Opini Pos Kupang

Menyelidiki Perkembangan Moral Caleg

Kampanye adalah perwujudan spiritualitas politik pertemuan. Pada pertemuan demi pertemuan, diharapkan

Editor: Dion DB Putra

Seorang pejabat publik harus menguasai ketiga kompetensi ini. Menguasai kompetensi etika dan leadership tanpa menguasai kompetensi teknis akan menghadirkan wakil rakyat yang hanya mengandalkan niat baik. Itu tentu tidak cukup di tengah dunia yang makin menuntut keterampilan teknis yang kompleks ini.

Jika hanya menguasai kompetensi teknis dan kepemimpinan, maka pelayanan publik akan jauh dari citarasa solidaritas dan keberpihakan pada yang paling dirugikan sebagai akibat langsung dan tidak langsung dari pembangunan dan sistem kepemimpinan yang dipilih.

Kendati sulit diukur secara kuantitatif, kompetensi etika memegang peran sangat penting dan tak tergantikan. Etika sebagai filsafat moral membantu pejabat publik menemukan basis dan landasan berpikir yang peduli terhadap kebijakan publik sebagai upaya meningkatkan solidaritas sosial dalam rangka distribusi kekayaan secara legal.

Perkembangan Moral

Lawrence Kohlberg (1927-1987) menjabarkan enam tahap dalam tiga tingkat perkembangan moral seorang manusia. Tingkat konvensional adalah tingkat pertama dimana aturan tentang baik atau buruk, benar atau salah diterima dalam bentuk kesenangan fisik atau hukuman, pujian atau sanksi.

Tingkat pertama ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama, orientasi pada hukuman dan ketaatan. Seseorang sudah merasa berlaku etis kalau sudah tidak melanggar aturan dan taat pada semua aturan.

Tahap kedua, orientasi diarahkan pada keuntungan diri dan kesalingan. Sejauh menguntungkan diri sendiri dan tidak menabrak aturan bersama, seseorang sudah merasa berlaku etis. Pragmatisme dan relativisme membayangi tingkat pertama dan dua tahap awal ini.

Tingkat kedua adalah tingkat konvensional yang terdiri dari tahap ketiga dan tahap keempat. Ukuran kriteria moralnya ketika sudah mampu menjawab harapan keluarga atau kelompoknya. Tahap ketiga mencakup pemenuhan harapan antar-pribadi dan keseragaman atau orientasi keselarasan antarpribadi.

Tahap keempat, kewajiban terhadap masyarakat dan sistem sosial (orientasi mempertahankan masyarakat). Pada tingkat dan tahapan ini, hubungan antarpribadi ditempatkan sedemikian rupa pada suatu sistem dan kerangka interaksi sosial tertentu.

Seseorang merasa sudah berlaku etis kalau bisa menyenangkan dan memenuhi harapan seseorang, keluarganya, ataupun kelompoknya.

Tingkat ketiga adalah tingkat pasca-konvensional, yang terdiri dari tahap kelima dengan orientasi pada kontrak sosial dan tahap keenam pada prinsip etika universal. Seseorang berlaku etis bila mampu taat pada kontrak sosial tertentu, bahkan mengedepankan etika universal pada nilai-nilai kemanusiaan.

Secara singkat dapat dikatakan, untuk setiap tingkat dan tahap perkembangan, seseorang mempunyai dasar motivasinya berlaku etis.

Ketika ditanya, mengapa korupsi atau mencuri uang negara adalah perbuatan yang salah, maka pada tahap pertama orang akan menjawab, "Sebab kalau tertangkap (oleh KPK) akan dihukum".

Pada tahap ketiga jawabannya pasti berbeda, "Korupsi akan merusak hubungan dengan pihak yang dirugikan", misalnya masyarakat pemilih sebagai korban disunatnya jatah dana proyek. Sementara itu, pribadi pada tahap kelima akan merujuk pada kontrak sosial dalam masyarakat untuk kebaikan bersama. Pribadi mulia di tahap keenam akan dengan tegas mengatakan korupsi melukai kemanusiaan universal.

Kohlberg sengaja tidak dengan tegas membuat pembatasan berdasarkan usia.
Seseorang bisa saja sudah tua secara usia, namun perkembangan moralnya masih di tahap kedua atau ketiga. Atau, seorang anak muda bisa saja sudah berada di tahap kelima dan keenam berkat keteguhan hati dan pendidikan moralnya yang baik.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved