Opini Pos Kupang

Partai Golkar dan Selera Kencan Wanita Usia 45-54 Tahun. Maksudnya?

Kata dia, Golkar sejak awal berdirinya sangat menekankan pentingnya stabilitas bangsa segala aspeknya.

Editor: Dion DB Putra
TribunWow
Ketua Umum Partai Golkar, Airlanga Hartarto 

Mengutip derap sejarahnya, Golkar awalnya bernama Sekretariat Bersama atau Sekber Golkar dan resmi lahir 20 Oktober 1964. Kelahirannya atas prakarsa golongan militer tertutama kalangan perwira Angkatan Darat atau AD. Agenda perjuangan utama pada awalnya adalah memerangi rongrongan Partai Komunis Indonesia atau PKI, yang ketika itu terasa semakin menggerogoti stabilitas politik di Tanah Air.

Hanya dalam sekejap Sekber Golkar langsung didukung 61 organisasi golongan fungsional. Lalu dalam waktu relatif singkat pula, jumlah golongan fungsional pendukungnya melonjak mejadi 291 organisasi. Belakangan, hampir 300 organisasi golongan fungsional itu dipadatkan menjadi tujuh kino atau kelompok induk organisasi, di antaranya Koperasi Serba Guna Gotong Royong (Kosgoro), Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (Soksi), Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), Gerakan Karya Rakyat Indonesia (Gakari) dan Organisasi Profesi.

Jika komitmen awal terbentuknya adalah memerangi rongrongan PKI, Golkar -bersama partai linnya -dewasa ini menghadapi berbagai bentuk rongrongan lainnya. Sebut misalnya, kasus korupsi yang terus merajalela, perdagangan manusia, narkoba dan lainnya.

Salah satu kasus yang kini mencuat adalah krisis fiskal yang bersamaan dengan anjlokya nilai tukar rupiah. Atas krisis itu Golkar langsung tampil di garda depan menyodorkan solusi bagaimana sebaiknya mengatasinya.

Sebagaimana ramai dipublikasikan, Golkar tampil dengan usulan menantang. Melalui fraksinya di DPR, Ketua Umum DPP Golkar Airlangga Hartarto di Jakarta, Jumat (21/9/2018) lalu telah mengusulkan agar penggunaan dana optimalisasi difokuskan untuk mengatasi krisis tersebut.

Usulan itu tentu saja layak dianggap sebagai langkah berani dan menantang. Alasannya, karena dana optimalisasi bernilai puluhan triliun, sejauh ini ditengarai sebagai lahan bancakan kalangan oknum DPR di Senayan. Bersumber dari dana itu, mereka memburu rente melalui mafia pengaturan proyek.

Dari usulan itu pula, setidaknya menyiratkan dua pesan khusus. Pertama, Golkar hadir membawa solusi bersama pemerintah mengatasi krisis fiskal dan juga krisis nilai tukar rupiah yang sedang mendera. Tawaran solusi tersebut adalah wujud komitmen Golkar mau berubah, yakni menjadi partai yang bersih dari korupsi sekaligus bagian dari upaya mencegah mafia korupsi yang terus merajalela.

Terhimpun dari berbagai sumber, dana optimalisasi yang mulai dianggarkan melalui APBN sejak sekitar lima tahun lalu, nilainya tidak kecil. Sebagai contoh tahun 2013 nilainya sebesar Rp 11,8 triliun. Tahun berikutnya (2014) naik menjadi Rp 27 triliun, lalu melambung tinggi hingga hampir menyentuh Rp 60 triliun (persisnya Rp 58,36 triliun) pada tahun 2016. Sejauh ini dana optimalisasi itu menjadi lahan rawan korupsi yang melibatkan oknum DPR.

Kultus sistem

Tidak terbantahkan kalau Golkar adalah partai yang teruji nasionalismenya. Lalu terkait kepemimpinannya, Golkar adalah partai yang mengultuskan sistem, bukan individu seperti sejumlah partai politik lain di Indonesia. Didukung struktur organisasi yang sudah terbentuk hingga tingkat desa/kelurahan, Golkar diyakini tetap eksis, siapa pun menjadi ketua umumnya di tingkat DPP. Sejarah membuktikan, keberadaan Golkar tidak bergantung pada siapa pemimpinnya karena Golkar tidak mengultuskan individu.

Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto denga slogan baru: Golkar Bersih! Slogan itu tentu saja dengan tantangan tidak ringan. Ada banyak kader, fungsionaris atau pejabat kader Golkar, terjerat kasus korupsi. Sebut di antaranya, Setya Novanto (kasus korupsi KTP eletronik), Idrus Marham dan Eni Maulani Saragih (kasus korupsi proyek PLTU Riau 1). Terakhir kasus korupsi yang menjerat Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin. Neneng yang juga Ketua DPD II Golkar Bekasi, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Kamis (4/10) lalu. Ia diduga menerima suap terkait perizinan proyek Meikarta di Cikarang, Bekasi.

Seiring slogan Golkar Bersih dengan tantangan kasus korupsi yang terus merajalela -termasuk oknum kalangan pejabat berbaju kuning -Golkar diharapkan pula tampil di garda depan dengan solusi berani. Salah satunya, bebaskan calon bupati dan calon gubernur dari mahar pilkada.

Biaya pilkada jadi amat mahal antara lain karena mahar urusan partai terasa amat mencekik. Siapa tahu, perwujudan komitmen Golkar Bersih menjadi nutrisi baru yang menggeliatkan makna di balik analogi Golkar 54 tahun dengan selera kencan kaum hawa usia 45-54 tahun.*

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved