Sumbang Saran bagi Calon Gubernur NTT Mengenai Standar Pelayanan Publik

Ia lantas berjanji membenahi pelayanan publik agar lebih baik dari gubernur sebelumnya. Janji-janji seperti ini sering kita

Editor: Dion DB Putra
ilustrasi 

Berikut ini saya paparkan beberapa substansi permasalahan pelayanan pada penyelenggara.

Pertama, penyelenggara pelayanan kita belum memiliki Standar Pelayanan (SP). SP adalah tolok ukur pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur.

Komponen SP antara lain memuat dasar hukum, persyaratan, sistem mekanisme dan prosedur, jangka waktu penyelesaian, biaya/tarif, produk pelayanan, sarpras/fasilitas, kompetensi pelaksana, pengawas internal, penanganan pengaduan, jumlah pelaksana, jaminan pelayanan dan keamanan serta evaluasi kinerja pelaksana.

Saat ini, hanya sebagian kecil penyelenggara pelayanan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota telah menyusun, menetapkan dan menerapkan Standar Pelayanan Publik sebagaimana amanat UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Data survei kepatuhan standar pelayanan publik yang dilakukan Kantor Ombudsman NTT tahun 2016-2017 menunjukan, hanya sebagian kecil penyelenggara pelayanan di NTT yang menyusun dan menetapkan Standar Pelayanan.

Faktor ketiadaan standar pelayanan ini menimbulkan dampak ikutan antara lain; a. Aparatur kita di NTT belum sepenuhnya responsif.

Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai dari petugas front office sampai penanggung jawab. b. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan terkait satu dengan yang lainnya kurang koordinasi. Akibatnya sering terjadi tumpang tindih dan pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dan instansi pelayanan terkait lainnya.

c. Terlalu birokratis. Pelayanan khususnya perizinan umumnya melalui beberapa pintu sehingga penyelesaian pelayanan menjadi sangat lama. Panjangnya meja birokrasi ini dimanfaatkan oknum aparat atau para calo meminta pungutan tambahan (pungli) sehingga biaya pelayanan menjadi mahal.

d. kelembagaan. Kelemahan utama kelembagaan birokrasi pemda terletak pada disain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat yang efisien dan optimal tetapi hirarkis sehingga terbelit-belit.

Rumitnya birokrasi menjadi salah satu sebab enggannya pelaku bisnis berinvestasi di daerah ini. Hasilnya, NTT menjadi daerah dengan urutan kesekian dari daftar daerah tujuan investasi/bisnis bagi pengusaha.

Kedua, penyelenggara pelayanan kita belum memiliki Unit Pengelolaan Pengaduan Internal (UP3) yang mengatur syarat dan kepada siapa warga menyampaikan komplain jika menerima pelayanan yang tidak sesuai SP.

Akibatnya aparatur kita kurang mau mendengar keluhan/aspirasi masyarakat sehingga pelayanan apa adanya, tanpa perbaikan dari waktu ke waktu.

Solusi yang Ditawarkan

Kredibilitas pemerintah daerah saat ini sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan pelayanan public di daerahnya. Dengan demikian pemerintah daerah yang mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan akan terus mendapat dukungan dari masyarakat.

Beberapa alternatif pemecahan masalah yang sekiranya dapat digunakan untuk memperbaiki pelayanan publik di NTT adalah pertama; penetapan standar pelayanan bagi seluruh penyelenggara pelayanan (dinas/badan/unit/BUMD).

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved