Breaking News

Rahmat, Bocah yang Terpaksa Jadi Pemulung dan Putus Sekolah Demi Perekonomian Keluarga

Rahmat, Bocah Berusia 12 tahun ini harus membanting tulang menjadi pemulung, ia harus membantu perekonomian keluarga dan terpaksa putus sekolah.

Editor: Bebet I Hidayat
Bangka Pos/ Dwi Ayu Mauleti
Rahmat, Bocah pemulung di Pangkalpinang 

POS-KUPANG.COM – Rahmat, Bocah Berusia 12 tahun ini harus membanting tulang menjadi pemulung, ia harus membantu perekonomian keluarga dan terpaksa putus sekolah.

Minggu (3/2/2019), selepas Magrib, Rahmat mengambil gerobak  dan karung berwarna putih, di samping kediamannya, Pintu Air, Pangkalpinang,

Di usia belianya, Rahmat harus memulung sampah dan barang bekas untuk membantu ekonomi keluarganya,

Bocah berusia 12 tahun ini mendorong gerobak kecilnya menyisir gang sempit dan jalan raya untuk mengumpul barang bekas.

Ia hanya mengenakan kaos oblong, celana pendek dan beralaskan sandal jepit.

Pekerjaan ini ia lakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bersama kakeknya Arpani (58) yang sakit stroke sejak setahun lalu.

Mereka berdua tinggal di sebuah kontrakan, bersebelahan dengan anak kakek, tante Rahmat.

Jelang Live Streaming MotoGP 2019, Andrea Dovizioso Puji Marc Marquez di Laga Tes Pramusim 2019

Jelang Ahok Menikah Lagi, Ketua RT Kaget Malam-Malam Ada Mobil Mewah Masuk Rumah Puput Nastiti Devi

AS Janji Tarik Setengah Pasukannya di Afghanistan hingga April, 5000 Pasukan Ditarik

"Ayahnya sudah meninggal dunia dan ibunya tinggal di Prabumulih," jelas Arpani yang mengungkapkan kalau Rahmat adalah cucunya.

Rahmat tak kenal lelah setiap malam menjadi pemulung.

Nasibnya pun tak seberuntung anak seusianya yang masih bisa bermain.

Bahkan ia sudah tidak lagi sekolah sejak kelas 1 SD.

"Malam ini barang bekas yang paling banyak yaitu botol bekas," ujar Rahmat saat diwawancara bangkapos.com, Minggu malam (3/2/2019).

Barang-barang bekas yang didapatnya, dikumpulkan selama seminggu di rumahnya, kemudian ia jual kepada pengepul.

"Pembeli datang ke rumah, satu kilo Rp 4.000 sampai dengan Rp 5.000",katanya.

"Kadang seminggu hasilnya tidak mencapai Rp 100.000,"tambahnya

Kebutuhan makan sehari-hari ia dapatkan dari bantuan warga, para donatur dan tantenya.

Ita (30), tante Rahmat, yang juga bekerja sebagai pemulung, memiliki empat orang anak, mengandalkan suaminya yang berjualan es keliling.

Pendapatan suaminya hanya berkisar kurang lebih Rp 50.000/hari.

"Kalau pembeli sepi, apalagi hujan. Tidak lebih dari Rp 50.000," ujar Ita, tante Rahmat.

Ita menceritakan awal mula Rahmat menjadi pemulung karena semata-mata ingin membantunya.

"Rahmat orang yang peduli dengan keluarga," kata Ita.

"Kadang menangis melihat Rahmat yang harus menjadi pemulung di malam hari, rasanya tak tega. tetapi karena keadaan. Jadi mau tidak mau," sambung Ita, tante Rahmat.

Selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Rahmat juga harus membayar sewa kontrakan Rp 350.000/bulan yang dibantu juga oleh tantenya.

Selain memulung pada malam hari, setiap pagi Rahmat mengerjakan  pekerjaan rumah, seperti menyapu, mencuci piring. Tak lupa Rahmat merawat kakeknya.

Saat di tanyai mengenai pendidikan Rahmat sempat sekolah, tapi putus di tengah perjalanan akibat bullying temannya.

"Kemarin sekolah sampai kelas satu, habis itu tidak mau lagi karena dibully teman tidak bisa baca," kata Rahmat.

Sekarang ia pun berkeinginan untuk melanjutkan sekolah lagi. Namun tidak ada biaya untuk keperluan sekolah.

Di tanya soal kepedulian dari pemerintah, atau yang lainnya, kakek Rahmat mengatakan ia mendapatkan kursi roda dari Dinas SosialPangkalpinang. 

"Kalau dari pemerintah, lurah, kecamatan pernah ke rumah,"kata kakek Rahmat. (BANGKAPOS/Dwi Ayu Mauleti)

SUBSCRIBE YOUTUBE POS KUPANG >>>>>

FOLLOW INSTAGRAM POS KUPANG

Berita ini tayang juga di BangkaPos.com

Sumber: Bangka Pos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved