Kisah Ketut Budiarsa Penderita Penyakit Langka, Menunggu 6 Tahun untuk Nikahi Gadis Idaman
Kisah I Ketut Budiarsa penderita penyakit langka, menunggu 6 tahun untuk nikahi gadis idaman
Kisah I Ketut Budiarsa penderita penyakit langka, menunggu 6 tahun untuk nikahi gadis idaman
POS-KUPANG.COM | DENPASAR - Suasana bahagia masih terasa saat Kompas.com menemui Ketut Budiarsa di kediamnnya di Jalan Raya Kedewatan, Ubud pada Selasa (19/3/2019).
Duduk di samping Budiarsa, Ida Ayu Ketut Kenari, perempuan 38 tahun asal Desa Rendang, karangasem. Keduanya baru saja melangsungkan pernikahan setelah menunggu selama enam tahun.
• KPK Koordinasi Pencegahan Korupsi dengan Lembaga Penegak Hukum hingga Pemprov Sumsel
Walau menderita penyakit langka, Osteogenesis Imperfecta yang menyebabkan tulangnya menjadi rapuh, tidak mengurangi semangat Budiarsa untuk menjalani hidup sebagai orang normal.
Budiarsa dan Ketut kenari bertemu pada 2013 karena sama-sama aktif di Yayasan Cahaya Mutiara Ubud. Yayasan ini didirikan oleh 15 penyandang disabilitas, Budiarsa menjabat sebagai ketua.
Ketut Kenari juga aktif dalam yayasan ini. Ketut menderita polio yang menyebabkan dirinya tidak dapat berjalan dengan normal. Aktif di organisasi yang sama membuat benih cinta tumbuh di hati Budiarsa. Kemudian menyatakan niatnya untuk menikahi Ketut Kenari.
• Polda Metro Sebut Penangkapan Pembajak Truk Tangki Pertamina Sesuai Aturan
Saat itu Ketut kenari tidak langsung menerima lamaran Budiarsa. Bahkan butuh waktu tiga tahun bagi Ketut Kenari memutuskan menerima pinangan Budiarsa.
"Waktu itu saya tidak langsung menerima, mau lihat dulu seperti apa orangnya biar tidak sembarang meutuskan. Ternyata dia memang baik orangnya," kata Ketut Kenari.
Bagi Budiarsa bisa menikah dengan ketut Kenari seperti mimpi. Mengingat hambatan yang dihadapi tiak sedikit. Baik dari sisi biaya maupun persetujuan orangtua.
Di rumahnya, Budiarsa tidak memiliki kamar yang luas untuk tinggal jika sudah berumah tangga. Selain itu keduanya datang dari kasta berbeda.
"Awalnya saya kepikiran apakah Dayu mau dengan saya karena beda kasta. Maunya kawin lari tapi keluarga tidak setuju, beruntung akhirnya Dayu dan keluarganya mau menerima saya," tutur Budiarsa.
Untuk melangsungkan pernikahan, Budiarsa tidak ingin memberatkan keluarga. Diam-diam Budiarsa menyisihkan hasil penjualan lukisannya untuk persiapan nikah tanpa sepengetahuan keluarga.
Setiap ada lukisan terjual, dibagi bersama saudara-saudara yang lain. Dari menjual lukisan, Budiarsa bisa menyisihkan uang sebesar Rp 35 juta. Jumlah tersebut sesungguhnya masih kurang, tapi bisa ditutupi dengan bantuan keluarga.
Pernikahan berlangusung pada Kamis (14/3/2019). Proses pernikahan berjalan lancar atas bantuan beberapa relawan. Pernikahan dikemas dengan sederhana dengan undangan terbatas.
Namun, di luar dugaan Budiarsa tamu yang datang membludak. "Saya tidak mengundang banyak orang karena memang kondisinya begini, tapi karena saya posting di Facebook makanya jadi banyak yang datang. Mereka bilang tahu saya menikah karena lihat di Facebook," kata Budarsa sambil tersenyum.
Bahkan sejumlah istri pejabat setempat datang dan rela berdesak-desakan. Dengan pernikahan ini terbersit niat Budiarsa untuk memiliki keturunan.
"Dengan kondisi saat ini pingin satu saja dulu, kalau ekonomi baik ya ingin sebanyak-banyaknya asalkan istri tidak menderita terlalu banyak," ucap Budiarsa.
Di tengah kondisi keluarganya sebagai penyandang disabilitas, Budiarsa ingin hidup seperti orang normal, termasuk membayar iuran banjar setiap bulannya. Penyadang diabilitas memang mendapat keringanan dalam hal partisipasi kerja secara fisik.
Namun, Budiarsa tetap membayar iuaran yang bersumber dari penghasilannya menjual lukisan. Setelah berkeluarga Budiarsa bertekad untuk berusaha lebih keras lagi agar dapat menabung lebih banyak untuk biaya hidup keluarga.
Dia tidak ingin terus bergantung apalagi meinta-minta pada orang lain. "Sangat malu kalau segala urusan prbadi dibantu keluarga. Kalau dikasih gratis memang enak tapi alangkah lebih baik punya penghasilan sendiri, lebih tenang hidupnya," ucap Budiarsa. (Kompas.com)