Anggota DPR Kena OTT KPK, Lucius Karus Ingatkan KPU dan Bawaslu Soal Serangan Fajar
Peneliti Formappi Lucius Karus mengingatkan penyelenggara (KPU) dan pengawas pemilu agar lebih ketat mengawasi praktik politik uang
Penulis: Agustinus Sape | Editor: Agustinus Sape
POS-KUPANG.COM - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus mengingatkan penyelenggara (KPU) dan pengawas pemilu agar lebih ketat mengawasi praktik politik uang.
Hal itu ia sampaikan Lucius Karus terkait penangkapan anggota DPR Bowo Sidik Pangarso dalam kasus dugaan menerima suap. Bowo diduga mengumpulkan uang suap untuk "serangan fajar".
"Kasus ini mengirimkan pesan kepada penyelenggara dan pengawas pemilu agar bisa maksimal mengawasi setiap kandidat khususnya mereka yang petahana," kata Lucius saat dihubungi oleh Kompas.com, Jumat (29/3/2019).
Bowo diketahui merupakan calon anggota legislatif (caleg) di daerah pemilihan Jawa Tengah II yang meliputi Kudus, Jepara, dan Demak.
Lucius menjelaskan bahwa kasus tersebut menunjukkan praktik politik uang masih berada dalam pusaran masalah pada pemilihan umum (pemilu).
Penangkapan Bowo juga dinilainya membuktikan tingginya biaya pemilu. Apalagi jika politik uang masih kerap dijadikan andalan.
Berkaca pada hal tersebut, Lucius pun berharap khususnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengantisipasi praktik tersebut.
"Bawaslu khususnya harus bisa mencarikan jalan untuk memastikan senjata uang para politisi tak merusak integritas pemilu," ungkapnya.
Tak Ada Hubungan dengan Pilpres

Ketua DPP Partai Golkar bidang Media dan Penggalangan Opini Ace Hasan Syadzily mengatakan, uang suap yang disiapkan untuk "serangan fajar" oleh kader Partai Golkar, Bowo Sidik Pangerso, tidak terkait dengan Pemilihan Presiden 2019.
Alasannya, Bowo bukan anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf meskipun berasal dari Golkar.
"Saya kira enggak, sama sekali enggak ada hubungannya (dengan Pilpres). Dia kan juga bukan TKN," ujar Ace di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (29/3/2019).
Lebih lanjut, Ace mengaku heran Bowo merencanakan serangan fajar untuk menang dalam Pemilihan Legislatif 2019. Sebab, Bowo mencalonkan diri di daerah pemilihan Jawa Tengah II yang meliputi Kudus, Jepara, dan Demak. Menurut Ace, dapil tersebut salah satu basis Partai Golkar.
"Jadi saya heran kalau misalnya seorang Bowo mau melakukan cara-cara itu karena yang saya tahu di sana Golkarnya sangat kuat sekali," ujar Ace.
Bowo telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan menerima suap. Namun, Ace yakin kejadian ini tidak memengaruhi elektabilitas Partai Golkar.
Alasannya Partai Golkar juga telah memberikan sanksi tegas terhadap Bowo. Bowo dipecat dari jabatannya sebagai ketua Badan Pemenangan Pemilu di Jawa Tengah.

Sementara itu, Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Erick Thohir menegaskan kasus yang menjerat caleg Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso tidak terkait Pemilihan Presiden 2019. Uang suap yang diterima Bowo disebut akan digunakan untuk serangan fajar saat Pemilihan Legislatif 2019.
"KPK sudah membuat statement bahwa tidak ada hubungan dengan Pilpres tetapi Pileg," ujar Erick di kawasan Senayan, Jakarta, Jumat (29/3/2019).
Erick mengatakan banyak kabar fitnah yang beredar di media sosial terkait penangkapan Bowo Sidik. Ada yang mengaitkan bahwa serangan fajar itu bukan untuk Pileg melainkan Pilpres.
Erick menyebut pendapatnya sama ketika mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy ditangkap KPK. Dia ketika itu mengatakan bahwa kasus tersebut adalah kasus pribadi.
"Statement yang paling jelas, bedakan antara pribadi dan pilpres," ujar Erick.
Tetap Sah Sebagai Caleg
Nama Bowo Sidik Pangarso masih tetap sah sebagai calon legislatif (caleg) meski Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka dugaan suap.
Pencalegannya dalam Pemilu 2019 tak terpengaruh karena kasus hukum yang menjerat anggota Komisi VI DPR Fraksi Golkar itu belum inkrah.
"(Bowo) memang masih caleg lah. Kan belum ada putusan inkrah," kata Ketua KPU Arief Budiman di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (29/3/2019).
Arief menyebutkan, KPU baru akan mengambil keputusan terhadap pencalonan caleg DPR RI Dapil Jateng II itu jika putusan hukum yang bersangkutan sudah inkrah.
"Ya nanti kita tunggu putusan inkrahnya seperti apa," ujar dia.
Surat Edaran KPU Nomor 31 Tahun 2019 mengatur pencalonan caleg yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) pasca penetapan Daftar Calon Tetap (DCT).
Surat tersebut menyatakan, caleg dinyatakan TMS jika terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah.
Pasca-inkrah, KPU akan mengklarifikasi kasus pidana yang dimaksud ke partai pengusung caleg.
Jika inkrah terjadi saat surat suara sudah dicetak, maka nama caleg tak dapat dihapus.
KPU akan mengumumkan ke TPS bahwa yang bersangkutan sudah tidak memenuhi syarat sebagai caleg.
Akan tetapi, jika yang bersangkutan tetap mendapat suara pada hari pemilihan, maka perolehan suara akan dikembalikan ke partai.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan anggota Komisi VI DPR, Bowo Sidik, sebagai tersangka. Bowo diduga sudah menerima uang sebanyak enam kali dengan nilai mencapai Rp 221 juta dan 85.130 dollar Amerika Serikat.
Pihak terduga pemberi suap adalah Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti.
Uang yang diterima Bowo diduga merupakan penerimaan suap dan gratifikasi sebagai anggota Komisi VI DPR.
Uang itu juga diduga dipersiapkan untuk dibagikan kepada warga atau kerap diistilahkan dengan "serangan fajar" terkait pencalonannya sebagai calon anggota legislatif di Pemilu 2019.
Atas perbuatannya, Bowo disangka melanggar Pasal 12 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
(Kompas.com)