Kekalahan, Jiwa Besar dan Politik. Apresiasi untuk Catatan Sepakbola Dion DB Putra

Ada perasaan sakit luar biasa saat pengalaman kekalahan menghampiri idealisme kehidupan yang terarah pada hal-hal yang

Editor: Dion DB Putra
zoom-inlihat foto Kekalahan, Jiwa Besar dan Politik. Apresiasi untuk Catatan Sepakbola Dion DB Putra
ISTIMEWA
Cover Buku Bola Itu Telanjang karya wartawan Pos Kupang, Dion DB Putra (Penerbit Lamalera, 2010)

Oleh: Louis Jawa
Pastor Desa, tinggal di Reo, Manggarai-Flores

"Tidak pernah ada tim yang selalu menang dan selalu kalah. Yang ada hanya kalah atau menang!...Kejayaan seorang pemain atau suatu tim sepakbola pasti mengenal batas. Tak pernah ada sebuah kesebelasan yang terus berjaya. Mereka sadar betul bahwa suatu ketika ia akan jatuh, meski tak pernah dikehendakinya. Dalam pengalaman saya sebagai pemain maupun pelatih, saya pernah bahkan berulang-ulang merasakan sakitnya sebuah kekalahan." (Franz Benckenbauer)

POS KUPANG.COM -- Memaknai kekalahan dan kegagalan bukanlah hal yang mudah, terutama ketika dunia mengagungkan prestasi, prestise dan kemenangan-keberhasilan.

Ada perasaan sakit luar biasa saat pengalaman kekalahan menghampiri idealisme kehidupan yang terarah pada hal-hal yang menggembirakan dan menyenangkan. Keberhasilan pasti diganjar dengan pujian dan penghormatan, dianugerahkan nama besar dan juga hadiah uang yang tidak sedikit.

Kontemplasi tentang kekalahan itu semakin terbuka cerah ketika saya kembali membuka-buka koleksi buku pribadi tahun 2010 dan menemukan buku setebal 861 halaman dengan judul: BOLA ITU TELANJANG, Catatan Sepakbola Dion DB Putra (2010).

Buku ini sungguh sangat menarik, baik dari kemasan bahasa, kualitas tulisan hingga fakta yang akurat. Sudah hampir delapan tahun, buku ini masih tetap aktual dan relevan dengan karakter kehidupan manusia dalam cermin sepakbola.

Ada tiga hal menarik dalam tulisan ini. Pertama, sepakbola adalah sebuah keindahan, ketangkasan dan keperkasaan sekaligus sebuah medan paling nyata untuk mengolah sejuta satu perasaan, di dalamnya kekalahan menjadi bagian penting dari kehidupan manusia (halaman 347-457).

Hidup tidak saja soal hal-hal enak dan menyenangkan. Hidup juga adalah pergulatan menemukan kekuatan diri sendiri dalam pengalaman pahit.

Kedua,sepakbola adalah solidaritas lintas batas, mempertemukan orang dengan begitu banyak keinginan dari pelbagai penjuru dunia (halaman 3-261). Kehidupan manusia pun adalah gerakan untuk memperjuangkan solidaritas hari demi hari, saat demi saat agar hidup semakin bermakna dan berarti.

Ketiga, sepakbola adalah sebuah peralihan dari konflik menuju kompetisi serentak membaca sepakbola untuk menonton perayaan kehidupan (prolog: Marianus Kleden dan epilog: Yoseph Lagadoni Herin).

Kekalahan dan Jiwa Besar

Final liga Champions Eropa 2018 akhirnya menasbihkan klub Spanyol, Real Madrid sebagai pemenang untuk ketiga kalinya secara berturut-turut (hattrick) setelah mengalahkan Liverpool dalam pertandingan dramatis.

Ada tangisan Loris Karius, penjaga gawang Liverpool berkebangsaan Jerman itu. Ada pula tangis pilu ketika pemain andalan Liverpool, Mohammad Salah ketika harus digopong keluar lantaran cedera serius.

Suasana batin pengagum (fans) Liverpool begitu tercabik-cabik ketika di puncak segala perjuangan mereka, Loris Karius tergelincir dalam kecerobohan yang susah dipahami hingga berujung pada gol Karim Benzema. Gol-gol Gareth Bale pun menggelorakan fans Los Blancos-Los Merengues.

Persis dua gejolak batin yang bertolakbelakang, euforia kemenangan dan ratap tangis kekalahan. Liverpool harus pulang dengan kepala tegak sambil terus bernyanyi "You'll Never Walk Alone."

Kemenangan dan kekalahan menjadi bagian tak terpisahkan dalam perjalanan karier sepakbola. Dion DB Putra menghadirkan sebuah dialetika yang provokatif dalam dinamika sepakbola pada pelbagai level, mulai dari kampung, kota kabupaten atau provinsi, nasional dan internasional.

Mungkinkah spirit fair play bisa menjiwai kehidupan pemain, pelatih dan pemilik klub pada tataran lokal dan nasional.

Final El Tari Memorial Cup (ETMC) tahun 2017 di Ende masih menyisakan agenda refleksi mendalam ketika kekerasan dan sentimen primordialisme yang dangkal masih merasuki masyarakat kita.

Profesionalisme pesepakbola belum menjadi orientasi dunia olahraga kita. Sepakbola pun masih dianggap sebagai sampingan dari profesi utama di tengah kehidupan kariernya.

"Penyihir bernama Gerrard" demikian satu judul tulisan pada bagian keenam: Menggugat Tuhan (halaman 667) memberi makna eksistensial pada semangat perjuangan yang tak pernah pudar apapun situasi.

Semangat militansi ala pejuang Spartan ini menggambarkan betapa optimisme harus selalu diperjuangkan dalam segala situasi kehidupan hingga akhir perjuangan itu sendiri. Sikap putus asa dan berhenti berjuang bukanlah sikap seorang patriot kehidupan di dalam segala situasi dan keadaan.

"Dunia Menemukan Yunani" (halaman 639) juga adalah sebuah tulisan yang menarik, ketika nama besar bukan menjadi ukuran sebuah keberhasilan. Orang bisa sukses dengan tekad yang kuat, kebiasaan positif yang berkarakter dan mentalitas `kuda hitam' yang siap berpacu dalam medan elitisme kehidupan.

Piala Dunia 2018 pun kini sedang mempertaruhkan tim bertabur bintang dengan tim bertabur kekuatan tim. Kompetisi pun sedang dimulai kini.

Berpolitik: Konflik atau Kompetisi

Tahun 2018 terasa begitu panas ketika perhelatan politik menggerus begitu banyak perhatian menuju takhta kekuasaan.

Dinamika itu amat menyeruak emosi personal dan kolektif saat pemilihan umum kepala daerah serentak akhirnya masuk dalam area buka-bukaan dan tidak peduli lagi pada privasi kandidat penguasa, baik pada tingkat kabupaten, provinsi dan nasional.

Tidak mudah menjadi pemilih yang cerdas dan rasional, justru pada saat kita masih sangat terikat pada sentimen kesukuan dan religi. Kita dengan mudah terjebak dalam api konflik yang membakar semangat kebencian dan balas dendam, hingga akhirnya kita masuk dalam politik uang dan politik balas jasa atau balas budi.

Catatan Dion DB Putra dalam bidang sepakbola menghadirkan paradigma kecerdasan rasional dan nurani untuk sanggup mengelola konflik dengan penuh kedewasaan. Narasi sepakbola yang indah dan menawan sungguh mengajarkan nilai sportivitas untuk berani menerima segala bentuk perbedaan dalam pilihan politik pada tahun 2018.

Politisi kita pun memang harus selalu memiliki semangat kompetitif tanpa harus terjebak dalam kebencian dan dendam kesumat yang berkepanjangan. Apakah kita sanggup menghargai perbedaan pilihan dalam kontestasi politik ini? Ataukah kita semakin memperuncing perbedaan lantas saling menghujat dan mencaci maki?

Piala Dunia pun akan segera menghibur kita dalam kemasan audiovisual yang menarik dan mempesona. Sekadar bermetafisika, pesona piala dunia pun harus bisa menghantar kita di tahun politik ini untuk bisa membangun penghargaan yang melampui sekat-sekat kepentingan.

Bola itu telanjang, ketika hati manusia harus bisa mengelola begitu banyak keunikan dan perbedaan sebagai kekayaan. Apakah kita sanggup menjadikan kekayaan sebagai berkat? Sepakbola mengajarkan kita spirit orang kalah yang memenangkan sejarah dengan segala intriknya. *

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved