Pancasila sebagai Dasar atau Pilar Negara?

Penyanggaan melalui pilar-pilar itu memungkinkan negara dibangun. Dengan demikian bentuk

Editor: Dion DB Putra
zoom-inlihat foto Pancasila sebagai Dasar atau Pilar Negara?
(ANTARA FOTO/Andreas Atmoko)
Dokumentasi warga berdoa saat acara Peringatan Hari Lahir Pancasila 2017, di Pagelaran Keraton Yogyakarta, Kamis (1/6/2017).

Karakter bernegara suatu bangsa, berbenih dari proses sejarah peradaban dan kebudayaan yang terus tumbuh dan berkembang dari awal mula penciptaan sampai kekinian dan akan datang. Bangsa yang berkarakter baik dan benar (bijaksana) merupakan bangsa yang telah mendapatkan jalan kesempurnaan dalam dialektika sejarah peradaban-kebudayaan kehidupan rohaniah-jasmaniah!

Mengharmoniskan setiap kepentingan individu, kelompok, suku, agama/oknum elite dengan kepentingan umum/rakyat yang sering saling kontradiktif, menjadi kepentingan bersama dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk dapat mandiri dan netral dalam berdesa-kelurahan, berkabupaten-kota dan berprovinsi.

Ideologi Keseimbangan

Sebagai nilai dan ideologi postmoderen, sesungguhnya Pancasila menganyam masyarakat yang penuh keseimbangan antar nilai dan keserasian antar ideologi melalui dekonstruksi (revolusi) selaras rekonstruksi (reformasi) sesuai konstruksi perubahan sosial yang kontekstual kekinian dan akan datang. Karena itu manusia dan masyarakat kemoderen-moderenan memang tidak moderen, juga ketradisionalan memang tidak moderen, apalagi mengabaikan aspek agama!!! Begitupun cahaya kereligiusan tetap mengakar ke tradisi yang wajib diteguhkan dalam keselarasan iman beragama dengan terang moderen, sehingga aspek kereligiusan menjadi keyakinan dan harapan manusia dan masyarakat dalam kegelapan tradisi dan kegulitaan moderen karena kemunafikan beragama di dalam berbangsa-bernegara dan bergelobalisasi.

Permasalahan berikut bahwa sejauh mana Pancasila yang menjadi dasar bernegara telah menjadi dasar pilar-pilar dan anyaman pilar-pilar ("kaidah dasar") sebagai kultur hukum ("Roh") demi penegasan identitas negara kesatuan yang republik? Kemudian terjabarkan ke substansi hukum ("jiwa") melalui rumus peraturan organik demi pernyataan eksistensi kebhinekaan/keanekaragaman.

Eksistensi ini dalam keberadaan hidup yang selaras, harmonis, adil maka diperlukan struktur hukum ("Raga") melalui rumusan aturan teknis pelaksanaan ("kaidah petunjuk, petunjuk teknis") sebagai penjabaran dari substansi hukum. Roh ("kaidah dasar") sebagai kultur hukum yang mendialektikan sehingga menselaraskan jiwa (substansi hukum)-raga (struktur hukum) dalam sebuah negara hukum perlu dirumuskan secara benar, baik, dialektik.

Perumusan Pancasila secara benar, baik, dialektik dalam kaidah dasar sebagai patokan pilar-pilar yakni Keempat pilar: Kemuliaan (Utara), Kemanusian (Selatan), Kedamaian (Timur), Kesejahteraan (Barat) dan Pilar kelima menjadi Poros yakni Kebhinekaan dalam Keadilan, teranyam melalui UUD 1945. Amandemen UUD 1945 yang sudah terjadi beberapa kali, dan barangkali sekarang dalam ancangan amandemen yang kelima (?). Pernah dalam suatu diskusi ancangan amandemen itu di Kupang, tepatnya di kampus Unkris.

Diskusi menghadirkan anggota DPD RI yang mewakili NTT. Ada sebuah pertanyaan filosofis terlontar saat itu yang ditunjukan kepada staf ahli yang membidani ancangan amandemen yang kelima itu. Bahwa telah beberapa kali amandemen UUD 1945, maka sekarang tolong tunjukan dan jelaskan dalam naskah rancangan amandemen telah menempatkan Pancasila sebagai kaidah dasar NKRI yang mendialektikan kepentingan di antara kaum kapitalis yang dilukiskan (dimanipulasi!) dalam selimut kepentingan individu, golongan, suku, agama/penguasa-pengusaha vs kepentingan umum/rakyat dipetakan sebagai kepentingan umum (kaum sosialis) dalam selimut nasib kaum miskin, para buruh, petani, nelayan.

Intinya mempertanyakan rumusan rancangan amandemen UUD 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai nilai dasar, ideologi NKRI yang mendialektikkan nilai, ideologi kapitalis dengan nilai,ideologi sosialis secara serasi, selaras, harmonis (adil). Karena sesungguhnya dalam spirit, semangat rumusan yang demikian telah memantulkan terang peran sesungguhnya dari anggota DPD RI sebagai penyeimbang (pendialektika) terhadap para wakil rakyat dari parpol di MPR RI. Juga tentunya di DPR RI yang diperjuangkan untuk terakomodir dalam rancangan amandemen itu. Demikianlah kekurangjelasan penempatan Pancasila sebagai kaidah dasar, dasar bernegara Indonesia dalam anyaman dasar, sehingga menyebutnya dan merumuskan juga sebagai pilar negara.

Sesungguhnya secara politik dan hukum telah terjadi upaya pengaburan dan pelemahan identitas Indonesia sebagai negara kesatuan oleh oknum elite negara. Berdampak kepada pernyataan eksistensi (keaneragaman) yang sering fenomenal, lalu menjadi aroma politik terkemas dalam berbagai gerakan sosial kemasyarakatan yang berkecendrungan radikal, tercium dari dulu hingga kekinian.*

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved