8 Siswa SMPN 4 Poco Ranaka Dihukum Jilat Kloset, Kepseknya Mengaku Kaget dan Bingung

Sang Kepsek mengaku tidak mengetahui kejadian tersebut karena saat kejadian dirinya sedang sakit dan sedang menjalani perawatan.

Penulis: Aris Ninu | Editor: Agustinus Sape
POS KUPANG/ARIS NINU
Kepala SMPN 4 Poco Ranaka, Herman Jehamat (kanan) 

Laporan Wartawan Pos-Kupang.com, Aris Ninu

POS-KUPANG.COM, BORONG - Kepala SMPN 4 Poco Ranaka, Herman Jehamat mengaku kaget dan bingung dengan kejadian delapan siswa di sekolahnya dihukum jilat kloset.

Sang Kepsek mengaku tidak mengetahui kejadian tersebut karena saat kejadian dirinya sedang sakit dan sedang menjalani perawatan.

“Saya kaget begitu ditelepon Kadis PPO Matim, Dra. Frederika Soch, bahwa ada laporan dari orangtua siswa kepada dinas. Dalam laporannya para orangtua mengadukan YN, guru Biologi menghukum siswa dengan menjilat kloset. Saya sendiri bingung kenapa sanksinya harus seperti?" kata Herman.

Herman membenarkan adanya larangan siswa berbahasa daerah (Manggarai-Red) di lingkungan sekolah, tapi sanksi yang diberikan sungguh tidak manusiawi, apalagi menjilat closet yang dipakai para siswa sendiri.

"Terus terang kejadian ini sungguh membuat saya kaget dan bingung. Guru yang memberikan hukuman pun tidak menyampaikan kepada saya kalau ada kejadian seperti,” ujar Herman di rumah dinas Kepala SMPN 4 Poco Ranaka, Jumat (29/9/2017) siang.

Herman menjelaskan, ketika Ibu Kadis PPO Matim menghubunginya dan meminta ke Kantor Dinas PPO Matim, Selasa (26/9/2017) pagi, ia sempat menghubungi YN per-telepon dari rumahnya d Mano.

“YN mengaku memang ia memberikan sanksi kepada delapan siswa karena memakai bahasa daerah di halaman sekolah sebelum KBM. Jadi,YN pun menjelaskan ia hanya menyuruh siswa masuk ke dalam kamar WC lalu menunduk kepala. Ketika hukuman itu diberikan YN meminta dua siswa menjadi saksi. Namun para siswa yang dihukum mengaku disuruh menjilat kloset. Sanksinya ini memang kalau dibilang tidak manusiawi.Sanksinya harus dengan cara lain, bukan dengan cara seperti itu,” kata Herman.

Ia mengungkapkan, tindakan YN telah membuat Kadis PPO Matim, Dra.Frederika Soch memerintahkan dirinya sebagai kepala sekolah mengeluarkan YN sebagai guru karena apa yang dilakukan sungguh tidak bisa diterima pihak dinas.

“Saat di Kantor Dinas PPO Matim saya langsung membawa surat dari Dinas PPO Matim guna memberhentikan YN sebagai guru honor di sekolah. Saya melaksanakan perintah karena atasan saya Kadis PPO Matim. Saya tidak mungkin melawan. Saya pun sudah serahkan SK Pemberhentian YN. Saya sampaikan ini keputusan dinas. Dengan YN menerima SK tersebut berarti apa yang ia lakukan disadari tidak pas dan ia pun mengakui kesalahan atas tindakannya,” tutur Herman.

 Herman menjelaskan, dirinya sebagai kepala sekolah telah mengadakan rapat dengan para guru membahas persoalan yang terjadi di sekolah dan mengingatkan para guru agar jangan melakukan tindakan yang kurang tepat jika siswa melakukan pelanggaran aturan sekolah.

“Tadi pagi (Kemarin-red) delapan orangtua siswa yang anaknya jadi korban sudah bertemu saya. Mereka sampaikan apa sanksi bagi YN. Saya lalu tunjukkan SK kalau YN telah diberhentikan sebagai guru di sekolah. Orangtua pun menerima keputusan tersebut dan tidak mau melanjutkan kasus tersebut ke ranah hukum. Mereka puas karena YN sudah diberhentikan.Mereka khawatir kalau YN masih mengajar pasti ada rasa dendam dengan siswa yang melapor kepada orangtua,” papar Herman.

Dikatakan Herman, dalam pertemuan dirinya dengan delapan orangtua siswa telah disepakat masalah antara Yosephina dan delapan anak akan diselesaikan secara adat di sekolah.

“Rencananya besok (Hari Ini-Red) ada perdamaian secara adat. YN akan membawa tuak dan ayam lalu minta maaf kepada orangtua. Ayam tersebut lalu dipotong dan dimakan bersama sebagai tanda persoalan sudah selesai. Saya sebagai kepsek bersyukur karena kasus ini tidak dibawa ke ranah hukum. Apalagi saat ini masalah anak menjadi perhatian jika ada kekerasan. Saya bersyukur karena nilai budaya masih dipegang lalu mengedepankan aspek kekeluargaan. Apalagi YN adalah warga Desa Watu Lanur, Kecamatan Poco Ranaka. YN sudah menjadi guru sejak tahun 2014 dan mengajar Biologi,” kata Herman.

Rasa Mual

Gundi, salah satu dari delapan siswa yang dihukum menjilat kloset di kamar WC mengaku ia dan teman-temannya memang berbicara memakai bahasa daerah sebelum masuk ke kelas.

“Saya dan teman-teman sebenarnya tidak mau jilat kloset tapi kami takut dikeluarkan dari sekolah. Ada larangan kami tidak boleh berbahasa daerah. Kami takut lalu kami disuruh menjilat kloset. Kloset di kamar WC yang sering dipakai siswa sangat bau. Kloset kotor.

Kami masuk satu per satu lalu tundukkan kepala, menjilat klosetnya. Habis jilat kami rasa mual dan mau muntah saja. Klosetnya bau. Kalau pak tidak percaya kita pergi lihat sekarang. Kalau kami tidak ikut, kami takut dikeluarkan dari sekolah. Kami habis jilat rasa tidak enak. Mau lapor orangtua takut karena diancam akan dikeluarkan dari sekolah dan mendapat nilai kurang baik,” ujar Gundi yang ditemui wartawan di SMPN 4 Poco Ranaka, Jumat (29/9/2017) siang.

 Siang itu Gundi bersama temannya Sangga, Patris dan Rian sempat mempraktekkan bagaimana mereka menjilat kloset. Gundi memberi contoh dengan menundukkan kepala lalu menjilat tangannya.

 “Kami masuk lalu tunduk dan jilat pakai lidah,” kata Gundi.

FRANS Par, perwakilan orangtua yang anak-anaknya dihukum menjilat kloset, mengkau tidak terima cara guru mendidik anak-anak di sekolah.

“Kalau anak salah cara didiknya tidak begitu. Masa jilat kloset. Orang masuk tentara atau jadi aparat pun pasti tidak buat seperti itu. Masa anak kami dihukum seperti itu. Kami tidak terima. Tindakan itu bagi kami sangat keji dan tidak pantas. Anak kami memang salah tapi jangan dihukum seperti itu. Kami tidak terima sehingga begitu orang memberitahu anak-anak kami dihukum menjilat kloset, kami langsung lapor ke Dinas PPO Matim,” ujar Frans di kediamannya di Desa Watu Lanur, Jumat (29/9/2017) siang.

Frans menjelaskan, tindakan Yosephina menghukum delapan siswa di sekolah sebenarnya tidak diketahui orangtua. Tetapi salah satu anggota keluarganya yang kuliah di Makassar pada tanggal 22 September 2017 mampir ke kiosnya.

 “Keluarga saya sempat keluarkan kata-kata seperti ini, ‘Gundi saya dengar kamu dihukum menjilat closet’. Saya kaget lalu tanya anak saya setelah mendapat pemberitahuan dari keluarga saya yang sudah kembali ke Makassar. Saya tanya Gundi, ia bilang benar. Maka itu, kami orangtua kumpul lalu sepakat ke Dinas PPO Matim guna melaporkan YN. Intinya kami tidak terima hukuman menjilat closet. Ini tidak pantas.

Tadi kepala sekolah sudah sampaikan gurunya sudah diberhentikan.Kami puas dan kami tidak lanjutkan kasus ini ke ranah hukum. Kami pun sudah sepakat selesaikan secara kekeluargaan menggunakan adat Manggarai. Kami satu kampung dan kami harap ini jangan terulang lagi,” ujar Frans, orangtua siswa bernama Gundi.

YN, mantan guru Biologi SMPN 4 Poco Ranaka, yang ditemui wartawan di kediamannya, Jumat (29/9/2017) siang, mengakui tindakannya salah.

“Saya sudah salah. Saya sudah terima SK Pemberhentian sebagai guru dari Dinas PPO dan sekolah. Saya terima. Saya memang sedikit kecewa kenapa tidak diselesaikan di sekolah bersama komite, tapi langsung ke Dinas PPO Matim. Tidak apa-apa saya sudah terima walau berat hati. Saya lakukan itu karena memang ada larangan kalau siswa selama berada di sekolah jangan berbahasa daerah. Memang saya salah tapi saya terima dengan ikhlas. Apalagi anak-anak yang saya hukum ada keluarga saya sendiri. Saya anggap mereka itu anak-anak saya. Saya sudah mengajar sejak tahun 2014. Saya warga di Desa Watu Lanur. Saya sudah ikhlas dan akan selesaikan masalah ini secara kekeluargaan.Saya akan meminta maaf kepada orangtua siswa secara adat Manggarai. Kami akan selesaikan di sekolah,” kata YN.

Kadis PPO Matim, Dra.Frederika Soch, kepada Pos Kupang per-telepon, Jumat (29/9/2017) malam mengaku pihaknya sungguh menyayangkan kejadian di SMPN 4 Poco Ranaka.

“Apa yang dilakukan dan terjadi di SMPN 4 Poco Ranaka sungguh kami sayangkan. Tindakan tegas kami sudah keluarkan dengan memberhentikan guru tersebut. Kami sudah berulang kali melakukan sosialisasi kepada guru PNS dan non PNS. Sosialisasi kami jelas, guru jangan mendidik anak dengan kekerasan. Didik menggunakan hati nurani dan manusiawi. Jangan anak dianggap sebagai musuh. Anak harus dididik menjadi baik. Jangan menggunakan cara-cara yang tidak manusiawi ketika anak melakukan pelanggaran.

Kami ke depan akan keluarkan imbauan kepada semua guru, baik PNS dan Non PNS di Matim agar jangan melakukan tindakan-tindakan yang tidak manusiawi bagi siswa. Siswa harus dididik dengan pendekatan hati, bukan kekerasan,” ujar Frederika.(*)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved