Wuiih! Ada Adegan 'Pamer Susu' di Jembatan Bokong

Marthen Runesi mengadu ke Direktur Lembaga Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (LeadHAM) Kabupaten Kupang, Petrus Busu.

Penulis: Julius Akoit | Editor: Alfred Dama
pos kupang/julianus akoit
Kondisi jembatan Bokong yang ambruk. 

Laporan Wartawan Pos Kupang, Julius Akoit

POS KUPANG.COM.COM, OELAMASI -- Jembatan Bokong I di Kelurahan Takari, Kecamatan Takari, Kabupaten Kupang, akhirnya ambruk juga Rabu (5/4/2017), tepat pukul 15.30 wita. Jembatan ini ambruk setelah diterjang banjir bandang menyusul hujan lebat selama 4 jam tanpa berhenti.

Banjir juga meluluhlantakkan ratusan hektar padi, jagung, ubi, kebun pisang, dan kebun lombok milik para petani setempat. Ratusan rumah tergenang banjir tidak saja di Kelurahan Takari tetapi juga di Desa Oesusu, yang bertetangga dengan Kelurahan Takari.

Beruntung tidak ada korban jiwa. Namun banyak orang yang kena dampak akibat terjangan banjir itu. Sebab transportasi dan lalu lintas barang, manusia dan barang di Jalan Timor Raya lumpuh total. Tidak bisa menyeberang ke seberang.

Ratusan kendaraan di sebelah timur mengular hingga 6 kilometer. Mobil, truk, pick up, mobil pribadi, bus, sepeda motor terpaksa antri. Kendaraan ini berasal dari Belu, Malaka, Kefamenanu, Soe bahkan ada juga dari negara Timor Leste.

Mereka terpaksa menginap dalam antrian yang padat. Sebab tidak bisa berbalik lagi. Selain karena terjebak macet dalam antrian yang padat, juga karena sudah hampir tiba di tempat tujuan.

Sedangkan antrian kendaraan dari arah barat yaitu Kota Kupang dan sekitarnya, memilih kembali ke rumah dan pangkalannya di Kota Kupang.

Dalam kondisi capek, lapar dan stres, antrian kendaraan di sebelah timur memilih bertahan di lokasi. Menunggu warga dan para pemuda bergotong royong membuka jalan alternatif.

Kondisi ini, digambarkan seorang pemuda dalam akun facebooknya dengan kalimat: Wuiihh...Ada adegan 'Pamer Susu' di Jembatan Bokong!

Sontak saja status itu mendapat tanggapan beragam dari para facebooker, yang memang sedang mencari 'hiburan' di dunia maya, untuk mengalihkan rasa bosan, stres dan membunuh rasa lapar di perut.

Siapa yang pamer susu kaka? Cewek orang mana dia? Kenapa dia pamer susu? Orang gila kow? Cewek cantik dan seksi kow? Dan sebagainya.

"Pamer susu itu adalah akronim dari kalimat: Padat Merayap Susul-susulan," demikian penjelasan sang pemuda yang disambut gambar image orang ketawa ngakak di linimasa facebooknya.

Kendaraan dan manusia yang antri bertumpuk seperti ular raksasa itu yang digambarkan dalam akronim: pamer susu.

Meski sudah dijelaskan sang pemuda, ada juga seorang mahasiswi (namanya dirahasiakana agar tidak dibully di facebook, Red) memancing debat dengan menyodorkan akronim baru. Sang mahasiswi menyebut dengan akronim yang berbunyi: pamer paha diranjang.

Tentunya saja 'pancingan' sang cewek jadi ramai di facebook. Maklumlah sudah Kamis dinihari, jalan alternatif di Jembatan Bokong belum rampung dikerjakan. Rupaanya semakin malam, semakin 'nyeleneh' dan panas obrolan di dunia maya.

"Pamer Paha di Ranjang itu, akronim dari kalimat: padat merayap tanpa harapan di dalam antrian panjang," tulisnya diikuti memasang image seorang nenek ketawa ngakak, memperlihatkan giginya yang ompong.

Hingga Kamis dini hari, tepat pukul 02.30 wita, jalan alternatif baru selesai dikerjakan. Kendaraan mulai beringsut maju dan menyeberang ke sebelah. Dialog nyeleneh di FB itu pun dilupakan.

Kamis pagi, para wartawan beramai-ramai turun ke lokasi, mendengarkan cerita seram dan juga kisah lucu dari warga, ketika banjir menerjang masuk dalam kampung.

"Kami sudah langganan banjir sejak tahun 2011. Dan sudah usulkan pasang bronjong agar banjir jangan masuk ke kampung. Diusulkan di musrenbang tingkat dusun, kelurahan, kecamatan dan kabupaten. Tapi tidak ada realisasi," jelas Lurah Takari, Josephus Asbanu, didukung beberapa warga.

Wilayah Kelurahan Takari dan Desa Oesusu, terletak di dataran rendah. Dikepung perbukitan di sebelah timur dan daerah aliran sungai (DAS) Noelmina (sungai terbesar di Pulau Timor), di sebelah barat.
Ditambah 3 sungai kecil yang membelah perkampungan sekitar.

"Jadi sangat rawan terjadi banjir dan longsor. Karena itu kami minta, kalau bisa ada bronjong sepanjang sungai. Untuk tahap awal minta seribu meter dulu," pinta Asbanu.

Yesaya Benu, salah satu tokoh masyarakat di Takari, melihat peristiwa bencana banjir dan tanah longsor dari sudut pandang spiritual magis. Ia menyebut banjir dan tanah longsor adalah peringatan yang dikirim oleh Uis Pah (Tuhan Sang Pemilik Bumi, Red).

"Uis Pah marah karena kita tebang pohon dan babat hutan sembarangan. Lihat saja bukit-bukit di sebelah timur sana. Dulu kawasan Takari dikepung hutan bambu dan pohon gewang. Sekarang nyaris habis. Bukit jadi gundul. Air hujan bukan meresap dalam tanah dan disimpan akar pohon tapi mengalir dan terjun bebas ke perkampungan, menjadi banjir yang dasyat," jelasnya panjang lebar, ketika menyuguhkan air kelapa muda kepada para wartawan, Kamis siang.

Menurutnya, nenek moyang dulu memberlakukan hukum adat berupa larangan membabat hutan atau pohon di bukit dan dekat kawasan sumber air. Namun sekarang larangan adat itu sudah tidak digubris lagi.

"Mungkinkah pemerintah buat perda larangan tebas bakar di bukit dan di kawasan sumber air? Semoga ada LSM peduli lingkungan yang mau membantu rakyat dan Pemkab Kupang membuat draff perda tersebut," katanya berharap.

Pendapat senada disampaikan Markus Tnomel, warga lainnya. Ia mengatakan membangun proyek bronjong di tepi kali (sungai kecil, Red), tidak menyelesaikan masalah.

Banjir akan terus menerjang masuk kampung dan bronjong akan hanyut dan roboh kalau terus dihantam banjir dan longsor.

"Sama seperti orang sakit kepala. Yang diobati kakinya. Itu khan tidak akan selesai. Yang utama adalah reboisasi atau menghijaukan kembali bukit-bukit dan sumber air. Kalau sudah banyak pohon, air hujan akan disimpan dan ditampung akar pohon. Sehingga banjir dapat dikendalikan secara alamiah," paparnya.

Tentu harus ada kerjasama dan kolaborasi program antara pemerintah dan masyarakat adat supya memberlakukan kembali sanksi adat atas perilaku membabat hutan dan menebang pohon sembarangan.

"Selain perda larangan tebas bakar, juga didukung aturan adat melarang tebas bakar dan perlindungan terhadap hutan di bukit dan di kawasan sumber air," tambah Tnomel.

Diskusi menarik warga Takari dan para wartawan di rumah Ketua RT 17 itu menyimpulkan, sekarang program pemerintah lebih kepada penyelesaian masalah secara instan. Tapi pokok soal tidak diselesaikan dengan program yang tepat.

"Memang lebih cepat lebih baik. Misalnya bangun bronjong. Tapi masalah banjir hanya bisa diatasi dalam jangka pendek. Nanti banjir datang dan bronjong hancur, bikin lagi proyek bronjong baru. Itu masalah tidak akan selesai. Tapi mari kita reboisasi dan hijaukan bukit pasti banjir akan bisa dikendalikan," tambah warga lainnya.*

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved