Hendrik Bilang Petugas Kesehatan Datang Bukan untuk Berkelahi

Masyarakat kota Kupang yang memiliki sapi tidak semuanya membawa sapi mereka untuk dipotong di Rumah Pemotongan Hewan (RPH).

Penulis: Yeni Rachmawati | Editor: OMDSMY Novemy Leo
PK/YEN
Hendrik 

Laporan Wartawan Pos Kupang.com, Yeni Rachmawati

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Masyarakat Kota Kupang yang memiliki sapi tidak semuanya membawa sapi mereka untuk dipotong di Rumah Pemotongan Hewan (RPH).

Mereka memotong sendiri dan buka lapak lalu menjual sendiri. Biasanya ditemui di pinggir-pinggir jalan dengan cara menggantung potongan daginf tersebut.

Baca: Wah! Polsek Seba Tolak Proses Kasus Pendeta Beristri yang diduga Hamili Penjual Pulsa, Alasannya Ini

Baca: Setelah Membeli Pulsa, Pendeta Beristri Ini Diduga Merayu, Menyetubuhi dan Menghamili Perempuan Ini

Baca: Pemred Global News Dilaporkan ke Polres Sumbar leh Paslon Pilkada Paket Damai

Kepala Dinas Pertanian kota Kupang, Hendrik Saba, kepada Wartawan mengatakan daging yang dijual di pinggir jalan tidak hygenis karena mudah terkena polusi udara. Debu dan kotor akan mudah menghinggapi daging tersebut.

Mengapa tidak hygenis? Karena mereka (pemilik sapi) tidak mau memotong sapi di RPH. Sedangkan tenaga dokter untuk turun memeriksa dari rumah ke rumah sangat terbatas.

"Tahun lalu kita usul tambah dokter. Tapi mungkin juga sulit karena orang tidak bisa dilarang untuk tidak potong sapi di rumah. Mau larang bagaimana, petugas datang untuk lihat kesehatan bukan untuk berkelahi. Masalah ini 10 tahun yang lalu masih tetap sama. Ini karakter dari orang," tuturnya.

Baca: Nah Loh! Bohongi Suami, Selingkuh di Hotel, Perempuan Ini Meninggal tak Wajar, Begini Faktanya

Baca: Pria Ini Ngeliat Ceweknya Selingkuh, Reaksinya Sungguh Tak Terduga!

Baca: Ingin Balas Dendam Karena Diselingkuhi Pacar? Ikuti Cara yang Dilakukan Pria Asal Inggris Ini!

Seharusnya, kata Hendrik, ada rasa kesadaran sendiri dan merasa bila memotong sapi sendiri, bukan tidak mungkin sapi tersebut mengidap penyakit, itu bagus. Karena yang jadi masalah kalau sapi tersebut dipotong tanpa diperiksa.

Dinas Pertanian kota terus mengimbau melalui kecamatan agar masyarakat yang memotong sapi untuk membawa sapinya ke RPH. Petugas juga beberapa bulan sekali turun ke lapangan untuk melakukan pemantauan, hanya saja tenaga yang kurang.

Ketika disinggung mengenai RPH, jawab Hendrik, RPH yang dimilili kota hanya satu. Tapi untuk menjaga agar potong babi dan sapi tidak sama, maka telah pisah di Bimoku.

Menurutnya, RPH di Bimoku ukurannya besar sekali. RPH tersebut bukan milik Pemkot melainkan hadiah dari Provinsi.

Baca: Hei Pria, Jangan Mengejar Wanita dengan Cara Murahan, Ganti Strategi, Ini Tipsnya

Baca: Wah! Ga Bisa Bohong, Suara Kita Bisa Jadi Alat Deteksi Kita Selingkuh atau Tidak

Baca: Perempuan 37 Tahun ini Berupaya Keluar dari Peti Matinya Setelah Dikubur Hidup-hidup

Baca: Baru Saja Makan, Ular Piton 5 Meter Dipaksa Muntah, yang Keluar Membuat Perempuan Itu Menangis

"Ada sumur bor tapi waktu penyerahan airnya sudah kering. Mereka terbiasa di Oeba air mengalir, kalau air tidak ada masalah. Baru-baru ini rumah zakat potong sekitar 700-an lebih. Akhirnya mereka membeli air. Sambil perlahan-lahan kita usul di APBD," tuturnya.

Seharusnya, kata Hendrik, RPH di Bimoku ini jadi perhatian besar karena ada kerja sama. (*)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved