Merangkai Asa dari Selatan NKRI
SNI Lapangkan NATAGA Menembus Nusantara
Pasca mengantongi sertifikat SNI, garam yodium Nataga dari Sabu Raijua menjadi rebutan. Sejumlah daerah di Indonesia telah menjadi pelanggan tetap.
Penulis: Benny Dasman | Editor: Benny Dasman
POS KUPANG.COM-Kering, gersang, tandus. Alam didominasi warna coklat. Daun-daun enggan untuk tetap menghijau. Dimangsa terik yang menyengat. Berhadapan dengan laut lepas, Samudera Hindia, membuat pulau terselatan di Indonesia ini selalu dilanda angin kencang. Kecepatan angin bisa mencapai 40 kilometer per jam. Itulah Sabu Raijua. Kabupaten yang baru diresmikan 29 Oktober 2008 lalu.
Meski alamnya tak bersahabat, pemerintah dan masyarakat Sabu Raijua tak meratapinya. Tak ada alasan untuk menyerah. Alam harus ditaklukkan. Di balik kegersangan, ada berkat yang harus diraih dengan kerja keras.
Benar saja. Bupati Sabu Raijua, Ir. Marthen Luther Dira Tome, menjadikan kegersangan daerahnya itu sebagai sumber inspirasi untuk mensejahterakan rakyatnya. Panas yang berlebihan dan angin kencang bukan kutukan atau sumber malapetaka tetapi potensi. "Bagaimana caranya supaya panas dan angin ini membawa berkah bagi kami orang Sabu Raijua," ujar Bupati Marthen belum lama ini.
Inspirasi sang bupati berbuah kenyataan pada awal tahun 2015. Lahan pesisir di Kampung Lobo Bali, Sabu Raijua, seluas 121 hektare, disulap menjadi tambak garam. Masyarakat setempat menyambutnya dengan gembira. Sebab, kesulitan mereka mendapatkan pekerjaan mulai teratasi. Satu hektare lahan membutuhkan 10 tenaga kerja sehingga tambak garam menyerap 1.210 tenaga kerja di Sabu Raijua.
Selain di Lobo Bali dan Bodae, Kecamatan Sabu Timur, Pemkab Sabu Raijua juga membuka kawasan pengembangan garam di Desa Tulaika (Sabu Barat) dan Desa Lobo Hede (Hawu Mehara).
Teknologi yang digunakan Pemerintah Daerah Sabu Raijua untuk mengolah tambak garam tersebut dengan cara Geomembran high density polythylene (HDPE).
HDPE merupakan cara yang digunakan untuk menghasilkan garam berupa sebuah lembaran yang dihamparkan pada lahan garam yang tahan air, korosi, minyak, asam dan panas tinggi.
Waktu terus berlalu. Alhasil, pada Jumat 16 Mei 2015, Bupati Marthen Dira Tome melakukan panen perdana di tambak garam di Desa Bodae, Kecamatan Sabu Timur, seluas 35 hektar.
"Garam adalah masa depan Sabu Raijua sehingga keamanan usahanya perlu dijaga agar terhindar dari gangguan tangan-tangan tak bertanggungjawab. Hewan-hewan jangan dibiarkan keliaran supaya tidak merusak lahan tambak," ujar Bupati Marthen saat itu.
Saking senangnya, Bupati Marthen membagi gratis puluhan ton garam yang baru dipanen itu kepada ratusan masyarakat yang berasal dari Kecamatan Sabu Tengah, Sabu Timur dan Liae. Motivasinya agar masyarakat semangat kerja, membuka usaha tambak garam untuk meningkatkan kesejahteraan hidup.
Hal yang surprise pada panen perdana itu, Bupati Marthen mengangkat 103 orang pekerja/karyawan tambak di Desa Bodae menjadi tenaga kontrak sehingga berpeluang menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Tenaga kontrak ini digaji Rp 1.200.000/bulan.
Pengangkatan itu untuk menggerus pengangguran di wilayah semi arit itu, selain memotivasi pekerja harus berusaha untuk meningkatkan produksi dan menjaga kualitas garam karena berkaitan langsung dengan pasar.
"Pembangunan tambak garam ini bukan sekadar melakukan pembangunan yang pro-kemiskinan atau pro-poor, tetapi melakukan pembangunan yang pro-job atau pro-lapangan kerja," tegas Bupati Marthen.
Di akhir sambutannya, Bupati Marthen mengatakan, "Berkat panas dan angin saat ini produksi garam kita dalam setiap bulan bisa panen empat kali dengan per hektarenya bisa mencapai 15 ton per minggu. Ini berkat yang luar biasa yang patut kita syukuri." Warga pun bertepuk tangan.
Paulus Imihalen (50), salah satu pekerja tambak garam di Desa Bodae yang berbaur bersama masyarakat setempat mengaku senang bisa dikerjakan bupati sebagai karyawan tambak garam.
"Mau lelah seperti apapun ketika kami kerja, pasti akan terbayarkan dengan gaji sebesar Rp 1,2 juta per bulan," kata Paulus. Gaji tersebut, diakuinya, sesuai dengan upah minimun regional (UMR) dari Provinsi Nusa Tenggara Timur.