Berita NTT Terkini

Mahasiswa dan PSK Saat Demo ke DPRD NTT, Tolak Penutupan Karang Dempel

Sejumlah elemen mahasiswa dan sejumlah PSK melakukan demo ke DPRD NTT menolak penutupan Karang Dempel (KD) oleh Pemerintah Kota Kupang.

Penulis: Oby Lewanmeru | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/Oby Lewanmeru
Koordinator Front Perjuangan Rakyat, Ino Naitio berorasi Elemen di DPRD NTT, Senin (10/12/2018). 

POS-KUPANG.COM | KUPANG - Sejumlah elemen mahasiswa dan sejumlah pekerja seks komersial (PSK) melakukan demo ke DPRD NTT menolak penutupan Karang Dempel (KD) oleh Pemerintah Kota Kupang.

Selain menutup KD, mereka juga meminta pemerintah dan DPRD NTT menyelesaikan kasus hutan Pubabu di TTS serta mendesak adanya pengakuan warga di Pulau Kera.

Sejumlah elemen mahasiswa yang mendatangi Gedung DPRD NTT, Senin (10/12/2018), terdiri dari Front Mahasiswa Nasional (FMN), aliansi reformasi agraria, Himpunan Mahasiswa asal Lamboya (Hipmalaya), Kemanuri (Alor) dan Organisasi Pekerja Sosial (PSK).

Mutasi di Pemkot Kupang Ditunda, Thomas Ga Sebut Draft Ada Perubahan

Sekitar pukul 12:00 wita mereka sudah di Gedung DPRD NTT dan melakukan orasi.
Mereka berorasi sekitar setengah jam kemudian mereka membubarkan diri.

Mereka membawa sejumlah karton yang bertuliskan sejumlah protes di antaranya lindungi hak ulayat rakyat, tuntaskan kasus Poro Duka dan juga kasus-kasus agraria.

Tuntut Negara Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia, LMND Lakukan Aksi Massa

Mereka melakukan orasi yang mana meminta pemerintah menghentikan rencana penutupan KD.

Ino Naitio selaku Koordinator Front Perjuangan Rakyat mengatakan, kehadiran mereka hanya untuk menyampaikan aspirasi masyarakat soal rencana penutupan KD.

"Apakah dengan penutupan KD kemudian kasus prostitusi bisa selesai. Kita perlu kajian soal penutupan KD," kata Ino.

Dijelaskan, rencana penutupan KD itu sebenarnya bukan satu-satunya menyelesaikan masalah prostitusi.

"Kita melihat bahwa ketika ada kawan-kawan yang disatukan seperti di KD, maka dapat dikontrol dengan baik. Namun kalau ditutup, pasti saja akan muncul masalah sosial lain dan bisa muncul banyak kasus kekerasan dan pemerkosaan," katanya.

Terkait dengan kasus HIV/AIDS, dia mengatakan, di sana (KD) setiap minggu ada kontrol yang dilakukan oleh KPAD dan dinkes.

"Kenapa kita minta dibatalkan, karena dampaknya akan muncul pada adanya seks bebas," katanya.

Pihaknya, juga mempertanyakan kasus kematian Poro Duka di Lamboya, Sumba Barat, kasus hutan Pubabu.

"Kasus kematian Poro Duka ini belum tuntas, begitu juga dengan Hutan Pubabu di TTS. Hutan ini ada di Desa Linamnutu dan Desa Mio dan sudah selalu ada konflik antara masyarakat dengan pemerintah," ujarnya.

Pada kesempatan itu, mereka juga meminta pemerintah memberi pengakuan bagi warga di Pulu Kera dan juga pelayanan pendidikan di Pula Kera. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Oby Lewanmeru)

Sumber: Pos Kupang
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved