Tekan Angka Kematian Ibu dan Anak, Dinkes Belu Bikin Gerakan Berbagi untuk Selamat
Kondisi saat ini menunjukkan masih tingginya kasus kematian ibu dan bayi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Penulis: Fredrikus Royanto Bau | Editor: Agustinus Sape
Laporan Wartawan Pos-Kupang.com, Edy Bau
POS KUPANG.COM, ATAMBUA - Keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan oleh tinggi rendahnya Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Anak Balita (AKABA), Umur Harapan Hidup (UHH) setelah lahir dan Prevalensi Gizi Buruk.
Kondisi saat ini menunjukkan masih tingginya kasus kematian ibu dan bayi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kabupaten Belu merupakan salah satu Kabupaten di NTT yang masih menyumbang kasus kematian ibu dan bayi.
Baca: Lambertus Ditembak Pakai Senapan Angin, Begini Kondisinya di RSU Kefamenanu
Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Belu, Theresia BM Saik, M.Kes kepada Pos Kupang, Sabtu (25/11/2017), menjelaskan, jumlah kematian bayi meningkat pada tahun 2016 dibanding tahun-tahun sebelumnya.
“Kematian ibu dan bayi bukanlah gambaran yang indah untuk dipandang karena masih terbilang tinggi, yang juga merupakan gambaran kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap ibu hamil dan bayi masih rendah,” katanya.

Untuk menurunkan kasus kematian ibu dan bayi, lanjutnya, maka harus ada upaya bersama antara reformer bersama stakeholder terkait untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran aktif keluarga dan masyarakat agar mampu mencegah dan mengurangi risiko kematian ibu dan bayi melalui pendampingan yang optimal dari keluarga dan masyarakat.
“Upaya bersama ini yang kita namakan gerakan berbagi untuk selamat. Semua pihak tak hanya petugas dan fasilitas kesehatan yang dituntut selalu optimal, tetapi harus ada kesadaran pihak lain termasuk tokoh masyarakat, tua adat, suami atau keluarga untuk peduli terhadap ibu hamil dan bayi baru lahir,” jelasnya.
Baca: Astaga! Alami Demam Tinggi dan Mengi Selama Sebulan, Ternyata Ada Benda Asing di Hidung Anak Ini
Lebih lanjut dijelaskan, berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI di Indonesia meningkat dari 228/100.000 Kelahiran Hidup (KH) menjadi 359/100.000 KH sedangkan AKB 32/1000 KH.
Di NTT, lanjutnya, jumlah kasus kematian ibu meningkat dari 158 pada tahun 2014 menjadi 178 pada tahun 2015.
“Sedangkan di Kabupaten Belu jumlah kasus kematian ibu menurun dari sembilan pada tahun 2015 menjadi lima pada tahun 2016, namun jumlah kasus kematian bayi meningkat dari 57 pada tahun 2015 menjadi 67 pada tahun 2016,” urainya.
Pada tahun 2016 di Kabupaten Belu, dari 4.755 ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care), 23,8 persen terdeteksi beresiko tinggi, mengidap penyakit kronis, penyakit infeksi. Menderita kekurangan energi kronis (KEK) sebesar 22,5 persen. Menderita kurang darah atau anemia, 17,4 persen dan masih berusia 18 tahun ke bawah sebesar 5,3 persen.
Jika disandingkan dengan kondisi di akhir kehamilan, 3,8 persen ibu mengalami abortus, 1,6 persen melahirkan bayi sebelum waktu (prematur), dan sekitar 12 persen ibu bersalin pada fasilitas kesehatan yang belum memadai.
Dijelaskannya, penyebab tidak langsung kematian adalah kesadaran dan kepedulian masyarakat yang rendah terhadap kesehatan ibu hamil, ibu bersalin dan bayi baru lahir yang disebabkan kurangnya pengetahuan dan kemampuan mendeteksi secara sederhana dan lebih awal tentang bahaya-bahaya pada kehamilan persalinan dan bayi baru lahir.
Baca: Inilah Pola Biadab ISIS Membunuh 305 Jemaah Saat Salat Jumat
Ada dua faktor penyebabnya yakni faktor 4 Terlalu dan faktor 3 Terlambat. Faktor 4 Terlalu yaitu terlalu tua, terlalu muda, terlalu banyak dan terlalu sering melahirkan. Sedangkan faktor 3 Terlambat antara lain, terlambat mengetahui bahaya-bahaya kehamilan, terlambat memutuskan dan terlambat tiba di fasilitas kesehatan memadai untuk mendapatkan pertolongan yang dibutuhkan.
Faktor keterlambatan sering terjadi karena ibu hamil atau ibu bersalin tidak diberikan hak sebagai pengambil keputusan dalam keluarga.
Hak tersebut ada pada suami atau orang tua, bahkan ada pada orang yang dianggap penting atau dituakan dalam keluarga seperti om, paman atau ketua suku.
Proses pengambilan keputusan yang paternalistik seringkali memperlambat penanganan ibu dan bayi yang menghadapi risiko kematian dan terjadilah terlambat mendapatkan penanganan kegawatdaruratan kehamilan atau persalinan.
“Keterlambatan dalam pengambilan keputusan untuk menghantar atau merujuk ibu hamil, dan bayi ke sarana pelayanan kesehatan maka terlambat penanganan yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya kematian ibu dan atau bayi,” jelasnya.
Alasan keterlambatan lainnya, demikian Kadis Theresia, adalah karena tidak atau belum memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS). Padahal, Program Indonesia Sehat menjadi program utama pembangunan kesehatan dengan salah satu sasarannya adalah meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu dan anak.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 97 tahun 2014 mensyaratkan bahwa untuk terlaksananya pelayanan kesehatan yang berkualitas perlu memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan.
Peran aktif masyarakat dapat mencegah dan mengurangi serta mengatasi masalah kesehatan ibu hamil, ibu bersalin dan bayi baru lahir dengan keterlibatan langsung dalam kegiatan dari, oleh dan untuk masyarakat.
Hal ini pun sudah diatur dalam satu dari 12 pokok strategi pembangunan kesehatan adalah meningkatkan promosi kesehatan dan pemberdayaan.
“Sehubungan dengan hal ini, ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, suami, keluarga dan masyarakat perlu diberikan pengetahuan yang memadai tentang tanda-tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan bayi baru lahir yang dilaporkan secara teratur kepada petugas di fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan penanganan secara cepat dan tepat.
Gerakan Berbagi Untuk Selamat ini bertujuan, menciptakan kerjasama yang harmonis antara keluarga, masyarakat dan petugas kesehatan di puskesmas-puskesmas di Kabupaten Belu.
Baca: Timnas Indonesia Taklukkan Guyana 2-1, Pencetak Golnya Pemain Naturalisasi Ini
Adapun manfaat yang bisa diperoleh bagi ibu hamil, ibu bersalin atau menyusui dan bayi baru lahir antara lain, adanya pendampingan suami, keluarga, dan masyarakat yang selalu siap untuk menjaga dan mengantarkan ke sarana pelayanan kesehatan yang memadai.
Ibu Hamil menjadi lebih percaya diri, nyaman dan siap siaga untuk bersalin di fasilitas kesehatan yang memadai,
Bagi Masyarakat (Kader dan dukun beranak), Tahu dan paham tanda bahaya (beresiko) pada kehamilan, persalinan dan bayi baru lahir.
Adanya peluang untuk berpartisipasi dan bergotong-royong mengabdikan diri bagi ibu hamil dengan resiko tinggi maupun resiko sedang agar selamat dalam persalinan dan sehat bayinya.
Sedangkan bagi Dinas Kesehatan dan Fasilitas Kesehatan, tersedianya data dan informasi yang selalu terbaru tentang keadaan ibu hamil, bersalin dan bayi baru lahir,
Mempermudah petugas medis/paramedis untuk melakukan penanganan pada ibu hamil, bersalin dan bayi baru lahir.
Adanya pedoman dalam penanganan ibu hamil, ibu bersalin dan bayi baru lahir yang beresiko. Bagi Pemerintah Kabupaten Belu, jumlah kematian ibu dan bayi menurun sebagai keberhasilan pembangunan kesehatan, Status kesehatan ibu dan bayi meningkat.
Pembagian Peran

Suksesnya gerakan Berbagi Untuk Selamat ini tergantung pada optimalisasi peran dari masing-masing stakeholder.
Kadis Kesehatan Belu, Theresia Saik mengidentifikasi stakeholder dalam tiga bagian yakni stakeholder utama antara lain, Bupati dan Wakil Bupati, DPRD Kabupaten Belu, Sekretaris Daerah, BP4D, Dinas Kesehatan, RSUD Atambua, Rumah Sakit atau Klinik Swasta, 12 Camat, 17 Puskesmas, 16 Pustu, 42 Poskesdes atau Polindes.
Stakeholder primer, antara lain, ibu hamil, ibu bersalin, bayi, suami, keluarga, kader kesehatan dan dukun beranak. Dan stakeholder sekunder yang meliputi, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Dinas PP dan KB, BPJS Kesehatan, Tokoh perempuan, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Media Massa, LSM/NGO dan Masyarakat.
Baca: Pertamax Fun Rally 2017, Inilah Daftar Para Peraih Juara, Hadiahnya Fantastik
Berikut peran masing-masing stakeholder dijelaskan sebagai berikut, Bupati dan Wakil Bupati; memberikan dukungan kebijakan terhadap pelaksanaan gerakan Berbagi Untuk Selamat dengan memberikan arahan dan pembinaan tentang pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan, Sekretaris Daerah (Sekda): memberikan dukungan dalam penyusunan kebijakan, pengkoordinasian dan pelayanan administratif termasuk penganggaran, Dinas Kesehatan mendukung melalui perencanaan dan pengganggaran di bidang kesehatan secara berkesinambungan.
Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana; memberikan dukungan melalui program dan kegiatan keluarga berencana dalam pengendalian penduduk.
Rumah Sakit Umum Daerah memberikan dukungan dalam pelayanan kesehatan rujukan. Puskesmas, Pustu , Poskesdes dan Polindes sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat pertama kepada masyarakat. Bidan sebagai petugas yang melaksanakan perawatan kesehatan masyarakat secara umum dan asuhan kebidanan secara khusus.
Keluarga harus menjadi yang pertama dan utama dalam menjaga kesehatan keluarga khususnya ibu hamil, bersalin dan bayi baru lahir. Kader dan Dukun Beranak, memberikan informasi tentang tanda-tanda bahaya kepada ibu hamil, bersalin dan bayi baru lahir dan keluarga sekaligus memberikan laporan kepada petugas kesehatan.
Sedangkan DPRD secara lembaga memberikan dukungan politis dan anggaran untuk keberhasilan gerakan Berbagi Untuk Selamat. Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP4D) mendukung melalui perencanaan dan pengganggaran.
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) memberikan dukungan melalui program dan kegiatan pemberdayaan masyarakat termasuk dalam bidang kesehatan.
Camat, Kepala Desa dan Lurah memberikan dukungan sebagai kepala wilayah untuk keberhasilan program dan kegiatan bidang kesehatan termasuk memberikan pembinaan dan memotivasi masyarakat untuk peduli terhadap kesehatan keluarga dan masyarakat.
Tokoh Agama, Masyarakat dan Perempuan adalah mereka yang mempunyai pengaruh dalam masyarakat yang bisa didengar dan diikuti, termasuk informasi tentang program/kegiatan bidang kesehatan.
“Media Massa turut berperan dalam penyebaran informasi tentang program/kegiatan bidang kesehatan kepada keluarga dan masyarakat,” ujarnya.
Baca: 7 Kasus Perkelahian Antara Anggota DPRD Selama Tahun 2017
Berikutnya, Kemenkes dan Dinas Kesehatan Provinsi; memberikan dukungan anggaran dan pedoman pelaksanaan program/kegiatan bidang kesehatan. BPJS Kesehatan; memberikan dukungan dana dan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat. LSM/NGO; memberikan dukungan melalui program atau kegiatan bidang kesehatan yang dapat disinergikan dengan program pemerintah. Rumah Sakit dan Klinik Swasta memberikan dukungan dalam pelayanan kesehatan tingkat pertama maupun lanjutan kepada keluarga dan masyarakat.
Berdasarkan peran stakeholder seperti tersebut di atas, maka dapat diklasifikasikan bahwa ada stakeholder yang mendukung dan ada yang tidak atau kurang mendukung gerakan Berbagi Untuk Selamat.
Stakeholder yang mendukung antara lain, Bupati dan Wakil Bupati, Sekretaris Daerah, Dinas Kesehatan, Dinas PP dan KB, DPRD, BP4D, Dinas PMD, Rumah Sakit/Klinik Swasta,Tokoh Agama, LSM/NGO, Kemenkes, Dinkes Provinsi, Media Massa.
Stakeholder yang kurang mendukung antara lain, Dinas Kesehatan ( Sekretaris, Kepala Bidang Kesmas), Keluarga (Suami), Kader, Dukun Beranak, Tokoh Masyarakat, RSUD, Puskesmas yang meliputi, Bidan Koordinator, Bidan Puskesmas, Bidan Desa, Camat, Lurah, Kepala Desa. (*)