Hindari Praktek Budaya yang Menghambat Peningkatan Kinerja dan Kualitas Diri
Hindari Praktek Budaya yang Menghambat Peningkatan Kinerja dan Kualitas Diri.
Penulis: Ferry Jahang | Editor: maria anitoda
Hindari Praktek Budaya yang Menghambat Peningkatan Kinerja dan Kualitas Diri .
POS-KUPANG.COM - Hindari Praktek Budaya yang Menghambat Peningkatan Kinerja dan Kualitas Diri
“Gereja adalah suatu persekutuan orang percaya yang bertumbuh bersama dari orang-orang yang datang dari latarbelakang yang berbeda, ada suku Rote, Sabu, Timor, Alor, Sumba, Ambon, Jawa dan sebagainya dimana semuanya sama kedudukannya sebagai tubuh kristus yang saling memperlengkapi satu dengan yang lain (Efesus 4:12).
Tidak boleh ada yang menyebut diri sebagai pendatang dan atau tuan tanah gereja atau pribumi gereja; tidak boleh ada anggota gereja yang menunjukkan diri begitu hebat dan sempurna yang tidak membutuhkan orang lain, tetapi semuanya saling membutuhkan satu dengan yang lain.
Hindari Hindari praktek budaya yang menghambat peningkatan kualitas diri dan kinerja diri sendiri maupun orang lain dalam kehidupan bersama sebagai gereja Tuhan”, demikian cuplikan pemikiran dari Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, Dosen Pasca Sarjana Universitas Kristen Artha Wacana Kupang dalam khotbahnya pada Kebaktian Perayaan Bulan Bahasa dan Budaya yang memasuki minggu ketiga di GMIT Lahairoi Kuanheun, Klasis Kupang Barat, yang dilayani oleh Pdt. Doddy Oktavianus, Minggu, tanggal 19 Mei 2019.

Menurut Akademisi dan mantan wartawan Pos Kupang “penegasan ini telah dbuat oeh penulis surat Efesus dalam rangka mendamaikan anggota jemaat Efesus yang berseteru akibat perbedaan-perbedaan yang mencolokk karena berasal dar latar belakang yang berbeda, dari kalangan Yahudi maupun kalangan kafir dari kota Efesus.
“Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru.
Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan.
Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh” (Efesus 2:19-22).
Penegasan penulis surat Efesus ini penting karena sangat berkaitan dengan realitas sesungguhnya yang dialami jemaat itu.
“Realita yang ada dalam jemaat Efesus adalah ketegangan antara jemaat kristen berlatar belakang Yahudi dan yang berlatar belakang Kafir (Efesus 2:11; 3:1; 4:17).
Meredakan keteganngan itu sipenulis surat Efesus menawarkan konsep teologis tentang gereja yang dibangun di atas Kristus untuk mempersatukan dua suku bangsa yang berbeda itu, dimana keduanya telah dipersatukan menjadi soma christou (bahasa Yunani yang artinya tubuh Kristus lihat Efesus 4:12, Roma 7: 4; 12:5; 1 Korintus 10:16; 12:27)” , demikian Mesakh Dethan..
Jemaat di Efesus dingatkan untuk meninggalkan adat istiadat lama yang tidak mendukung persekutuan jemaat.
Mereka bukan lagi manusia lama, yang hidup dalam kegelapan perbuatan-perbuatan dosa, melainkan telah menjadi manusia baru di dalam Kristus.
Inilah menjadi dasar penting nasehat-nasehat dalam surat Efesus.