Mencari Ilmu Hitam dalam Sastra NTT, Ternyata Begini Hasilnya

Cerita ilmu hitam ditambah dengan berbagai jenis cerita rakyat yang lain masuk dalam kelompok mitos (mitologi). Teori

Editor: Dion DB Putra
Shutterstock
Ilustrasi 

Dengan melihat nama kedua tokoh ini, bisa kita perkirakan cerpen ini berlatar belakang masyarakat Sabu atau Sumba di NTT. Metekato dan Amalodo musuh bebuyutan, keduanya bersumpah untuk saling mematikan lewat adu kekuatan ilmu hitam.

Celaka dua belas bagi keduanya. Anos anak lelaki Metekato saling jatuh cinta dengan Ina anak gadis semata wayang Amalodo. Di suatu malam yang mencekam (disimbolkan sebagai bulan mati), Metekato mengancam Enos untuk batal nikah dengan Ina karena anak setan.

Di saat yang sama, Amalodo mengiterogasi Ina untuk putus dengan Enos, karena menurutnya, nikahi Enos sama dengan nikahi anak jahanam. Mendapat ancaman dari kedua orang tua, keduanya anak muda itu nekat melawan orang tua mereka dengan cara kawin lari.

Tatkala Enos datang menjemput Ina di rumahnya untuk melarikan diri, dia tertangkap tangan Amalodo yang muncul dari semak-semak. Terkaparlah Enos di tangan Amalodo dengan satu tembakan senapan.

Sang kepala kampung Metekato sudah tahu anaknya Enos tewas di tangan Amalodo.

Kini giliran keduanya bertarung ilmu hitam di laut lepas. Di tengah malam yang pekat, keduanya menuju laut untuk memancing.

Di atas sampan keduanya saling mengejek, yang sial yang kalah, yang mujur yang menang. Di ronde pertama, Metekato yang kalah karena tidak mendapat ikan, mendapat ejekan pedas dari Amalodo.

Tali pancing Metekato yang dikiranya ikan besar, diangkatnya dengan tenaga yang mengucur keringat, ternyata yang terangkat hanyalah selembar daun tuak. Metekato merasa ronde pertama dia kalah.

Di ronde kedua menjelang dinihari, Amalodo yang mendapat giliran sial dan diejek habis-habisan oleh Metekato yang sampannya penuh dengan ikan. Menjelang akhir pertarungan, menjemput pagi, Amalodo yang sial mencoba pelan-pelan menarik tali pancingnya.

Namun sebelum tali pancingnya habis tertarik, dia tersentak merasa mata kailnya terkena ikan besar. Ia merasa bakal menang lagi melawan Metekato. Dengan sekuat tenaga, ditariknya tali pancing ke atas sampan.

Sepertinya ia tidak sabar melihat hasil tangkapannya. Alangkah terkejutnya ia, yang muncul dari dalam air bukan ikan besar, tetapi kepala anak gadisnya sendiri. Ia langsung sadar apa yang telah terjadi.

Buru-buru Amalodo mengayuhkan sampannya ke pantai. Dan ketika tiba di rumahnya, ia menemui anak perempuannya yang bernama Ina sudah mati.

Cerpen kedua berjudul "Panta Merah" karya sastrawan NTT Buang Sine. Buang Sine yang lahir di Kupang pada 30 Juni 1967 ini adalah anggota polisi aktif yang bertugas di Polda NTT.

Cerpen ini dimuat dalam buku Cerita dari Selat Gonsalu: Antologi Cerpen Sastrawan NTT (2015) terbitan Kantor Bahasa NTT.

Diceritakan tentang seorang anak lelaki bernama Morito sudah dua hari sakit keras. Bapa mamanya sangat khawatir akan keselamatan anak tunggal mereka, apalagi beredar desas-desus bahwa "panta merah" (ilmu hitam) sedang menyerang warga kampung.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved