Rahmat, Bocah yang Terpaksa Jadi Pemulung dan Putus Sekolah Demi Perekonomian Keluarga
Rahmat, Bocah Berusia 12 tahun ini harus membanting tulang menjadi pemulung, ia harus membantu perekonomian keluarga dan terpaksa putus sekolah.
Kebutuhan makan sehari-hari ia dapatkan dari bantuan warga, para donatur dan tantenya.
Ita (30), tante Rahmat, yang juga bekerja sebagai pemulung, memiliki empat orang anak, mengandalkan suaminya yang berjualan es keliling.
Pendapatan suaminya hanya berkisar kurang lebih Rp 50.000/hari.
"Kalau pembeli sepi, apalagi hujan. Tidak lebih dari Rp 50.000," ujar Ita, tante Rahmat.
Ita menceritakan awal mula Rahmat menjadi pemulung karena semata-mata ingin membantunya.
"Rahmat orang yang peduli dengan keluarga," kata Ita.
"Kadang menangis melihat Rahmat yang harus menjadi pemulung di malam hari, rasanya tak tega. tetapi karena keadaan. Jadi mau tidak mau," sambung Ita, tante Rahmat.
Selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Rahmat juga harus membayar sewa kontrakan Rp 350.000/bulan yang dibantu juga oleh tantenya.
Selain memulung pada malam hari, setiap pagi Rahmat mengerjakan pekerjaan rumah, seperti menyapu, mencuci piring. Tak lupa Rahmat merawat kakeknya.
Saat di tanyai mengenai pendidikan Rahmat sempat sekolah, tapi putus di tengah perjalanan akibat bullying temannya.
"Kemarin sekolah sampai kelas satu, habis itu tidak mau lagi karena dibully teman tidak bisa baca," kata Rahmat.
Sekarang ia pun berkeinginan untuk melanjutkan sekolah lagi. Namun tidak ada biaya untuk keperluan sekolah.
Di tanya soal kepedulian dari pemerintah, atau yang lainnya, kakek Rahmat mengatakan ia mendapatkan kursi roda dari Dinas SosialPangkalpinang.
"Kalau dari pemerintah, lurah, kecamatan pernah ke rumah,"kata kakek Rahmat. (BANGKAPOS/Dwi Ayu Mauleti)
SUBSCRIBE YOUTUBE POS KUPANG >>>>>
FOLLOW INSTAGRAM POS KUPANG