Breaking News

Polwan Ungkap Kelakuan Rekan Polisi Kepada Korban Kekerasan, Seperti Semut Mengerubuti Gula

Polwan ungkap kelakuan rekan polisi kepada perempuan korban kekerasan, seperti semut mengerubuti gula katanya.

POS KUPANG/NOVEMY LEO
Narasumber dan peserta diskusi komprehensif Perma nomor 3 tahun 2017 kerjasama LBH APIK NTT dengan Pos Kupang di Kantor Harian Pagi Pos Kupang, Rabu (24/5/2018) pagi. 

Laporan Reporter Pos-Kupang.com, Novemy Leo

POS-KUPANG.COM - Polwan ungkap kelakuan rekan polisi kepada perempuan korban kekerasan, seperti semut mengerubuti gula katanya.

Kelahiran Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pedoman mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum merupakan hadiah terindah bagi setiap perempuan dan anak di seluruh Indonesia dan juga NTT.

Sejauhamana Perma yang diterbitkan tanggal 11 Juli 2017 dan berlaku sejak tanggal 4 Agustus 2017 itu sudah diimplementasikan oleh setiap hakim di Pengadilan dan bagaimana dampaknya bagi perempuan dan anak, semua terungkap dalam diskusi Komprehensif LBH Apik NTT bersama Harian Pagi Pos Kupang, Rabu (24/52018) pagi.

Peserta diskusi komprehensif Perma nomor 3 tahun 2017 kerjasama LBH APIK NTT dengan Pos Kupang di Kantor Harian Pagi Pos Kupang, Rabu (24/5/2018) pagi.
Peserta diskusi komprehensif Perma nomor 3 tahun 2017 kerjasama LBH APIK NTT dengan Pos Kupang di Kantor Harian Pagi Pos Kupang, Rabu (24/5/2018) pagi. (POS KUPANG/NOVEMY LEO)

Perma 3 tahun 2017 berisi panduan bagi hakim di pengadilan negeri, agama, militer dalam mengadili perkara perempuan baik dalam kapasitas mereka sebagai pelaku, korban maupun saksi.

Hal ini berlaku dalam penanganan urusan pidana, perdata, dan tata usaha Negara. Juga agar para hakim mau dan bisa menerapkan asas-asas yang mesti dijadikan pedoman di pengadilan.

Dalam diskusi itu, peserta mengungkapkan hingga saat ini masih banyak pencari keadilan yang miris dengan perilaku aparat penegak hukum (APH) yakni Polisi, Jaksa dan Hakim, karena tidak responsive dan berprespektif gender dalam menangani perempuan dan anak.

Pdt. Emy Sahertian, dari Sinode GMIT NTT merasa miris menyaksikan dan mendengar langsung oknum APH masih menggunakan kata-kata yang memojokan terhadap perempuan yang berhadapan dengan hukum.

"Ada pertanyaan, kamu rasa nikmat ga? Ini adalah pertanyaan dan kata-kata yang membuat kami cukup shok saat mendampingi korban, apalagi yang bertanya itu adalah seorang APH perempuan. Kata-kata itu membuat korban trauma dan akhirnya enggan mengungkap kasusnya," kata Pdt. Emy.

Peserta diskusi komprehensif Perma nomor 3 tahun 2017 kerjasama LBH APIK NTT dengan Pos Kupang di Kantor Harian Pagi Pos Kupang, Rabu (24/5/2018) pagi.
Peserta diskusi komprehensif Perma nomor 3 tahun 2017 kerjasama LBH APIK NTT dengan Pos Kupang di Kantor Harian Pagi Pos Kupang, Rabu (24/5/2018) pagi. (POS KUPANG/NOVEMY LEO)

Karenanya Pdt. Emy menilai Perma 3 adalah regulasi yang sangat human orientasi. "Gereja sangat bersyukur atas hadirnya Perma 3 ini, karena aturan ini memposisikan perempuan sebagai korban adalah manusia bukan lagi objek. Berharap agar Perma ini bisa diimplementasikan dengan," harap Pdt. Emy.

"Informasi itu sampai ke telinga kami. Dan kami tidak tahu apakah pertanyaan seperti itu memang digunakan untuk pertimbangan dalam menentukan kasus atau bagaimana," kritik Philipus dan Siti Qulsum.

Ester M Mantaon, SH advokad dan Lorina Adi, Paralegal LBH APIK NTT mencontohkan perilaku hakim yang masih memojokkan klien perkara perceraian. "Klien saya malah dituduh berselingkuh agar bisa bercerai. Kami merasa itu pernyataan yang sangat diskriminasi," kritik Ester.

Lorina menggugah Komisi Yudicial, "Kami ini masyarakat awam, jika berhadapan dengan hakim yang sering menanyakan pertanyaan memojokan seperti itu maka kami harus lapork kemana?"

Veronika Ata, SH, MH (berdiri) dan Theodora Usfunan, SH sebagai pembicara dalam diskusi komprehensif Perma nomor 3 tahun 2017 kerjasama LBH APIK NTT dengan Pos Kupang di Kantor Harian Pagi Pos Kupang, Rabu (24/5/2018) pagi.
Veronika Ata, SH, MH (berdiri) dan Theodora Usfunan, SH sebagai pembicara dalam diskusi komprehensif Perma nomor 3 tahun 2017 kerjasama LBH APIK NTT dengan Pos Kupang di Kantor Harian Pagi Pos Kupang, Rabu (24/5/2018) pagi. (POS KUPANG/NOVEMY LEO)

Philipus M Djemadu dari Ombudsman Perwakilan NTT, kecewa sebab ada APH yang menanyakan riwayat atau latar belakang kehidupan seksual korban.

Pdt. Ina Bara Pah, S.TH berharap selain hakim, polisi dan jaksa mestinya juga memiliki pedoman untuk menangani kasus kekerasan agar tak ada diskriminasi terhadap perempuan dan anak.

"Perma 3 mesti disosialisasikan agar masyarakat pencari keadilan bisa tahu dan paham akan haknya sekaligus mengontrol hakim dan para pihak yang terlibat dalam sidang," kata Pdt. Ina.

Direktris LBH APIK NTT, Ansi D Rihi Dara, SH saat membuka diskusi komprehensif Perma nomor 3 tahun 2017 kerjasama LBH APIK NTT dengan Pos Kupang di Kantor Harian Pagi Pos Kupang, Rabu (24/5/2018) pagi.
Direktris LBH APIK NTT, Ansi D Rihi Dara, SH saat membuka diskusi komprehensif Perma nomor 3 tahun 2017 kerjasama LBH APIK NTT dengan Pos Kupang di Kantor Harian Pagi Pos Kupang, Rabu (24/5/2018) pagi. (POS KUPANG/NOVEMY LEO)

Juliana Ndou, SH berharap ada pemantauan peradilan oleh masyarakat sipil, Ombudsman termasuk KomisiYudisial, agar peradilan berjalan sebagaimana mestinya sesuai Perma 3.

Fridinari D Kameo, Polwan dari Polres Babau mengungkapkan masih banyak oknum polisi yang belum responsive gender. Buktinya, masih ada pikiran, sikap dan perkataan yang diskriminasi oleh oknum polisi terhadap perempuan dan anak yang sedang diperiksa di tingkat penyidikan.

Diskusi komprehensif Perma nomor 3 tahun 2017 kerjasama LBH APIK NTT dengan Pos Kupang di Kantor Harian Pagi Pos Kupang, Rabu (24/5/2018) pagi.
Diskusi komprehensif Perma nomor 3 tahun 2017 kerjasama LBH APIK NTT dengan Pos Kupang di Kantor Harian Pagi Pos Kupang, Rabu (24/5/2018) pagi. (POS KUPANG/NOVEMY LEO)

"Saya akui masih ada oknum polisi belum responsif gender, jika ada kasus KDRT, oknum polisi datang mengerubuti korban, ya ibaratnya seperti semut lagi mengerubuti gula. Dan perempuan lebih disalahkan, itu fakta lapangannya. Tapi hal seperti itu mulai perlahan-lahan kami ubah agar kedepan tak lagi seperti itu," kata Fridinari yang mempersoalkan masih ada hakim yang menanyakan 'luka lama' pada korban perkosaan.

Ana Djukana, SH, MH, dari unsure pers dan aktifis perempuan mengatakan, media hendaknya ikut memantau pelaksanaan Perma 3 dan ikut bertangungjawab melahirkan jurnalis yang memiliki perspektif dan responsif gender agar hasil produknya tidak bias gender dan tidak mendeskritikan perempuan dan anak.

Ana berharap setiap APH termasuk KY mampu melihat fakta penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam perspektif gender dan hal itu digunakan sebagai alat analisis dalam memeriksa suatu perkara.

Peserta diskusi komprehensif Perma nomor 3 tahun 2017 kerjasama LBH APIK NTT dengan Pos Kupang di Kantor Harian Pagi Pos Kupang, Rabu (24/5/2018) pagi.
Peserta diskusi komprehensif Perma nomor 3 tahun 2017 kerjasama LBH APIK NTT dengan Pos Kupang di Kantor Harian Pagi Pos Kupang, Rabu (24/5/2018) pagi. (POS KUPANG/NOVEMY LEO)

Direktris LBH APIK NTT, Ansi D RIhi Dara, SH mengatakan, kehadiran Perma 3 merupakan angin segar dan hadiah bagi perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum, dimana selama ini masih mendapat perlakuan diskriminasi di pengadilan.

Menurut Ansi, Perma 3 itu berisi 3 pedoman bagi yakni, pedoman dalam memeriksa perkara perempuan yang berhadapan dengan hukum di persidangan, dalam menjatuhkan putusan dam penerapan prinsip keadilan restoratif.

"Berharap agar Perma 3 tahun 2017 bisa mewujudkan penegakan hukum yang baik dan benar terhadap perempuan yang berhadapan dengan hukum, sehingga bisa tercipta keadilan dan kesetaraan gender. Kita juga berharap Perma 3 bisa menjadi pemicu lahirnya budaya hukum bagi hakim yang sensitif, responsif dan berperspektif keadilan dan kesetaraan gender.Mari bersama mengontrol penerapan Perma 3 tahun 2017 oleh hakim di Pengadilan, ajak Ansi.

Peserta diskusi komprehensif Perma nomor 3 tahun 2017 kerjasama LBH APIK NTT dengan Pos Kupang di Kantor Harian Pagi Pos Kupang, Rabu (24/5/2018) pagi.
Peserta diskusi komprehensif Perma nomor 3 tahun 2017 kerjasama LBH APIK NTT dengan Pos Kupang di Kantor Harian Pagi Pos Kupang, Rabu (24/5/2018) pagi. (POS KUPANG/NOVEMY LEO)

Veronika Ata alias Tory, hukum di Indonsia masih bersifat atau berjenis kelamin laki-laki sehingga dalam penerapannya, tak heran jika APH termasuk hakim masih seringkali meminggirkan perempuan yang berhadapan dengan hukum.

"Hakim mesti punya pemahaman berperspektif gender, Jika tidak ada pemahaman gender yang baik dari hakim maka bagaimana mungkin dia bisa berlaku baik terhadap perempuan dan anak di persidangan.

Dan Perma 3, merupakan terobosan dari MA dan upaya baik dalam merespon kebutuhan, kritik yang sering diajukan oleh berbagai lapisan masyarakat termasuk APH yang berprespektif gender.

Menurut Tory, jika Perma 3 dijalankan dengan baik oleh setiap hakim maka akan berdampak positif pada setiap aspek kehidupan.

"Seperti, tersedianya peraturan hukum yang lebih responsif dan konkrit terdahap perempuan dan anak, lebih menghormati martabat perempuan. Secara psikologis, korban bisa merasa aman dan nyaman. Secara sosiologis, bisa memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat dan keluarga korban," kata Tory.

Peserta diskusi komprehensif Perma nomor 3 tahun 2017 kerjasama LBH APIK NTT dengan Pos Kupang di Kantor Harian Pagi Pos Kupang, Rabu (24/5/2018) pagi.
Peserta diskusi komprehensif Perma nomor 3 tahun 2017 kerjasama LBH APIK NTT dengan Pos Kupang di Kantor Harian Pagi Pos Kupang, Rabu (24/5/2018) pagi. (POS KUPANG/NOVEMY LEO)

Tory berharap, lembaga penegak hukum mensosialisasikan dan mempublikasikan peran dan fungsinya juga mensosialisasikan Perma 3 agar masyarakat tahu haknya dan bisa mengontrol hakim dalam menyidangkan perkara.

*Di PN Kupang Perma 3 tahun 2017 sudah berjalan

Hakim Pegadilan Kelas 1A Kupang, Theodora Usfunan, SH memastikan pihaknya sudah mengimplementasikan Perma 3 Pengadilan Negeri Kelas 1 Kupang dan dia menjamin, bahwa hakim disana sudah menjalankan Perma dmaksud dan tidak ada lagi hakim yang mendiskriditkan perempuan dan anak.

Sudah memiliki ruangan khusus untuk ibu menyusui, ruang khusus untuk penyandang disabilitas hingga bisa melakukan telekonferen terhadap perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum, jika mereka tidak masih takut atau malu hadiri di persidangan.

"Itu adalah syarat akreditasi dan kami berharap pengadilan lain di NTT ini bisa menuju kesana," katanya.

Rudolfus Talla, SH dari KY NTT memastikan masyarakat bisa mengadukan hakim yang melanggar Perma 3 tahun 2017 itu ke KY untuk diproses ke tingkat lanjutan. Namun pengaduan terhadap hakim itu akan dlihat apakah memang bisa diproses atau tidak berdasarkan pedoman yang ada pada KY.

Narasumber dan peserta diskusi koprehensif Perma nomor 3 tahun 2017 di harian pagi Pos Kupang, Rabu (24/5/2018) pagi.
Narasumber dan peserta diskusi koprehensif Perma nomor 3 tahun 2017 di harian pagi Pos Kupang, Rabu (24/5/2018) pagi. (POS KUPANG/NOVEMY LEO)

"Pertanyaan hakim dalam rang sudang itu tidak bisa dinilai secara holistic tapi harus parsial, tergantung konteksnya," kata Rudolfus.

Edi Purbanus, Kadilmil III-15 Kupang, menyampaikan proviciat kepada pihak LBH APIK yang telah mensosialisasi kan Perma 3 padahal hal itu seharusnya merupakan tugas dari MA.

Dan Edi memastikan hakim peradilan militer kupang akan mengimplementasikan perma dimaksud. Hal senada disampikan hakim pengadilan agama, Muhammad Rivai, SH, dan hakim pada pengadilan TUN Kupang, Mariana Ivan Junias.

Diskusi ini dihadiri oleh pemimpin perusahaan PT Timor Media Grafika, Marina Napitupulu, Pemred Pos Kupang, Dion DB Putra. (*)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved