LIPSUS

Ombudsman NTT Bilang PP 60 tahun 2016 Langgar Tiga UU

PP No. 60/2016 dianggap maladministrasi, melanggar prosedur alias cacat prosedur karena bertentangan dengan 3 UU yang ada.

PK/VEL
Darius Beda Daton, SH, Kepala Ombudsman Perwakilan NTT 

NEWS ANALYSIS
Darius Beda Daton, SH
Kepala Perwakilan Ombudsman NTT

POS-KUPANG.COM, KUPANG - PERATURAN Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016 tentang jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada Polri yang ditetapkan tanggal 2 Desember 2016 dan diundangkan tanggal 6 Desember 2016 ini adalah pengganti PP 50/2010 yang ditetapkan dan diundAngkan tanggal 25 Mei 2010 lalu.

Dalam PP Nomor 60/2016 itu ada sejumlah penambahan obyek atau jenis dan kenaikan tarif PNBP dua sampai tiga kali lipat.

Tentunya tiap aturan, termasuk PP 60 dibuat untuk memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah. Namun PP No. 60/2016 masih menimbulkan pro dan kontra. Kontranya karena maladministrasi, melanggar prosedur alias cacat prosedur karena bertentangan dengan tiga undang-undang (UU).

Pertama, tidak ada konsultasi dengan stakholder, terutama pengguna layanan sebagaimana diatur UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang menyebutkan bahwa penentu biaya atau tarif pelayanan publik termasuk tarif PNBP itu harusnya ditetapkan dengan persetujuan DPR atau DPRD sebagaimana ketentuan Pasal 31 ayat (4).

Dan PP 60 belum dibahas dan ditetapkan oleh DPR namun sudah diberlakukan tanggal 7 Januari 2017.

Kedua, tidak memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memberikan masukan sebagaimana diatur oleh UU Nomor 12/2011 tentang pembentukan peraturan perundangan. Ketiga, tidak ada dukumen formal (white paper) yang berisi penjelasan mengenai alasan suatu keputusan atau kebijakan publik diambil sebagaimana diatur oleh UU Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Harusnya penyesuaian tarif PNBP melalui pembahasan DPR dulu. Masa lembaga kepolisian membuat aturan yang melanggar UU.

Namun, Ombudsman menyampaikan proviciat kepada Polri dan pemerintah yang telah menetapkan PP 60/2016 yang menaikkan tarif dan menambah jenis PNBP yang lebih bervariasi dengan mengikuti perkembangan zaman.

Lihat saja di NTT, apa yang selama ini masyarakat protes terutama pungutan di luar PNBP, sekarang semuanya sudah diatur dalam PP 60/2016.

Misalnya, pungutan pengesahan STNK dan plat nomor cantik. Dulu nomor cantik tidak diatur tarifnya sehingga di sana ada dugaan praktek pungli yang sangat besar nilainya.

Maka sekarang nomor cantik sudah diatur dalam PP 60/2016. Jika dikatakan tarifnya besar antara Rp 5 juta sampai Rp 20 juta, saya rasa itu wajar. Toh, sebelumnya juga masyarakat membayar senilai itu, tapi masuknya bukan ke kas negara, tapi ke oknum.

Nomor cantik kan tidak wajib dibuat, itu adalah selera dari pemilik kendaraan saja. Kalau tidak mau bayar mahal, jangan bikin nomor cantik, ikuti saja nomor plat yang diberikan oleh polisi. Gampang kan.

Diharapkan adanya penambahan jenis atau obyek pungutan PNBP dalam PP 60 bisa meminimalisir atau meniadakan pungli di Samsat. Kepolisian hendaknya meningkatkan kualitas pelayanan, meningkatkan sarana dan prasarana, fasilitas dan sebagainya.

Masyarakat harusnya mengurus sendiri surat-suratnya dan bayarlah di loket yang resmi. Jika masih ada praktek pungli, laporkan kepada petugas pengelola pengaduan di Samsat. Jika tidak ditangani, maka langsung laporkan ke Ombudsman NTT 08123788320, 082272611110, 081339091369, 085239018829, 081337190903 dan 085239092872. (vel)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved