25 Tahun Gempa Flores

Muhammad Jibaku Evakuasi Korban Gempa Flores dari Pulau Babi

Kalau anda ingin tahu bagaimana ganasnya Gempa Flores 25 tahun silam, simak pengakuan mereka berikut ini

Penulis: Eugenius Moa | Editor: Marsel Ali
Pos Kupang/Egy Moa
Saksi bisu gempa tanggal 12 Desember 1992 Gedung Cadika milik Gerakan Pramuka Kabupaten Sikka di Maumere, Pulau Flores 

Menggunakan perahu motor fiber, Muhammad kembali berlayar ke Pulau Babi. Tekadnya mengangkut warga menuju ke Nanghale.

"Sekitar tujuh kali saya bolak-balik angkut mereka ditempatkan di lapangan jemur kopra yang diizinkan Bruder Onder Max, pengelola kebun misi di Pati Ahu," katanya.

Baru pada hari ketiga datang bantuan Kapal TNI AL 507 bersama Muspida Sikka menjuju ke Pulau Babi mengevakuasi warga. Korban yang meninggal telah bau dikuburkan massal.
"Yang lain tidak tahu kemana, hari itu sangat mengerikan. Ada korban yang leher putus terkena seng, ada yang tertanam di pasir. Selama empat hari kami hanya makan kelapa dan buah mangga (musim buah). Banyak orang yang terserang menceret dan di hari kelima baru ada bantuan," terang Muhammad.

Ali Sadikin, warga Kampung Wuring, Kelurahan Wolomarang, lain lagi pergulatannya. Goyangan gempa membuatnya dan semua orang sulit berdiri. Meraih tangan anak dari istrinya saja ia mengakui sangat susah.

"Saya lihat ke langit bayangkan akan terjadi kiamat. Saya bahkan sampai tidak ingat apa-apa lagi. Istri teriak, baru saya sadar akan anak-anak saya," kenangnya.

Gempa disusul tsunami yang hebat meluluhlantahkan apa saja disepanjang pesisir dilukiskan mengerikan. Rumah warga Wuring terseret gelombang. Semua bangun rubuh menutup jalan membuat mereka tak bisa berlari.

"Mau lari ke atas (jalan raya) cukup jauh. Rumah-rumah rubuh tutup jalan. Saya naik ke perahu saja, saya pikir perahu akan bergerak mengikuti saja gelombang. Kami ada 10 orang di perahu, selamat sampai dengan gelombang redah," ujarnya.

Pada Sabtu sore (12/12/1992), ia menyaksikan mayat bergelimpangan di pantai. Rumah dan kapal motor menjadi sampah di pantai. Semua orang meratapi sanak familinya hilang dan meninggal dunia.

Kusman Effendi, selesai sembayang duhur di Masjid Al Hidayah Kota Uneng, mengatakan mulai merasakan lantai masjid seperti tusuk sebelum gempa.

Ketika gempa besar terjadi, ia bersama jemaah lain tak bisa kelaar dari masjid. Begitu tiba di depan pintu, mereka terpukul masuk kembali ke dalam. Kejadian berlangsung sekitar satu menit sampai gempa berhenti.

"Lari keluar sampai di pintu kena pukul pintu, masuk lagi. Saat itu bangunan sudah retak mau rubuh. Gempa berhenti, kami keluar ke halaman. Saya lihat ke laut muncul pancuran dari dalam tanah, tiba muncul gelombang besar, masyarakat teriak lari ketakutan . Ada lari telanjang. Perahu terseret masuk rumah, tapi begitu air surut, perahu juga keluar lagi lewat pintu. Tanah terbuka, muncul air seperti susu," ujarnya.

Kusman kehilangan ibu kandung. Saat gempa ibunya sudah keluar dari rumah, namun kembali lagi hendak mengambil sesuatu. Gelombang menyeratnya.

"Dia tertanam di kerakat (bakau), kami temukan tiga hari kemudian," ujarnya.

Testimoni korban gempa disampaikan pada peringatan 25 tahun gempa bumi Flores diadakan di Tugu Tsunami, Selasa (12/12/2017) dihadiri Bupati dan Wakil Bupati Sikka, Drs. Yoseph Ansar Rera, dan Drs. Paolus Nong Susar, Kapolres Sikka, AKBP I Made Kusuma Jaya, S.H,S.IK, Danlanal Maumere, Kolonel (Marinir) Sumantri dan puluhan udangan dari birokrat. (*)

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved