Renungan Harian Kristen Protestan

Renungan Harian Kristen Protestan, Minggu 17 Februari 2019: Kata-kata itu Dasyat

Renungan Harian Kristen Protestan, Minggu 17 Februari 2019: Kata-kata itu Dasyat

Editor: Eflin Rote
Dok Pribadi/Mesakh A.P. Dethan
Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, MTh, MA 

Oleh: Pdt DR Mesakh A P Dethan MTh 

Kata-kata itu Dasyat

Kata-kata itu dasyat, demikian tema yang bisa ditarik dari dua teks pertama dari Perjanjian Lama (PL) dan satunya lagi dari PB. Dua teks Alkitab ini, yang satu dari kisah penciptaan dalam Kej. 1:1-2:4a dan yang kedua dari Injil Yohanes 1:1-18, tentu memiliki latarbelakangnya masing dan tentu ada perbedaannya, tetapi juga ada persamaan-persaman tertentu yaitu tentang Allah Pencipta dan CiptaanNya.

Kisah Penciptaan dalam Kitab Kejadian 1 maupun Injil Yohanes berbicara tentang Permulaan dari segala sesuatu. Kitab Kejadian berbicara tentang permulaan segala sesuatu, berbicara tentang detik-detik awal penciptaan dunia, dimana Allah menjadikan sesegala sesuatu, menata dan mengatur segala sesuatu yang kacau balau (tohu wa bohu) menjadi teratur, indah dan harmonis. Dan Allah kemudian melihat semuanya itu dan berkata „sungguh amat baik“ (valde bona, tob meod).

Menurur Prof. Dr. Gerard von Rad kisah Kejadian 1 ini adalah kisah Iman atau kesaksian Iman Umat Israel yang berkaitan dengan kisah keluaran dan dengan sepuluh perintah Tuhan bagi Umatnya: (ibrani ´ä|nökî yhwh(´ädönäy) ´élöhʺkä ´ášer hôcë´tîºkä më´eºrec micraºyim miBBêt `ábädîm) yang artinya Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan. Bahwa Allah yang mengikat perjanjian dengan suku bangsa Israel yang kecil ini, adalah Tuhan Allah yang menciptakan langit dan bumi.

Menurut Pdt. Dr. Werner Sonn Tentu mungkin orang bertanya, bagaimana orang bisa mengetahui permulaan dari segala sesuatu, pada hal pada waktu itu belum ada seorang manusia satu pun.

Jawabannya tentu pasti waktu itu belum ada satu orang pun. Akan tetapi kisah penciptaan ini, tidak berbicara tentang suatu berita tentang saksi mata kisah penciptaan, atau bicara tentang sebuah teori asal mudal dunia (teori BIG BANG, Urknall, suatu tumbukann awal yang besar), melainkan kesaksian Iman, yang juga mirip dengan pengakuan iman rasuli yang tiap minggu kita ucapkan Aku Percaya kepada Allah Bapa Pencipta langit dan bumi.

Jadi Penulis kitab Kejadian berbicara dari kacamata Imannya, bahwa yang menciptakan dunia ini bukan siapa-siapa tetapi hanyalah Tuhan Allah pencipta. Menurut kesaksian Perjanjian Baru pengakuan iman ini digenapi dalam diri Yesus Kristus, dimana Ia adalah Allah sendiri yang menjadi manusia. Ini dikatakan dengan jelas dalam teks bacaan kedua tadi dalam Injil Yohanes pasal 1:1 „in principio erat Verbum et Verbum erat apud Deum et Deus erat Verbum“. 

Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Pokok theologis penciptaan ini juga ditekankan juga dalam Surat Kolose 1:16,17 „16 karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. 17 Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia.“

Oleh sebab itu kita berhak menyakini bahwa ketika kita berbicara tentang penciptaan Allah, kita selalu dapat menghubungkannya dengan Yesus Kristus, yang sudah ada sejak awal mula penciptaan. Kata-kata yang Allah ciptakan menunjuk kepada Kristus sendiri. Jadi ketika penulis Kejadian 1:2 berbicara bahwa Allah berfirman jadilah Terang, dan terang itu jadi, bukan sekedar bahwa dunia yang diciptakan Allah itu perlu diterangi, tetapi lebih dari pada itu terang itu berasal dari Kristus sendiri, yaitu sang terang sejati. Yesus sendiri kemudian berkata: „"Akulah terang  dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." (Yoh 8:12).“

Apa yang kita renungkan dari dua pembacaan tadi, adalah suatu komunikasi Iman dari para penulis Alktab baik PL maupun PB, dan komunikasi iman itu mau tidak tidak mau melalui kata-kata. Dan perlu dicatat bahwa para penulis Alkitab baik PL maupun PB menegaskan bahwa kata-kata itu sungguh ajaib dan dasyat.

Kata atau Firman itu mempunyai kekuatan dan kuasa yang luar biasa. Namun disini Para penulis Alkitab mencoba untuik menegaskan bahwa kata-kata Allah berbeda dengan kata-kata manusia. Kata-kata yang keluar dari mulut Allah bersifat kekal, tetapi kata-akat yang keluar dari manusia bersifat fana. 

Dan dalam gereja kita harus jeli membedakan mana kata-kata yang berasal dari Allah dan mana dari manusia. Karena itu  gereja dalam pandangan dialektis Karl Barth mencoba untuk menjembatani dimensi gereja yang bersifat transenden dan imanen. Karena itu tidak semua kata-kata dari pemimpin gereja benar dan selalu harus diikuti, apalagi kata-kata yangdiucapkan itu karena “dalam keadaan mabok” baik karena kuasa atau pun karena ada interese dan kepentingan tertentu. Malahan harus ditentang apabila kata-kata dari para pemimpin gereja yang menyesatkan dan melecehkan gereja dan ajarannya sendiri. Terkadang karena kita terlalu mengkultuskanpara pemimpin kita semua perkataan dari mulutnya dianggap benar, bahkan mungkin dia kentutpun kita memujinya bahwa bau kentutnya wangi. Hehehe.

Menurut Kalr Barth ( dalam bukunya Die kirchliche Dogmatik) Gereja adalah Ciptaan Firman Allah dan karena itu bersifat Roh. Namun karena Gereja ada dalam dunia dan ia turut dibentuk oleh manusia, maka ia juga bersifat duniawi. Gereja adalah wujud dari tubuh Kristus dan disitu Firman Allah diberitakan. Dan Firman Allah harus tercermin dalam kehidupan gereja. Tetapi gereja itu sendiri bukanlah otomatis  Firman Allah.

Dalam dialektika seperti ini kehidupan dalam gereja adalah suatu pergumulan dan pengharapan kepada kedatangan kembali Yesus Kristus yang kedua kali. Disini Barth menyerang semua persepsi yang menyamakan atau memisahkan begitu saja antara gereja yang kelihatan dengan Firman dan Kerajaan Allah yang kekal. Gereja memang mencerminkan Firman Allah, tetapi ia bukan Firman itu sendiri. Gereja harus mencerminkan Kerajaan Allah, tetapi ia bukan Kerajaan Allah itu sendiri.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved