Kerja Bhakti di Lewoleba, Ibu Guru Bawa Sapu Siswa Bawa Parang
Spirit mengenang kembali Statemen 7 Maret 1954 oleh publik Lembata, diperlihatkan dengan aksi tunggal yakni kerja bakti
Penulis: Frans Krowin | Editor: Rosalina Woso
Laporan Wartawan Pos Kupang.Com, Frans Krowin
POS KUPANG.COM, LEWOLEBA -- Spirit mengenang kembali Statemen 7 Maret 1954 oleh publik Lembata, diperlihatkan dengan aksi tunggal yakni kerja bakti membersihkan ruas Jalan Trans Lembata.
Ruas jalan ini menjadi penting, karena pertama telah berstatus jalan negara. Kedua, ruas jalan ini merupakan satu-satunya jalan menghubungkan Lewoleba-Hadakewa.
Dulu, Hadakewa merupakan ibukota saat.Lembata masih menjadi daerah swapraja di bawah Larantuka.
Baca: Nomor Keberuntungan Dipajang, Intip Rumah Pemenang Lotre Sebesar Rp 140 Miliar
Kondisinya berubah saat Lembata berstatus wilayah yang dipimpin oleh seorang Pembantu Bupati. Pada masa ini ibukota Lembata dipindahkan dari Hadakewa ke Lewoleba.
Saat kérja bakti itu ibu-ibu guru dan kaum perempuan diwajibkan membawa sapu lidi dan yang lainnya membawa karung. Sementara para siswa diwajibkan membawa parang.
Alhasil saat kerja bakti itu rerumputan yang dipangkas kaum pria langsung dikumpulkan oleh ibu-ibu guru dan diangkut para siswi.
Pamandangan ini terlihat di depan SMA PGRI Lewoleba juga di depan Kantor Koperasi Kredit (Kopdit) Obor Mas Lewoleba.
Di depan kantor Kopdit Obor Mas, siswa siswi MTs dan MA Negeri Nubatukan bersama para guru dan masyarakat bahu membahu membersihkan sampah dan rerumputan di pinggir jalan. (*)