Memperkenalkan Alat Verifikasi Calon Gubernur, Ini Tawaran Terbuka kepada Masyarakat NTT

Hasil survei tersebut menampilkan elektabilitas calon gubernur NTT. Ia juga menjadi alat ukur sementara

Editor: Dion DB Putra

Oleh: Ferdinandus Loke, S.Fil, S.S
Program Manager Caritas Keuskupan Surabaya

POS KUPANG.COM -- Survei Lembaga Populi Center yang melibatkan 800 responden dari 80 kelurahan/desa di 22 kabupaten/kota sudah dipublikasikan Pos Kupang tanggal 4 September 2017.

Hasil survei tersebut menampilkan elektabilitas calon gubernur NTT. Ia juga menjadi alat ukur sementara, sejauhmana tim sukses bekerja memperkenalkan 'jagoannya'. Pertanyaan strategis yang harus diajukan ketika membaca survei ini, apakah publikasi yang ditampilkan kepada khayalak merupakan bagian dari upaya pencerdasan politik?

Pertanyaan ini sengaja diungkapkan karena sebuah peristiwa politik harus mampu membuka wawasan dan pemahaman masyarakat tentang korelasi kehadiran seorang pejabat dan peningkatan kualitas hidup masyarakat yang memilih pejabat tersebut.

Bukan sebuah kebetulan, bahwa terbongkarnya kelompok Saracen yang memproduksi aneka bentuk 'kebohongan publik', persis datang bersamaan dengan gencarnya tim sukses dan tim pendukung mempublikasi figur idolanya.

Keberhasilan polisi menelanjangi 'gerak kelompok Saracen' persis bersamaan dengan momen publikasi figur menghadapi pilkada 2018. Menarik, bila ditarik hikmah dari peristiwa ini.

Yudi Latif dalam Kompas 5 September 2017 halaman 15 secara sangat jelas mengatakan aksi kelompok Saracen yang disebutnya sebagai jaringan industri kebohongan telah menjerumuskan masyarakat dalam kondisi dekadensi nalar etis yang berdampak pada melemahnya rasa saling percaya di antara kelompok masyarakat.

Publikasi hasil survei Populi Center dan peringatan dari Yudi Latif tentang hadirnya jaringan industri kebohongan dalam perpolitikan nasional merupakan materi pembelajaran bagi masyarakat NTT saat ini.

Penulis menawarkan kerangka pemahaman alternatif sebagai salah satu alat verifikasi untuk menentukan siapa yang akan memimpin NTT di masa mendatang.

Mengenal Calon, Mengenal Jaringannya
Kehadiran partai politik di daerah dan seluruh kebijakannya, berada dalam satu rangkaian jaringan dengan kebijakan partai di tingkat pusat. Seseorang yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi gubernur dan wakilnya, harus mendapat restu tertulis berupa Surat Keputusan dari DPP.

Secara langsung atau tidak, budaya politik yang dipraktikkan di tingkat pusat, juga berdampak sampai di daerah. Dengan mata telanjang, masyarakat menyaksikan berbagai praktik yang dipertontonkan di tingkat pusat mulai dari pemilihan presiden sampai pemilihan gubernur DKI.

Tidak tertutup kemungkin, para 'pemain nasional' akan menjadikan NTT sebagai lapangan 'bermain.' Peringatan Yudi Latif perlu diwaspadai agar jaringan industri kebohongan tidak menjalar sampai ke NTT.

Berkaitan dengan hal ini, sangat diharapkan agar institusi politik dan aktor yang berada di NTT, bermain sebagai warga NTT yang sedang memperjuangkan nasib NTT secara khusus dan nasib bangsa Indonesia secara umum bukan sebagai pemain 'bayaran' yang sedang bermain di lapangan NTT sementara yang diperjuangkan kepentingan kelompok dan jaringannya.

Kejelian melihat profil calon dengan jaringannya, harus menjadi alat verifikasi masyarakat untuk menentukan pilihannya di pilkada NTT nanti.

Program: Distribusi Kapasitas
Menjelang pilkada, para calon pasti merancang visi, misi dan program yang terarah bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat. Pertanyaan penting perlu diajukan.

Apakah program yang dihasilkan berasal dari sebuah proses kajian yang melibatkan masyarakat? Mari kita belajar dari program yang dibiayai oleh dana desa. Saat ini ada kajian evaluatif bahwa pelaksanaan program yang dibayai oleh dana desa, mengalami kendala karena tidak ada fasilitator yang mendampingi masyarakat desa.

Kebutuhan akan hadirnya Tim Pendamping Masyarakat Desa (TPMD) menjadi sangat urgen. Tim tersebut harus berasal dari desa bersangkutan yang bersedia untuk melakukan kajian kebutuhan, mentransfernya dalam pembuatan program lengkap dengan indikator hasil, alat bukti dan kegiatan yang dibahas secara partisipatif mulai dari tingkat RT, RW, Dusun sampai ke Desa.

Tim ini menjadi pendamping masyarakat dalam menjalankan program dan kegiatan sekaligus membantu masyarakat dalam membuat laporan pertanggungjawaban.

Berdasarkan kajian tersebut, kebutuhan yang paling urgen saat ini adalah hadirnya fasilitator desa yang mampu mentransfer masalah sosial masyarakat menjadi program yang berdampak positif. Dana desa dan program strategisnya bukan menjadi program distributif uang atau dana tetapi program distribusi ketrampilan, distribusi kapasitas, distribusi pengetahuan.

Kalau dikaitkan dengan program yang ditawarkan oleh setiap paket calon gubernur dan wakil gubenur NTT, apakah program tersebut sudah melalui tahap-tahap yang melibatkan partisipasi masyarakat dari berbagai tingkatan?

Apakah tim sukses di berbagai level memiliki kapasitas yang memadai dan dapat menjadi fasilitator yang siap mendistribusikan kapasitasnya bagi masyarakat? Atau hanya sebagai tim yang menawarkan program tanpa mengenal esensi gerakan dari sebuah desain program?

Pertanyaan ini menjadi penting supaya tim yang hadir di setiap desa, kecamatan atau kabupaten tidak menebarkan 'embrio kebohongan' yang tanpa disadari bisa merusak citranya sendiri.

Kesiapan menjadi tim sukses, tim kampanye, aktivis partai atau fasilitator lapangan harus disertai dengan pemahaman ini agar tidak menjadi 'aktor' yang justru melanggengkan aneka keterpurukan yang dialami masyarakat NTT.

Bergaul Akrab
Program dan jaringan yang dimiliki calon pemimpin perlu didukung oleh kualitas personal pemimpin yang dapat 'bergaul akrab' dengan masyarakat. Ketika masyarakat ingin mengeluh, ia bisa langsung mendengarkan.

Ketika warga ingin mendekati dan bersalaman, mereka tidak dihambat oleh mekanisme pengawalan yang ketat. Ketika ingin menyampaikan sesuatu, warga tidak harus 'berbisik' ke tim sukses. Warga bisa bercerita, bergembira, menari dan makan bersama tanpa hambatan.

Kedekatan seperti ini, akan memudahkan pemimpin menangkap aspirasi langsung dari masyarakat. Tentu harus disertai dengan kapasitas 'mentransfer keluhan, persoalan, masalah dan kegembiraan warga ke dalam program yang menjawabi kebutuhan masyarakat.

Peningkatan kualitas tim kerja, baik yang ada dalam jajaran birokrasi pemerintahan maupun yang berada dalam jaringan partai, merupakan sebuah kebutuhan mendesak dalam lingkaran manajemen kepemimpinannya.

Kerangka pemahaman tersebut di atas, sengaja dipaparkan dengan suatu kesadaran bahwa partai politik yang saat ini sedang menawarkan program dan calonnya, bertanggungjawab pada program pencerdasan politik masyarakat.

NTT membutuhkan pemimpin dan tim suksesnya yang dapat membuat masyarakat lebih cerdas dan rasional dalam berpolitik sehingga bisa memverifikasi pesan-pesan bohong yang ditampilkan di panggung politik kita.

Kita pun boleh menyatakan bahwa tidak ada lagi pesan bohong, janji bohong yang ditebarkan di lahan politik kita bernama NTT dan Indonesia. *

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved