Berita NTT
Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Benain Noelmina 3 Tahun Tidak Bangun Embung
embung itu kewenangannya ada di satu dari Dinas PUPR, tapi kami di kehutanan selama ini kami belum pernah membuat embung hampir tiga
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gecio Viana
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Pina Ekalipta S.Hut.,MP, Kepala Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung (BPDASHL) Benain Noelmina Kupang mengatakan, pihaknya sudah tiga tahun tidak membangun embung di wilayah NTT, Jumat (5/10/2018)
"Setahu saya teman-teman tidak melakukan pengerjaan embung. Kalau embung itu kewenangannya ada di satu dari dinas PU PR, tapi kami di kehutanan selama ini kami belum pernah membuat embung hampir tiga tahun ini tidak ada," ungkapnya ketika ditemui POS-KUPAMG.COM di ruang kerjanya di kantor BPDASHL Benain Noelmina Kupang Jalan Frans Seda, Kota Kupang.
Namun demikian, dengan melihat curah hujan yang rendah di NTT yang masuk dalam kategori iklim D dan iklim E dimana hujan hanya 80 hari kalender setiap tahunnya pihaknya menilai pembangunan embung sangat tepat demi ketersedian air bagi masyarakat saat musim kemarau dan aktivitas pertanian masyarakat.
"Saya juga akan diskusikan dengan teman-teman lebih bagus itu embung jadi hujan itu ditampung. Salah satu kegiatan dari kami di daerah-daerah yang kami datangi kita coba modifikasi embung kalau boleh," ujarnya.
Ia mengungkapkan, pihaknya juga dalam pembahasan anggaran mengagendakan pembangunan embung di wilayah DAS Benain Noelmina.
"Kebetulan nanti minggu depan ada penyusunan anggaran nanti kita coba usulkan bisa nggak diadakan embung dan tipikal embungnya seperti apa? Kalau kita kemarin itu kita kehutanan yang ada itu buat penahan atau sedimen trapping," katanya.
"Nah nanti coba kita pilah misalkan di daerah itu lagi menanam kemudian butuh diembungakan ya kita coba buatkan embung," tambahnya.
Sementara itu, pihaknya juga akan melakukan berbagai terobosan yakni dengan menerapkan hidro gel dan melakukan rehabilitasi hutan dengan melakukan penanaman pohon endemik yang cocok dengan daerah di NTT.
"Terobosan lainnya kita buat hidrogen gel dia satu lobang tanam itu 2.5 gram dan dicampur dengan air 600 Mili. Nah dari spesifikasi yang ditawarkan hidrogen gel itu mampu menahan air tiga tahun. Harapan kita itu rekayasa teknologi," jelasnya.
"Terus kita juga milih tanaman-tamanam yang endemik artinya yang lokal saja dimana dapat hidup dan sesuai di daerah. Berarti itu yang sesuai," katanya.
Selain itu, lanjut Pina, pihaknya juga akan meningkatkan tutupan (tanaman) lahan dari yang kosong dan dari hutan yang ada.
Akan tetapi, kata Pina, terdapat beberapa tantangan yang menghambat proses rehabilitasi yakni pertama adalah bio fisik yaitu keadan tanah dimana lebih banyak kandungan batu daripada kandungan tanah.
Tantangan selanjutnya, jelas Pina, adalah keadaan iklim di NTT yang memiliki intensitas atau curah hujan yang rendah dan hujannya pun tidak lama.
"Yang iklim D itu sebagian di Pulau Flores kalau di Pulau Timor sini Iklim E," katanya.
Tantangan lainnya adalah kelembagaan dimana terdapat lahan kritis akan tetapi lembaga yang diisi oleh orang-orang yang konsen terhadap rehabilitasi hutan yang terbatas.
"Kemudian kita bekerja berdasarkan KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) dulu dinas Kehutanan Kabupaten begitu otonomi daerah bubar dan kita bentuk KPH yang mengelola kawasan hutan," katanya. (*)