Lindungi Hak Anak melalui Sistem Peradilan Pidana Anak
Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang diatur dalam UU No 11/2012 diciptakan untuk melindungi hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum
Penulis: Eflin Rote | Editor: Agustinus Sape
Laporan Reporter Pos Kupang, Eflin Rote
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang diatur dalam UU No 11/2012 diciptakan untuk melindungi hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum, terutama anak di bawah umur.
Implementasinya dalam penegakan hukum pun harus benar-benar diperhatikan.
Hal ini diungkapkan Hakim Anak dari Pengadilan Negeri Kupang, Teodora Usfunan. Satu di antara pengimplementasian SPPA adalah bersidang di ruangan khusus anak.
“Sejak saya masuk tahun 2015 sidang memang sudah dilakukan di ruangan khusus anak. Bahkan sebelum itu juga sudah dilaksanakan seperti itu. Kalau korbannya anak, kita wajib meninggalkan atribut hakim,” ucap Teodora di sela-sela kunjungan para hakim, jaksa dan polisi, Kamis (27/7/2017) di Kupang.
Teodora menceritakan, pernah ada satu kasus dimana ada anak yang menjadi korban sangat ketakutan melihat terdakwa. Ketakutannya diperkirakan karena korban trauma atas apa yang dilakukan terdakwa. Sidang pun diputuskan melalui teleconfrence.
“Perlakuan kepada anak yang menjadi korban atau terdakwa memang harus berbeda. Harus sesuai UU sehingga tidak meninggalkan trauma tersendiri bagi anak,” lanjutnya.
Sementara itu, Koordinator Sektor EU-UNDP SUSTAIN, Ariyo Bimmo mengatakan implementasi dari SPPA sendiri belum sepenuhnya berjalan efektif. Dibutuhkan koordinasi antar badan peyidik, badan peradilan dan lembaga pembinaan agar hak-hak anak tercantum dalam SPPA dapat sepenuhnya terlindungi.
“Kami mendukung MA, PN Kupang dan BPSDM Kementrian Hukum dan HAM dengan mengadakan pelatihan terpadu bagi aparat penegak hukum dalam menerapkan SPPA. Kami sangat berharap para lembaga-lembaga ini menjadi lebih sensitif ketika mengatasi kasus anak,” tutur Ariyo.
EU-UNDP SUSTAIN bersama Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementrian Hukum dan Ham menggelar pelatihan terpadu sertifikasi SPPA yang digelar dari tanggal 17-28 Juli 2017. Peserta yang hadir merupakan perwakilan dari lembaga penegak hukum seperti hakim khusus anak, jaksa, polisi, pekerja sosial dan perwakilan masyarakat sipil.
“Kami melihat respon dan komitmen yang baik dari pengadilan anak di Kupang untuk menerapkan SPPA dalam bentuk peningkatan kapasistas para hakim anak. Satu diantara tantangan penerapan SPPA adalah menjaga koordinasi antar lembaga penegak hukum dan penyamaan persepsi tentang isi SPPA,” lanjutnya.
Tahun 2016, Pengadilan Negeri Kupang mencatat perkara yang melibatkan anak sebagai korban mencapai 43 orang dan anak sebagai pelaku sebanyak 16. (*)