Opini Pos Kupang

Pariwisata Berbasis Local Knowledge

Antusiasme warga Kota Kupang saat itu mengandung pesan antara lain, 1) Masyarakat sadar bahwa mengonsumsi

Editor: Dion DB Putra
FOTO DICKY SENDA
Sambat Lu'at 

Kemudian, alat musik Sasando yang telah mendunia merupakan hasil karya nenek moyang dari Rote Ndao. Contoh lain, variasi kain tenun ikat, berbagai upacara pinangan di daerah ini, juga merupakan aktivitas masyarakat yang berbasis pada local knowledge.

Berbagai keunggulan tersebut di atas, merupakan hasil karya para leluhur (kecuali `given') yang dibuat berbasis pada pengetahun lokal. Singkatnya, NTT kaya dengan obyek wisata yang berbasis pada local knowledge.

Produk lokal ini merupakan sesuatu yang indah dan unik sebagai warisan leluhur sehingga sangat baik digunakan sebagai salah satu cara mengembangkan pariwisata di NTT.

`Cetak' Uang Berbasis Pariwisata

Pemerintah NTT telah menetapkan sektor pariwisata menjadi prioritas pertama dalam pengembangan ekonomi masyarakat NTT. Dari banyak aspek, sejauh ini aktivitas ekonomi masyarakat NTT bukan bersumber dari pariwisata tetapi bersumber dari sektor pertanian dalam arti luas dan kerajinan (tenun ikat).

Tidak sampai sepuluh persen rakyat NTT bergerak di sektor pariwisata. Oleh karena itu, untuk menjadikan sektor pariwisata sebagai `money getter' bagi masyarakat dan juga PAD NTT memerlukan semangat dan tekad serius dari pemerintah.

Pemerintah harus bangkit untuk mengerahkan semua tenaga, uang dan sumber daya lainnya untuk mewujudkan sektor ini sebagai penghasil uang. Kalau tahun 2017, sektor pertanian berkontribusi 29,5% terhadap PDRB NTT, maka berapa persenkah yang disumbangkan sektor pariwisata?

Harus diakui bahwa kepemimpinan Dr. Marius Jelamu dan jajarannya yang menahkodai Dinas Pariwisata Provinsi NTT sejauh ini menunjukkan tren positif. Pariwisata NTT dilihat dari aspek event dan obyek terjadi kemajuan signifikan.

Walaupun demikian, dampaknya terhadap masyarakat masih perlu diuji. Olehnya, mungkin ada baiknya pemerintah dan pihak terkait melakukan evaluasi terhadap program pengembangan pariwisata yang dikembangkan selama beberapa tahun terakhir.

Misalnya, event `Tour de Flores', "Tour di Timor' dan lainnya. Evaluasi tentang berapa banyak uang yang telah pemerintah investasikan ke dalam sektor pariwisata?. Apa hasil yang diperoleh? Berapa banyak uang yang telah `dikembalikan' ke pemerintah dalam PAD?

Berapa banyak event dan obyek wisata yang telah mengkristalisasi ke dalam aktivitas ekonomi masyarakat NTT? Apakah ada dampak nyata terhadap perkembangan ekonomi warga sekitar even atau obyek wisata? Masih banyak hal yang harus dilakukan evaluasi agar pengembangan pariwisata sebagai sektor unggulan ekonomi terjawab.

Evaluasi ini diperlukan karena dari aspek geografis maupun aspek perilaku masyarakat terdapat kesenjangan yang lebar antar wilayah di NTT. Interkoneksi antara wilayah, obyek wisata di lokasi yang berjauhan bukanlan pekerjaan yang mudah. Hal ini merupakan salah satu perbedaan pengembangan pariwisata di NTT dibandingkan dengan pengembangan pariwisata ala Bali. Letak obyek wisata yang berjauhan mereduksi optimisme wisatawan untuk berkunjung ke tempat itu karena berdampak pada peningkatan aspek biaya, tenaga dan waktu.

Di lain pihak, untuk mengubah perilaku masyarakat berbasis budaya pertanian dengan perilaku berbasis pariwisata yang mengutamakan keramahtamahan, sopan santun, kelemahlembutan, senyum, bersih, indah, pengetahuan dan skill yang mumpuni tentang pariwisata adalah pekerjaan yang sangat sulit.

Sebab, persoalan utama mengubah perilaku masyarakat NTT adalah pada aspek mengubah sikap dan `mind set'. Mengubah kedua hal ini membutuhkan waktu dan proses yang benar. *

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved