Peringati Hari Buruh Internasional di Kupang, KOMITMEN Gelar Aksi Massa

Peringati Hari Buruh Internasional di Kota Kupang, komitmen gelar aksi massa

Penulis: Gecio Viana | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/Gecio Viana
Suasana aksi massa Komite 1 Mei untuk Kemerdekaan, Kesetaraan, Keadilan dan Kesejahteraan (KOMITMEN), Rabu (1/5/2019). 

Tuntutan ketiga, demi Kesetaraan, KOMITMEN menuntut, Hormati hak berpendapat Rakyat Papua, Tolak intoleransi dalam beragama, Hentikan diskriminasi dan stigma pada LGBT, Hapuskan status kawasan industri sebagai obyek vital nasional, Kesehatan Gratis bagi Semua, dan Stop diskriminasi dan stigma terhadap buruh dan masyarakat bertato

Tuntutan keempat, demi Kehidupan, KOMITMEN menuntut, Hentikan Perampasan Tanah, Tolak Reklamasi, Wujudkan Reforma Agraria Sejati, Moratorium Izin dan Stop Ekspansi Pertambangan, Tutup Freeport, Segera Beralih ke Energi Bersih Terbarukan, Cabut ljin Usaha Perkebunan dan Tutup PT KSO serta kembalikan 2000 Hektar tanah petani Galela (Halmahera Utara) tanpa syarat.

Dijelaskan Oceph, tuntutan yang disampaikannya berdasarkan rasionalisasi logis bahwa standar normatif buruh di Indonesia ternyata tidak dihormati oleh perusahaan,

"Apakah standar normatif tersebut akan dihormati perusahaan, dan serta merta dilindungi negara? Tentu saja tidak! Kapitalisme dan kelas kapitalis, meskipun dalam ruang
demokrasi minimun melalui sistem pemilu yang ada sekarang dan sistem perpajakan negara yang tampak lebih adil, negara tidak niscaya memberikan kekuasaan dan membuka
belenggu kaum buruh," ujarnya

Sebabnya teramat sederhana dan obyektif. Kekuasaan negara melalui pemerintahan, parlemen dan bahkan sistem peradilannya selalu berarti kekuasaan untuk mempertahankan kepentingan kelas-kelas kapitalis.

Meskipun mereka bersaing satu sama lain untuk melanggengkan sistem kapitalisme secara seluruhan, baik di tataran lokal, nasional maupun global,

Namun, lanjut Oceph, sebuah sistem yang terus menerus mengakumulasikan modal dan kekayaaan bagi segelintir orang terus dilanggengkan; yakni sebuah tatanan ekonomi-politik yang bertumpu pada penghisapan kerja buruh dan pengerukan sumber daya alam tanpa batas, dengan menyisihkan dan menindas kita yang lemah bahkan dengan penjajahan terhadap kelompok bangsa dan mengabaikan kehendak untuk merdeka berdaulat.

Leboh lanjut, meskipin pemerintahan dan parlemen lokal maupun nasional telah berganti lima kali dan kepemimpinan negara berganti yang ketujuh, tidak ada perubahan fundamental bagi nasib para buruh.

Buruh di semua sektor dan industri maupun jasa serta rakyat yang terpinggirkan dan ditindas hak-hak asasinya masih terus berjuang bagi penghidupan yang layak dan lahan garapannya dari perampasan sewenang-wenang yang didukung negara melalui berbagai kebijakan dengan dalih pembangunan infrastruktur.

Melalui pemilu yang diklaim demokratis, Namun, mengancam siapapun yang golput, papar Oceph, dapat disaksikan bagaimana kekuasaan diperebutkan dengan menebar hoax, memapar ancaman dan politik ketakutan berbasis SARA, baik oleh elit politik
maupun militer termasuk para pendukung pemerintah maupun pihak oposisi.

"Mereka berhasil meracuni kesadaran massa dan menyeret rakyat dengan iming-iming janji
pembangunan. Namun, demi kekuasaan belaka. Mereka pada dasarnya sama saja atau berasal dari oligarki orde baru atau para Proxy-nya yang berpura-pura melayani rakyat. Namun, ujungnya bohong belaka," tegasnya

Di bidang pengupahan menurut Ocep, PP 78/2015 yang menetapkan UMP/UMR secara otomatis menyesuaikan dengan laju inflasi per tahunnya telah mengebiri kekuatan berunding serikat buruh di tingkat pabrik maupun daerah.

"PP Pengupahan ini membebaskan pemerintah dari kewajibannya melindungi buruh dari kesewenangan pengusaha dan menggadaikan negara dibawah kendali kekuatan modal," jelasnya.

Selain itu, walaupun pada 2012, Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Buruh Migran, ribuan buruh migran asal Indonesia yang tersebar di berbagai negara belum memperoleh perlindungan memadai atas hak-hak asasinya baik pada tahap seleksi di Indonesia maupun penempatannya di manca negara.

Bahkan, di negara negara teokrasi sepenti di Arab Saudi banyak buruh migran yang dianiaya oleh majikannya, namun diadili dengan hukuman pancung tanpa bantuan hukum dan upaya perlindungan diplomatik yang memadai dari pemerintah.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved