Arsitek Itu Profesi atau Okupasi? Inilah Jawabannya
UU ini menjadi peluang sekaligus tantangan dalam memberikan kualitas layanan jasa arsitektur pada masyarakat serta
Oleh: Don Ara Kian, ST. MT.IAI
Ketua Kehormatan Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) Daerah NTT
POS KUPANG.COM - Diundangkannya Undang-Undang No.6 /2017 tentang arsitek pada 11 Juli 2017 seolah menjadi tonggak sejarah baru bagi para arsitek dan praktik profesional arsitek Indonesia. Hadirnya UU ini memberi harapan baru dalam hal perlindungan terhadap masyarakat, baik arsitek maupun pengguna jasa arsitek .
UU ini menjadi peluang sekaligus tantangan dalam memberikan kualitas layanan jasa arsitektur pada masyarakat serta meningkatkan nilai tambah dan daya guna serta hasil guna karya arsitektur mendukung pembangunan bangsa ini.
Karena itulah tuntutan profesionalisme arsitek menjadi sangat mutlak diperlukan. Para sarjana arsitektur dituntut bisa mengikuti proses dan prosedur menjadi arsitek profesional.
Proses dan prosedur hanya bisa dilakukan melalui dua jalan yakni Pendidikan Profesi dan Asosiasi Profesi. Kedua lembaga ini akan mengantarkan sarjana arsitektur mendapat pengakuan keahlian.
Artinya lulusan perguruan tinggi tidak serta merta disebut arsitek. Sarjana arsitektur wajib mengikuti pendidikan profesi dan atau sertifikasi oleh asosiasi, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) untuk memperoleh gelar profesi ; Ar atau IAI. Tuntutan ini tidak semata oleh karena hadirnya UU Arsitek tetapi sejalan dengan UU No.2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi dan UU No.12/2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Kecendrungan dunia kerja dewasa ini semakin menuntut kompetensi yang memadai dengan latar belakang pedidikan yang jelas dan spesifik serta bersifat permanen. Di sinilah letak perbedaan antara Profesi dan Okupasi.
Profesi dalam pandangan Volmer (seorang ahli sosiologi-melihat makna profesi dari tinjauan sosiologis), merupakan pekerjaan atau bidang pekerjaan yang menuntut pendidikan keahlian intelektual tingkat tinggi dan tanggung jawab etis yang mandiri dalam praktiknya.
Artinya dalam kapasitas sebagai penyandang suatu profesi tertentu, seseorang mutlak menguasai suatu pengetahuan tertentu yang diperoleh baik melalui proses pendidikan dan atau pelatihan. Pendidikan yang dimaksud bukan hanya pendidikan formal, melainkan pendidikan tertentu sehingga seseorang mendapatkan ijazah atau sertifikat tertentu.
Pekerjaan yang dikategorikan sebagai suatu profesi wajib memiliki standar kualifikasi tertentu yang disusun secara sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Standar kualifikasi ini ditetapkan organisasi profesi yang bersangkutan.
Etika profesi termasuk dalam standar kualifikasi yang berwujud psikis. Terkait etika profesi, terdapat prinsip-prinsip yang harus ditegakkan. Romo Franz Magnis Suseno membedakan profesi dua jenis, yaitu profesi umumnya dan profesi luhur.
Perbedaannya adalah unsur pengabdian kepada masyarakat. Profesi luhur hakikatnya pelayanan pada masyarakat dengan motivasi utamanya bukan memperoleh nafkah dari pekerjaannya.
Pada umumnya, profesi menganut dua prinsip yang wajib ditegakkan, yaitu: (1) prinsip agar menjalankan profesinya secara bertanggung jawab, dan (2) hormat terhadap hak-hak orang lain.
Sementara okupasi berhubungan dengan jabatan pada satu kegiatan tertentu dan sifatnya tidak permanen. Menurut UUJK dalam satu kegiatan jasa konstruksi terdapat 3 kelompok kegiatan yaitu perencanaan/perancangan, pengawasan dan pelaksanaan.
Okupasi terkait kelompok-kelompok ini. Jadi Pengawas termasuk okupasi, yang menjabat bisa saja arsitek atau bukan tergantung kebutuhan (job des) jabatan tersebut.
Okupasi di Indonesia banyak dilakukan kelompok artis dengan tujuan mendapatkan penghasilan lebih. Sehingga istilah `artis serba bisa' hanya kita temui di Indonesia. Dan, masih banyak lagi motivasi orang melakukan okupasi.
Arsitek dan Praktik Profesi
Arsitek adalah profesi dengan persyaratan kompetensi tertentu yang meliputi; (1), ilmu pengetahuan diperoleh melaui jenjang pendidikan formal, S1, PP Ar, S2 dan seterusnya, pendidikan informal, kursus dan latihan, pendidikan tradisional, warisan budaya,
(2) Arsitek harus mempunyai keahlian kognitif, affective dan psikomotorik dalam bidang arsitektur, sosial dan budaya; (3) Pengalaman; (4) Pelayanan; setelah mempunyai komitmen melaksanakan suatu proyek, maka arsitek harus sungguh memberikan pelayanan sampai batas maksimal kemampuannya.
Karena itu seorang arsitek dalam menjalankan praktik profesinya wajib memenuhi 13 kompetensi sebagaimana ditetapkan Ikatan Arsitek Dunia (UAI) maupun Ikatan Arsitek Asia (ARCASIA) serta Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).
1. Kemampuan menghasilkan rancangan arsitektur yang memenuhi ukuran estetika dan persyaratan teknis dan bertujuan melestarikan lingkungan. 2. Pengetahuan yang memadai tentang sejarah dan teori arsitektur termasuk seni, teknologi dan ilmu pengetahuan manusia.
3. Pengetahuan tentang seni rupa dan pengaruhnya terhadap kualitas rancangan arsitektur. 4. Perencanaan dan perancangan kota. 5. Memahami hubungan antara manusia dan bangunan gedung serta antara bangunan gedung dan lingkungannya. 6. Menguasai pengetahuan soal cara menghasilkan perancangan sesuai daya dukung lingkungan.
7. Memahami aspek keprofesian dalam bidang arsitektur dan menyadari peran arsitek di masyarakat, khususnya dalam penyusunan kerangka acuan kerja yang memperhitungkan faktor sosial.
8. Memahami metode penelusuran dan penyiapan program rancangan bagi sebuah proyek perancangan. 9. Memahami permasalahan struktur, konstruksi dan rekayasa berkaitan dengan perancangan bangunan gedung .
10. Menguasai pengetahuan mengenai permasalahan fisik dan fisika, teknologi dan fungsi bangunan gedung sehingga dapat melengkapinya dengan kondisi internal yang memberi kenyamanan serta perlindungan terhadap iklim setempat . 11. Menguasai keterampilan untuk memenuhi persyaratan pihak pengguna bangunan gedung dalam rentang-kendala biaya pembangunan dan peraturan bangunan.
12. Menguasai pengetahuan tentang industri, organisasi, peraturan dan tata-cara yang berkaitan dengan proses penerjemahan konsep perancangan menjadi bangunan gedung serta proses mempadukan penataan denah-denahnya menjadi sebuah perencanaan yang menyeluruh.
13. Menguasai pengetahuan mengenai pendanaan proyek, manajemen proyek dan pengendalian biaya pembangunan.
Dengan pemahaman ini maka dapat disimpulkan bahwa seseorang yang melakukan kegiatan profesional sudah dipastikan sebagai ahli dan sebaliknya seseorang yang melakukan okupasi belum tentu ahli. Pelaku jasa konstruksi termasuk para arsitek harus punya kesadaran etik dan moral terhadap nasib pembangunan bangsa.
Praktik profesi arsitek harus memenuhi beberapa hal ini. (1) Persyaratan; menyangkut hubungan kerja yang mengacu kepada kode etik dan tata laku profesi Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).
Satu-satunya asosiasi arisitek yang diakui negara hanya Ikatan Arsitek Indonesia (IAI). (2); Peraturan; ini berhubungan dengan peraturan yang berlaku, termasuk peraturan daerah setempat. UU No 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung yang sudah diturunkan dalam bentuk Peraturan Bangunan Gedung mesyaratkan adanya ciri khas arsitektur setempat.
Oleh karena itu setiap karya arsitektur harus memenuhi tiga hal pokok. (1) Kokoh, Kuat dan Tahan Lama (Firmitas), (2), Berfungsi dengan Baik dan Benar (Utilitas) dan (3) Sedap dipandang dan Mengesankan (Venustas). Hal ini sekaligus menegaskan perbedaan desain arsitek dan yang bukan arsitek.
Penutup
Dalam karya arsitektur, para arsitek selalu berpedoman pada dasar perancangan antara lain ; (1) Pragmatik yakni konsep yang menyelesaikan satu atau beberapa masalah tertentu yang nyata dan terukur, misalnya iklim, keterbatasan lahan, dana, waktu pembangunan, bahan bangunan dan atau konstruksi spesifik.
(2) Typologi yakni konsep yang berdasarkan tipe-tipe bangunan yang telah dikenal secara umum. Tipologi bangunan berdasar fungsi, misal: sekolah, hotel, apartemen/rusun, ruko, rumah tunggal di atas tanah, kantor sewa bertingkat, masjid, gereja, dsb,
(3) Kanonik yakni konsep yang berdasarkan aturan-aturan atau dogma-dogma yang dianggap memiliki nilai luhur, (4) Ikonik yakni; konsep yang menggunakan ikon yang dapat berarti simbol, bentuk yang mudah dikenali, bentuk yang terkenal, dan mewakili suatu kota atau negara. (4) Analogi yakni konsep yang berdasarkan kemiripan visual dengan sesuatu yang lain, bisa bangunan lain, alam, atau benda buatan manusia.
(5) Metafora yakni konsep yang berdasarkan kemiripan dengan sesuatu yang lain secara tidak kasat mata, (6) Mix yakni konsep-konsep di atas bisa dikembangkan untuk mendapatkan bentuk unik, ciri khas, dan sesuatu yang 'baru'.
Profesi arsitek adalah panggilan hidup yang mulia maka teruslah berkarya para arsitek Indonesia karena profesi yang diberi 'kuasa' oleh Tuhan untuk 'mencipta' hanyalah arsitek.
Semoga arsitek Indonesia menjalankan profesinya dilandasi etik dan moral serta tidak terjebak okupasi karena yang ditinggalkan oleh arsitek bukanlah semata benda mati seperti bangunannya, tetapi "legacy", yaitu dampak dan kualitas positif yang dapat menginspirasi generasi penerusnya. *