Peringati International Womans Day, LMND Suarakan Hentikan Kekerasan Terhadap Perempuan
Terdapat satu baliho yang bertuliskan 'Hancurkan Kapitalisme dan Imperialisme untuk Pembebasan Kaum Perempuan.
Penulis: Gecio Viana | Editor: Rosalina Woso
Sedangkan untuk Provinsi NTT sendiri, lanjut Iven, berdasarkan catatan Dinas pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A), tercatat sekitar 300 kasus pelanggaran terhadap perempuan dan anak.
Hal tersebut menunjukkan posisi kaum perempuan sering dijadikan objek kekerasan di dalam masyarakat. perempuan dianggap memiliki derajat yang lebih rendah daripada laki-laki.
"Anggapan ini tercermin dalam prasangka-prasangka umum dalam masyarakat seperti 'seorang istri harus melayani suami', 'perempuan adalah mahkluk yang lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa', 'Perempuan menjadi pelengkap romantisme belaka," jelasnya.
Menurutnya, anggapan itu secara tidak langsung menekan kebebasan perempuan. Hal tersebut diperparah dengan penguatan dari struktur moral masyarakat yang terwujud dalam peraturan agama dan adat.
"Jika kita tinjau lebih jauh dari aspek sejarah, dalam bentuk masyarakat nomaden atau komunal primitif dengan corak produksi berburu dan mengumpulkan makanan sebagai sumber kehidupan, perempuan dan laki-laki memiliki derajat yang sama,' katanya.
"Kehidupan nomaden dalam masyarakat komunal primitif atau berpindah-pindah tidak menutup kemungkinan akan terjadi kelangkaan SDA. Kelangkaan SDA ini mengancam kehidupan masyarakat sehingga corak produksi berburu dan mengumpulkan makanan tidak bisa dipertahankan," paparnya.
• Kabar Gembira Bagi Pencaker, BUMN Buka 11 Ribu Lowongan Dimana 1000 Dari Kawasan Timur Indonesia
• Perempuan Pengusaha Berbagi Pengalaman Dalam Event Sotis Inspiring Women
Desakan ekonomi tersebut membuat manusia harus mencari jalan keluar menemukan corak produksi baru.
"Di sini kaum perempuan berhasil menemukan pertanian sebagai bentuk atau corak produksi yang baru. Mereka menggunakan keterampilan untuk mengolah biji-bijian menjadi tanaman yang digunakan sebagai bahan makanan untuk seluruh komunitas," ujarnya.
Dalam sistem pertanian pada waktu itu, karena tingkat teknologi yang belum memadai, peran laki-laki dan perempuan mengalami perubahan.
Proses reproduksi manusia menjadi salah satu proses yang penting untuk mendapatkan senamyyak mungkin tenaga pengolah lahan pertanian.
Aktivitas seksual yang awalnya dianggap tidak penting perlahan mulai dianggap sebagai keadaan yang logis dan menyingkirkan kaum perempuan dari kegiatan produksi.
"Tersingkirnya kaum perempuan dalam ranah produksi berkembang sampai tahap kapitalisme hari ini. Dalam corak produksi ini kaum perempuan khususnya buruh mendapat diskriminasi dan eksploitasi," jelasnya.
Bentuk nyata eksploitasi atas kaum perempuan dapat dilihat dalam upah yang tidak setara, eksploitasi jam kerja maupun eksploitasi terhadap tubuh seksualitas perempuan yang dijadikan komoditas, pelecehan seksual, serta penerapan Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 pasal 81 ayat (1) yang telah diatur namun implementasinya masih sangat problematis.
• Garuda Akan Kembali Terbangi Kota Nagoya
• Teenager: Teeners, Hadapi Teman Berwajah Dua Dengan Cermat
Lebih lanjut, di Provinsi NTT selain kekerasan berupa fisik yang diterima perempuan seperti data yang dirangkum dari Dinas P3A, kekerasan psikis juga dialami perempuan (mama-mama dan remaja putri) dalam menolak tambak garam seperti persoalan pembangunan tambak garam di Desa Ponu, Kabupaten TTU dan Desa Mota’ain, Kabupaten Malaka.
"Mereka juga nantinya akan kehilangan sektor produktif berupa tanah akibat pembangunan tambak garam maupun perusahaan lainnya seperti yang terjadi di Desa Ponu, Kabupaten TTU dan desa Mota’ain, Kabupaten Malaka," paparnya.