehidupan kekristenan mereka dan menjadikan baptisan sebagai tanda keselamatan dan bukan sunat.
Jadi jika para Rasul (Petrus, Yakobus dan Yohanes) yang memimpin jemaat di kota Yerusalem terus mempraktekan Injil dengan Taurat dalam kehidupan kekristenan mereka, maka jemaat Antiokhia di bawah kepemimpin Rasul Paulus dan Rasul Barnabas justru sebaliknya mengajarkan jemaat di sana dengan Injil tanpa Taurat.
Sehingga jika ada yang mempertanyakan keabsahan kekristenan Jemaat Antiokhia, maka sebetulnya sekaligus juga mempertanyakan kinerja Rasul Paulus dan Barnabas yang dianggap tidak sejalan dengan kebijakan para pemimpin di Yerusalem. Dan tentu hal ini sangat menggangu batin kedua rasul itu dan reaksi itu dicatat dengan baik oleh Lukas si penulis Kisah Rasul.
2 Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. (Kisah Para Rasul 15:2 a).
Dari sisi jemaat Antiokhia juga ucapan beberapa orang dari Yudea itu tentu saja menimbulkan kehebohan dan bahkan mungkin saja kemarahan.
Karena seolah-olah pekabaran Injil Rasul Paulus dan Barnabas yang telah bekerja keras demi mentobatkan mereka dari kehidupan kekafiran mereka kepada kehidupan yang selamat dalam iman kepada Kristus.
Juga seolah-olah menjadi kristen haruslah memakai “baju, pakaian dan aksesori keYahudin” yang bertumpu pada aturan Musa. Mereka selama ini sudah merasa nyaman dimana Rasul Paulus dan Barnabas tidak memaksakan mereka untuk disunat dan atau harus mengikuti Taurat Musa jika mau masuk Kristen dan sebagai tanda keselamatan mereka.
Mereka hanya diminta untuk beriman kepada Kristus dan dibaptis dan boleh hidup dalam kebudayaan mereka masing-masing. Artinya bahwa kebudayaan mereka setara dengan kebudayaan Yahudi atau mendapat tempat yang sama di mata Tuhan.
Untuk itulah mereka merasa berkepentingan untuk mengutus Rasul Paulus dan Barnabas dan beberapa orang yang lain untuk ke Yerusalem supaya masalah ini dapat dapat diselesaikan secara baik-baik dan tidak menimbulkan perpecahan dan kehebohan lebih jauh dalam jemaat Antiokhia.
“Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu”. (Kisah Para Rasul 15:2 b).
Usulan yang baik ini berbuah manis dimana malalui pertemuan delegasi jemaat Antiokhia di bawah pimpinan Paulus dan Barnabas dengan para Rasul di Yerusalem dan disaksikan jemaat di sana mendapat jalan keluarnya.
Melalui pemikiran Rasul Petrus (Kisah 15: 7-12) dan usulan simpatik dari dari rasul Yakobus (Kisah 15: 13) dicapailah kata sepakat dan kedamaian bagi semua pihak.
Kekristenan jemaat Antiokhia diakui, kerasulan dan hasil pekabaran injil dari Paulus dan Barnabas kepada bangsa-bangsa lain juga dianggap sah (Kisah 15:25, 26), dan para pemicu konflik atau provokator yang menggelisahkan dan menggoyang iman jemaat dianggap tidak mewakili suara dan pemikiran dari para rasul, penatua dan jemaat di Yerusalem (Kisah 15:24).