Berita Nasional
Masih Ada Satu Keinginan Soekarno yang Belum Terwujud
Ingat, yang pantas menyambut terbitnya matahari itu hanya manusia-manusia abdi Tuhan, manusia-manusia yang manfaat
POS-KUPANG.COM--"Ingat, yang pantas menyambut terbitnya matahari itu hanya manusia-manusia abdi Tuhan, manusia-manusia yang manfaat."
"Karena itu jangan cengeng! Buktikan kepada setiap orang yang menatapmu, bahwa engkau memang pantas menjadi anak sulung Sukarno," tutup Sukarno.
Namun sayang, Guntur malah tak tertarik untuk terjun ke dunia politik, hidupnya kini juga jauh dari publikasi.
Padahal, dulu Guntur merupakan sosok yang diharapkan banyak masyarakat untuk bisa menggantikan kharisma Bung Karno.
Tak Punya Uang untuk Berobat
Situasi politik nasional pasca-terbitnya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) 1966 mengalami banyak perubahan.
Khususnya untuk Presiden Soekarno yang kekuasaannya berkurang secara perlahan dan berpindah ke tangan Presiden Soeharto.
Baca: Siswa Tak Sarapan Sebelum ke Sekolah, Tantangan Besar Pendidikan Dasar di Sumba Tengah
Tidak hanya kekuasaan yang berkurang dan menghilang, kondisi kehidupan Soekarno juga berubah drastis.
Kisah kehidupan Soekarno pasca-Supersemar dituturkan oleh salah satu mantan ajudannya, Sidarto Danusubroto.
Sidarto adalah anggota kepolisian yang menjadi ajudan terakhir Bung Karno.
Saat dijumpai Kompas.com di kediamannya, Jakarta Selatan, Minggu (6/3/2016), Sidarto mengungkapkan bahwa masa peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto berjalan panjang.
Dalam buku Memoar Sidarto Danusubroto Ajudan Bung Karno yang ditulis Asvi Warman Adam, Sidarto mengungkapkan bahwa pasca-Supersemar, Soekarno semakin tidak berdaya. Sang proklamator pun tidak mendapat kejelasan mengenai pembayaran gaji serta uang pensiun seorang Presiden.
Sampai pada di satu titik, Soekarno kehabisan uang untuk pegangan atau sekadar untuk menutup keperluan hidup selama menjadi tahanan kota di Wisma Yaso. Sidarto masih ingat ketika Soekarno memintanya mencarikan uang.
"Ini tidak mudah karena saat itu orang takut berhubungan dengan Soekarno," ungkap Sidarto dikutip dari Kompas.com
Soekarno lalu meminta Sidarto menemui mantan pejabat rumah tangga Istana Merdeka, Tukimin.
Dari Tukimin, Sidarto berhasil memeroleh uang tunai 10.000 dollar AS untuk diberikan kepada Soekarno.
Selanjutnya, Sidarto mencari cara agar uang tersebut lolos dari pemeriksaan penjaga dan sampai ke tangan Soekarno. Ia lalu memasukkan uang itu ke dalam kaleng biskuit dan meminta Megawati Soekarnoputri menyerahkannya kepada Soekarno.
"Megawati yang mengantarkannya, dan bisa lolos," ucap Sidarto.
Selama menjadi ajudan Soekarno, Sidarto sempat menyaksikan beberapa upacara kenegaraan termasuk proses penyerahan kekuasaan eksekutif dari Soekarno kepada Soeharto pada 20 Februari 1967.
Sejak saat itu, secara de facto dan de jure kekuasaan berpindah dari Soekarno ke Soeharto.
Selain tidak mendapatkan uang dari negara, semua fasilitas kenegaraan juga dibatasi ketat untuk Soekarno.
Termasuk fasilitas dokter kepresidenan untuk memeriksa kesehatannya.
Pada awal 1968, Soekarno dikenai tahanan rumah dan dibatasi aktivitasnya termasuk untuk bertemu keluarga.
Sidarto ditarik dari posisinya sebagai ajudan Soekarno oleh Polri pada 23 Maret 1968. Kondisi kesehatan Soekarno yang semakin menurun dianggap lebih memerlukan dokter ketimbang ajudan.
Megawati ungkap keluarga tak setuju Bung Karno dimakamkan di Blitar
Haul Proklamator RI, Bung Karno ke 48 diselenggarakan di Makam Bung Karno, Bendogerit, Kota Blitar, Rabu (20/6/2018).
Dalam kesempatan tersebut, Putri Bung Karno, yaitu Megawati Soekarnoputri berkesempatan memberikan sambutan sebagai perwakilan dari keluarga besar Bung Karno.
Presiden ke 5 tersebut menceritakan bagaimana perjuangan ayahnya bukan hanya dalam memerdekakan Indonesia tapi juga bangsa-bangsa lain yang terjajah.
"Dedikasi Bung Karno kepada bangsa dan negara baik dalam pemikiran maupun karya dan perjuangannya sangat luar biasa. Tidak heran rakyat Indonesia menyebut beliau proklamator, bapak bangsa dan juga sering disebut penyambung lidah rakyat Indonesia," kata Megawati.
Air mata Megawati mulai menetes saat menceritakan bagaimana kehidupan Bung Karno di akhir-akhir umurnya.
Yang justru harus dibuang dan dipenjara oleh pemerintah yang baru.
"Saya ikhlas dibuang, dipenjara, karena saya yakin suatu saat kita akan punya negara dan bangsa, itu yang diceritakan Bung Karno kepada kami, anak-anaknya," ujar Ketua Umum PDI Perjuangan ini.
Ketika Bung Karno meninggal, Megawati menceritakan bahwa keluarga tidak menyetujui untuk dimakamkan di Blitar.
"Tetapi karena pada waktu itu pemerintahan begitu keras, jadi seluruh keluarga akhirnya merelakan untuk dimakamkan disini," lanjutnya.
Ketika jenazah Bung Karno sampai di Kota Blitar, Megawati mengatakan banyak rakyat yang datang untuk mengantarkan jenazah Bung Karno.
"Padahal waktu itu, masyarakat tidak boleh banyak yang datang dan sangat dijaga dengan kuat, tetapi saya masih ingat arus dari rakyat itu tidak ada yang bisa membendung karena rakyat memang mencintai beliau," kata Megawati sambil menyeka air matanya.
Bahkan tidak cukup sampai di situ, Megawati menganggap telah terjadi Desoekarnoisasi yang bertujuan untuk menghilangkan ide dan gagasan yang telah dibangun oleh Bung Karno di negara yang telah dimerdekakannya sendiri.
"Tapi saya bilang kepada ayah saya, kami meminta ijin pada beliau, kali ini bapak, saya terjunkan salah satu cucu kamu yaitu Puti Guntur Soekarno, saya minta kepada rakyat Jatim untuk bisa menghargai Bung Karno dengan memenangkan cucunya bagi Jatim," kata Megawati.(*)
Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Keinginan Soekarno Untuk Dimakamkan di Kebun Raya Bogor Tak Terwujud, http://bangka.tribunnews.com/2018/07/21/keinginan-soekarno-untuk-dimakamkan-di-kebun-raya-bogor-tak-terwujud?page=4.