Dari Lembata Taklukkan Dunia
Poros Maritim 'Menyulap' NTT dari Nasib Tidak Tentu Menjadi Nikmat Tiada Tara
Genderang Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957 atau 59 tahun lalu ditabuhkan lagi di Lembata, Nusa Tenggara Timur. Ada apa?
Penulis: Benny Dasman | Editor: Benny Dasman
Sementara luas lahan potensial untuk budidaya rumput laut di NTT sebesar 51.870 hektar atau 5 persen dari garis pantai, dengan potensi produksi sebesar 250.000 ton kering per tahun. Tahun 2013, misalnya, produksi budi daya rumput laut sebanyak 1,2 juta ton jenis basah atau 209 ribu ton jenis kering, dengan akumulasi pendapatan Rp 1.8 triliun. Sampai bulan Juni 2014, produksi sebanyak 655 ribu ton rumput laut basah atau 85,6 ton rumput laut kering, dengan pendapatan sebesar Rp 725 miliar.
Wisata bahari sebagai wisata minat khusus, juga mulai berkembang di NTT. Ini bagian dari sport tourism yang saat ini digandrungi wisatawan. Kini, lebih dari 90 negara di dunia mengembangkan whale waching tourism, wisata minat khusus menonton ikan paus. Perairan Laut Sawu di NTT, selain sebagai tempat migrasi ikan paus dari Lautan Hindia, Laut Australia, Laut Banda, juga memiliki kekayaan biota laut, serta ada 20 jenis ikan paus berseliweran setiap saat. Potensi ini harus dijadikan kekuatan untuk mengembangkan wisata minat khusus. Semangatnya, pemerintah melakukan pemetaan dengan membuat klaster-klaster pembangunan maritim untuk menegaskan jati diri NTT sebagai kepulauan maritim.
Keempat, membangun industri galangan kapal. Mantan Menteri Perindustrian, Saleh Husin, yang juga putra NTT, pernah melontarkan gagasan ini. Pasalnya, transportasi laut NTT bertumbuh dengan cepat. Konektivitas udara, darat, dan laut semakin lancar dari berbagai arah. Keberadaan 18 pelabuhan di NTT yang saling terkoneksi dapat menggerakkan dan menumbuhkan perekonomian masyarakat NTT dan mencegah disparitas harga antardaerah. NTT merupakan provinsi penyuplai beberapa kebutuhan pokok ke berbagai provinsi di Indonesia. Salah satu yang paling besar yakni sapi.
Berturut-turut 18 pelabuhan itu adalah Kandidi Reo, Potta, Atapupu, Larantuka, Maropokot, Maumere, Papela, Lamakera, Waiwerang, Terong, Komodo, Wuring, Palue, Ba'a, Naikliu, Maurole, Kolbano dan Tenau Kupang. Karenanya ribuan kapal, baik itu kapal penumpang, ikan, kargo, tanker, pesiar dan jenis kapal lainnya, hilir mudik di perairan laut NTT. Hal ini membuat Pemprov NTT menjadikan maritim sebagai arus utama pembangunan. Karenanya, NTT sangat potensial untuk dibangun industri galangan kapal.
Selama ini semua kapal rata-rata docking di Surabaya. Dengan adanya industri galangan kapal di Kupang, diyakini dapat mensupport kegiatan Block Masela di Maluku. Memiliki galangan sendiri sangat penting dalam menunjang konektivitas antarpulau di NTT.
Kelima, konsep Blue Economy yang diperkenalkan oleh Gunter Pauli didesain untuk diterapkan di NTT yang memiliki karakteristik sebagai wilayah kepulauan dengan potensi kelautan yang cukup besar, namun minim lahan pertanian.
Implementasi Blue Economy dapat menjadi solusi bagi Pemprov NTT untuk memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat serta mewujudkan penguatan ekonomi masyarakat melalui berbagai aktivitas di bidang kelautan. Hal ini mulai digagas Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif NTT dengan menggelar lomba perahu layar internasional untuk menguatkan branding wisata bahari. Dinas Pariwisata NTT mengonsepkan tiga rute lomba, (1) Alor-Dili-Atapupu-Wini, Naikliu-Rote, (2) Sabu Raijua- Sumba Timur-Sumba Tengah-Sumba Barat-Sumba Barat Daya- Labuan Bajo, (3) Reok-Riung- Ende (Pantai Utara), Maumere- Larantuka-Lembata.
"Sesuai konsep Blue Economy, lomba ini difokuskan untuk tujuan konservasi ekosistem laut dan pesisir, keamanan pangan dan perdagangan, serta pengembangan ilmu kelautan dan inovasi teknologi," ujar Marius Ardu Jelamu, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif NTT, Senin (3/7/2017) lalu.
Menurut Marius, dalam pengembangan dan kerja sama Blue Economy ini, Pemprov NTT tidak dapat bekerja sendiri. Para pengambil kebijakan di daerah haruslah mulai melibatkan secara aktif berbagai pihak, termasuk sektor swasta untuk menggali masukan dalam rangka peningkatan produksi energi maritim dan perikanan budidaya yang berkelanjutan. Terus berinovasi dalam mewujudkan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Dengan mengoptimalkan peran masyarakat lokal inilah NTT bisa menjadi tuan di rumah sendiri.
Hal ini dinilai sangat penting agar para pelaku usaha tidak selalu merasa bahwa seluruh permasalahan tentang penerapan konsep Blue Economy harus diselesaikan secara mandiri.
Keenam, perketat pengamanan di laut. Wilayah perairan NTT termasuk rawan pelanggaran karena letaknya pada alur pelayaran internasional, juga berbatasan dengan negara asing. Pangkalan Utama Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL) Wilayah VII membangun pos TNI AL di Maritaing serta membangun Pangkalan TNI AL tipe B di Kalabahi-Alor. Pos ini berfungsi untuk memantau aktifitas kapal asing yang melewati jalur pelayaran internasional (ALKI III).
Sementara Pangkalan TNI AL berfungsi mendukung logistik kapal perang yang beroperasi di wilayah perairan yang berbatasan dengan Timor Leste. TNI AL juga telah membangun sebuah pangkalan tipe C di selatan Kabupaten Rote dengan kekuatan sekitar 60 personel, didukung kapal-kapal patroli. Kehadiran pangkalan itu, selain untuk mengawasi perairan Indonesia, juga bertujuan mengawasi para imigran gelap yang ingin menyeberang ke Australia secara ilegal.
Semangatnya, Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, sangat mendukung agar embrio untuk menaklukkan dunia di bidang maritim dimulai dari NTT. Dan, momen Hari Nusantara 2016 yang terpusat di Lembata, diakuinya, turut membantu membangun dan mempercepat infrastruktur untuk 'menyulap' NTT dari Nasib Tidak Tentu atau Nanti Tuhan Tolong menjadi Nikmat Tiada Tara.
"Kegiatan ini mendorong percepatan pembangunan infrastruktur di NTT selain di Kabupaten Lembata yang masih terpencil. Tujuannya, menjadikan NTT dan Indonesia sebagai poros maritim dunia yang mampu mensejahterakan warganya," ujar Gubernur Frans.
Menurutnya, Hari Nusantara di daerah pesisir seperti Lembata akan mendorong pembangunan di kawasan itu dan pemerintah akan mengupayakan pembangunan konektivitas untuk meningkatkan perekonomian di NTT. "Integrasi ekonomi yang kokoh tidak pernah kita dapatkan jika kita tidak menyatukan dan memberdayakan seluruh wilayah perairan," tegasnya.