Hari Pendidikan Nasional
Muhammad Irfan Mita Guru di NTT Tunjukkan Empati untuk Membentuk Karakter Anak Didik
Empati guru juga harus ditunjukkan supaya dapat membentuk karakter anak-anak didik.
- Laporan Wartawan Pos Kupang.Com, Riko Wawo
POS KUPANG. COM--Kepala Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi NTT, Drs. Muhammad Irfan, MM menegaskan, fokus LPMP sekarang ini adalah bagaimana menjadikan guru-guru yang ada di seantero NTT berkompetensi dan memiliki komitmen untuk mencerdaskan anak didik mereka.
Ia berharap, guru harus bisa memaknai kehadiran anak didik mereka, mendidik dengan penuh perjuangan dan memberikan pelayanan pendidikan yang berkualitas.
"Empati guru juga harus ditunjukkan supaya dapat membentuk karakter anak-anak didik. Dengan ini pendidikan karakter bisa berjalan," tandasnya.
Menurutnya, sekolah harus bisa menjawab kebutuhan anak-anak yang datang dari latar belakang keluarga yang berbeda. Sesuatu yang luar biasa, perlu diciptakan di lingkungan sekolah.
Tujuan dari pendidikan karakter ini tambahnya, tidak lain untuk menciptakan siswa yang berkarakter. Dengan modal karakter yang berkualitas mereka bisa hidup di tengah masyarakat.
"Guru tidak boleh melihat anak didiknya hanya sebatas proses belajar-mengajar di sekolah," terangnya
Lebih lanjut, Muhammad Irfan mengungkapkan, tugas pokok LPMP adalah membantu pemerintah daerah meningkatkan mutu pendidikan.
Ia menjelaskan, institusi yang dipimpinnya ini berusaha memenuhi delapan standar nasional pendidikan. Dicontohkan, bila ada sekolah yang tidak mencapai standar, lembaganya akan berusaha untuk meningkatkannya dengan cara memfasilitasi.
"Kami hanya memfasilitasi bukan mendampingi. Jadi kami membantu pemerintah daerah," ungkapnya.
Dalam rangka peningkatan kompetensi guru, jelasnya, LPMP akan melakukan Uji Kompetensi Guru (UKG) pada bulan Juni 2018 dengan target yang sedikit lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
"Kalau tahun lalu 45 rata-rata NTT, tahun ini kami menargetkan 47," tambahnya.
LPMP juga lanjut Irfan, bertugas mencukupkan standar-standar nasional pendidikan pada seluruh satuan pendidikan.
Berkaitan dengan ini, Irfan menyebutkan tiga standar yang masih menjadi kelemahan dalam dunia pendidikan di NTT. Tiga standar yang paling lemah itu adalah standar kelulusan, standar penilaian dan standar pembiayaan.
Perihal standar pembiayaan, Irfan mengakui, dana APBD yang ada di kabupaten/kota di NTT masih sangat terbatas sehingga belum mampu menggenjot peningkatan pendidikan.
"APBD kabupaten/kota memang harus dikembangkan. Misalnya fasilitas sekolah dan peningkatan kompetensi guru tentu membutuhkan biaya yang cukup besar," imbuhnya.
Sekarang, dengan APBD yang terbatas, lembaganya akan terus berusaha meningkatkan kompetensi guru di sekolah-sekolah.
Menyoal sertifikasi guru yang juga menjadi wewenang LPMP, Irfan menyebutkan, sesuai Undang-undang Guru dan Dosen, semua urusan sertifikasi guru yang pengangkatannya sebelum tahun 2005 sudah tuntas.
Sedangkan, bagi guru yang pengangkatannya mulai tahun 2006 dan setelah dilihat kompetensinya, yang memenuhi syarat sertifikasi baru 20 persen.
"Sekitar 3000-an orang yang bisa disertifikasi," tambahnya.
Ia juga menambahkan, yang menjadi masalahnya sekarang adalah dari 97.000 orang guru yang ada di NTT, sekira 48.500 guru atau setengahnya adalah non PNS dengan status guru tidak tetap yang surat keputusan (SK) mereka hanya berasal dari kepala sekolah.
Padahal, tambah Irfan, standar seseorang menjadi tenaga pendidik yang diakui adalah calon guru tersebut harus mendapat SK dari bupati/walikota atau SK yayasan pendidikan yang sudah mapan secara finansial.
"Yang kami usahakan sekarang ialah bagaimana guru dengan status tidak tetap itu bisa mendapat SK dari bupati/walikota sehingga mereka bisa diakui sebagai tenaga pendidik, meskipun dengan posisi non-PNS," lanjut Irfan.
Ia juga mengakui, upaya menyelamatkan guru-guru dengan status tidak tetap ini juga bukan perkara mudah. Kemampuan daerah untuk menggaji para guru ini juga menjadi persoalan. Bila mendapat SK bupati/walikota, para guru ini tentu harus digaji pemerintah daerah. "Persoalannya cukup kompleks," tambahnya.
Berkaitan dengan pelaksanaan ujian nasional yang baru selesai digelar, Irfan bersyukur karena berdasarkan laporan tim LPMP yang disebar ke sekolah-sekolah, tidak ada permasalahan yang signifikan dalam proses pelaksanaan ujian akhir.
"70 Persen sekolah masih melaksanakan ujian nasional dengan kertas dan pensil (UNKP) dan bisa berjalan dengan baik. Sama halnya juga dengan ujian nasional yang menggunakan komputer, semuanya berjalan baik," kata Irfan.
Tahun depan, menurutnya, LPMP menargetkan 40 persen sekolah sudah mampu melaksanakan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Namun, lembaganya juga tidak akan memaksakan sekolah-sekolah untuk menyelenggarakan UNBK.
"Jangan sampai kita menggunakan UNBK tetapi tidak berjalan baik. Lebih baik tetap menggunakan kertas dan pensil tetapi berjalan lancar dan tak ada kendala," demikian penjelasan Irfan. (advertorial/ll)