Peringati Hari Buruh Internasional di Kupang, KOMITMEN Gelar Aksi Massa
Peringati Hari Buruh Internasional di Kota Kupang, komitmen gelar aksi massa
Penulis: Gecio Viana | Editor: Kanis Jehola
Peringati Hari Buruh Internasional di Kota Kupang, komitmen gelar aksi massa
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Memperingati Hari Buruh Internasional ( May Day) 2019, puluhan mahasiswa di Kota Kupang yang tergabung dalam Komite 1 Mei untuk Kemerdekaan, Kesetaraan, Keadilan dan Kesejahteraan (KOMITMEN) menggelar aksi massa, Rabu (1/5/2019) pagi.
Aksi massa ini dilakukan sekitar pukul 09.00 Wita dengan mengambil titik kumpul di depan Universitas Widya Mandira (Unwira) Jln Ahmad Yani Kupang hingga titik akhir aksi di depan Universitas Nusa Cendana (Undana) lama di Jln Soeharto Kelurahan Naikoten I, Kota Kupang.
• Setelah di Kota Kupang PT Pegadaian Akan Bangun Rumah Sampah di Maumere
Terdapat beberapa organisasi yang tergabung dalam aksi ini diantaranya Pusat Perjuangan Mahasiswa Untuk Pembebasan Nasional (Pembebasan) Kupang, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Kupang, Gerakan Mahasiswa Reinhat (GMR) dan Federasi Serikat Buruh Demokratik (F Sedar).
Menggunakan alat pengeras suara yakni sebuah megaphone, mereka saling bergantian melakukan orasi politik dan membacakan puisi kepada para buruh.
• Tiga Hari Buron, Eks Anggota TNI Pelaku Kekerasan Seksual Ditangkap Saat Sembunyi di Rumah Warga
Mereka juga membawa poster dan satu baliho bertuliskan "Komite 1 Mei untuk Kemerdekaan, Kesetaraan, Keadilan dan Kesejahteraan. lawan Oligarki, Rebut Demokrasi Bangun Kekuatan Politik Alternatif."
Terik matahari dan asap kendaraan sepanjang rute aksi tidak menyurutkan semangat puluhan massa aksi yang merupakan mahasiswa dari berbagai kampus di Kota Kupang ini.
Tampak penjagaan ketat aparat kepolisian dari Kepolisian Resort Kupang Kota. Aparat kepolisian juga mengatur jalannya arus lalulintas yang saat itu macet.
Aksi massa tersebut juga menarik perhatian warga maupun para pengguna jalan.
• Hari Buruh di Purwokerto, Gubernur Ganjar Pranowo Ajak Pungut Sampah hingga Bagi-bagi Hadiah
Koordinator aksi, Oceph Kellen kepada POS-KUPANG.COM di sela-sela aksi mengajak seluruh rakyat Indonesia yang tertindas dan elemen-elemen perlawanannya untuk bersama membangun kekuatan politik alternatif sebagai alat penyatuan kekuatan perubahan bangsa dan tatanan masyarakat menjadi lebih demokratis, adil, setara, sejahtera dalam kondisi lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
Menurutnya, kekuatan alternatif tak mungkin tercapai bila semua rakyat tidak sungguh-sungguh berdedikasi, berkomitmen, berkemandirian membangun kekuatan politik alternatif, apalagi, lanjut Oceph, menggantungkan harapan pada elit satu dan lainnya.
"Perubahan hanya mungkin pada persatuan kekuatan rakyat yang berani, mandiri dan berkesadaran melawan oligarki, merebut demokrasi sejati. Kita terus berjuang untuk penghidupan yang layak sebagai manusia yang bermartabat," katanya.
Terdapat 38 tuntutan KOMITMEN kepada pemerintahan presiden Jokowi dan parlemen yang dibagi dalam empat tuntutan besar yang dibacakan saat aksi massa KOMITMEN.
Tuntutan pertama, demi Kesejahteraan. KOMITMEN menuntut kurangi jam kerja 6 jam/hari, Stop Union Busting, Naikkan upah 100 persen, Hapuskan sistem kerja kontrak, outsourcing dan magang, Cabut PP 78/2015: Anti perundingan upah, Cuti haid tanpa syarat, Cuti hamil dan melahirkan selama 14 bulan, Majukan K3 (Keselamatan dan Kecelakaan Kerja) dan laksanakan Konvensi Buruh Migran.
Tuntutan kedua, demi Keadilan, KOMITMEN menuntut, Hapus Pidana Pencemaran Nama Baik, Cabut delik Penistaan Agama, Cabut UU Ormas, Stop Hukuman Mati, Tolak RKUHP Ngawur, Usut dan tuntaskan Kejahatan Serius masa lalu, Hapus impunitas, adili Jenderal Pelangar HAM, Hapus Delik Makar, Hentikan Kriminalisasi Aktivis, Ganti UU Pemilu dan Parpol, Tentara stop urus ranah sipil, Bubarkan struktur komando teritorial, Tarik TNI/Polri Organik dan Non-Organik dari Papua, Buka akses jumalis internasional ke Papua, Cabut program Bela Negara di Kampus.
Tuntutan ketiga, demi Kesetaraan, KOMITMEN menuntut, Hormati hak berpendapat Rakyat Papua, Tolak intoleransi dalam beragama, Hentikan diskriminasi dan stigma pada LGBT, Hapuskan status kawasan industri sebagai obyek vital nasional, Kesehatan Gratis bagi Semua, dan Stop diskriminasi dan stigma terhadap buruh dan masyarakat bertato
Tuntutan keempat, demi Kehidupan, KOMITMEN menuntut, Hentikan Perampasan Tanah, Tolak Reklamasi, Wujudkan Reforma Agraria Sejati, Moratorium Izin dan Stop Ekspansi Pertambangan, Tutup Freeport, Segera Beralih ke Energi Bersih Terbarukan, Cabut ljin Usaha Perkebunan dan Tutup PT KSO serta kembalikan 2000 Hektar tanah petani Galela (Halmahera Utara) tanpa syarat.
Dijelaskan Oceph, tuntutan yang disampaikannya berdasarkan rasionalisasi logis bahwa standar normatif buruh di Indonesia ternyata tidak dihormati oleh perusahaan,
"Apakah standar normatif tersebut akan dihormati perusahaan, dan serta merta dilindungi negara? Tentu saja tidak! Kapitalisme dan kelas kapitalis, meskipun dalam ruang
demokrasi minimun melalui sistem pemilu yang ada sekarang dan sistem perpajakan negara yang tampak lebih adil, negara tidak niscaya memberikan kekuasaan dan membuka
belenggu kaum buruh," ujarnya
Sebabnya teramat sederhana dan obyektif. Kekuasaan negara melalui pemerintahan, parlemen dan bahkan sistem peradilannya selalu berarti kekuasaan untuk mempertahankan kepentingan kelas-kelas kapitalis.
Meskipun mereka bersaing satu sama lain untuk melanggengkan sistem kapitalisme secara seluruhan, baik di tataran lokal, nasional maupun global,
Namun, lanjut Oceph, sebuah sistem yang terus menerus mengakumulasikan modal dan kekayaaan bagi segelintir orang terus dilanggengkan; yakni sebuah tatanan ekonomi-politik yang bertumpu pada penghisapan kerja buruh dan pengerukan sumber daya alam tanpa batas, dengan menyisihkan dan menindas kita yang lemah bahkan dengan penjajahan terhadap kelompok bangsa dan mengabaikan kehendak untuk merdeka berdaulat.
Leboh lanjut, meskipin pemerintahan dan parlemen lokal maupun nasional telah berganti lima kali dan kepemimpinan negara berganti yang ketujuh, tidak ada perubahan fundamental bagi nasib para buruh.
Buruh di semua sektor dan industri maupun jasa serta rakyat yang terpinggirkan dan ditindas hak-hak asasinya masih terus berjuang bagi penghidupan yang layak dan lahan garapannya dari perampasan sewenang-wenang yang didukung negara melalui berbagai kebijakan dengan dalih pembangunan infrastruktur.
Melalui pemilu yang diklaim demokratis, Namun, mengancam siapapun yang golput, papar Oceph, dapat disaksikan bagaimana kekuasaan diperebutkan dengan menebar hoax, memapar ancaman dan politik ketakutan berbasis SARA, baik oleh elit politik
maupun militer termasuk para pendukung pemerintah maupun pihak oposisi.
"Mereka berhasil meracuni kesadaran massa dan menyeret rakyat dengan iming-iming janji
pembangunan. Namun, demi kekuasaan belaka. Mereka pada dasarnya sama saja atau berasal dari oligarki orde baru atau para Proxy-nya yang berpura-pura melayani rakyat. Namun, ujungnya bohong belaka," tegasnya
Di bidang pengupahan menurut Ocep, PP 78/2015 yang menetapkan UMP/UMR secara otomatis menyesuaikan dengan laju inflasi per tahunnya telah mengebiri kekuatan berunding serikat buruh di tingkat pabrik maupun daerah.
"PP Pengupahan ini membebaskan pemerintah dari kewajibannya melindungi buruh dari kesewenangan pengusaha dan menggadaikan negara dibawah kendali kekuatan modal," jelasnya.
Selain itu, walaupun pada 2012, Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Buruh Migran, ribuan buruh migran asal Indonesia yang tersebar di berbagai negara belum memperoleh perlindungan memadai atas hak-hak asasinya baik pada tahap seleksi di Indonesia maupun penempatannya di manca negara.
Bahkan, di negara negara teokrasi sepenti di Arab Saudi banyak buruh migran yang dianiaya oleh majikannya, namun diadili dengan hukuman pancung tanpa bantuan hukum dan upaya perlindungan diplomatik yang memadai dari pemerintah.
Untuk jam kerja para buruh, ujar Oceph, batas maksimum kerja 8 jam per hari masih terus dilangar. Untuk memperoleh upah
yang layak, buruh dipaksa bekerja lembur melampaui batas tersebut, seringkali dengan
bayaran sangat murah.
Di lain sisi, buruh dengan orientasi seksual yang berbeda (LGBT) mengalami stigma dan didiskriminasi di tempat kerja.
"Bahkan RUKHP yang tengah disusun DPR bersama pemerintahan Jokowi mengkriminalkan mereka. Kaum buruh tetap diberangus hak-haknya untuk berserikat secara mandiri (union busting). Tidak sedikit yang
mengalami pemecatan sepihak dan dipidana karena mengadvokasi dan menuntut haknya," tambahnya.
Selain itu, dengan mengerahkan dan menempatkan tentara irganio/non organik, secara aktif dan sistematis rezim-rezim pasca reformasi yang dipilih melalui pemilu, terus menindas bangsa West Papua, menyiksa dan membunuh mereka yang memperjuangkan hak rakyat Papua untuk menentukan nasibnya sendiri.
"Mukadimah UUD 1945 dan standar HAM internasional. Hak-hak buruh PT Freeport yang dipecat dengan dalih rasionalisasi dan perampingan operasi tambang bertahun lalu
merupakan kasus klasik kegagalan pemerintah melindungi hak-hak buruh," katanya.
Selain itu, Oceph juga menjelaskan, lahan pertanian dan pemukiman diberbagai wilayah pedesaan saat ini masif dirampas tanpa
kompromi, menguntungkan petani serta keputusan pengadilan yang menguntungkan petani.
Pemerintah pusat maupun daerah, kata Oceph, selelu menggelar 'karpet merah' bagi para pemodal maupun investor di industri sawit, semen, maupun tambang.
"Dengan dukungan pemerintah dan legislator pusat maupun daerah serta aparat keamanan
(seringkali mengerahkan tentara), para oligarki bebas merusak alam, ekosistem, wilayah
hutan lindung serta komunitas adat," katanya. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gecio Viana)