Menjerit Kekurangan Air

Berbagai cara dilakukan warga untuk mendapatkan air bersih, di antaranya membeli air tangki, mandi dan cuci di sungai.

Editor: Agustinus Sape

BULAN Oktober ini menjadi bulan puncak terjadinya kesulitan air bersih bagi warga di daerah tertentu di NTT. Sebut saja, Kota Kupang, Kabupaten Kupang, TTS, Manggarai Timur dan lainnya.

Berbagai cara dilakukan warga untuk mendapatkan air bersih, di antaranya membeli air tangki, mandi dan cuci di sungai. Bahkan ada warga yang terpaksa harus mengambil air di embung yang airnya nyaris kering dan bersaing dengan ternak- ternak.

Pemerintah sepertinya belum bisa membebaskan warganya dari kesulitan mendapatkan air bersih. Pemerintah masih asyik dengan dirinya sendiri dan belum menjadikan air bersih sebagai kebutuhan pokok masyarakatnya.

Bupati Kupang semestinya menangis ketika melihat ratusan kepala keluarga di Desa Oenasi, dekat Bendungan Tilong, Kupang Tengah berteriak karena ketiadaan air, Pos Kupang, Jumat (7/10/2016). Begitu juga dengan Walikota Kupang seharusnya juga menangis ketika melihat hilir mudiknya mobil-mobil tangki membawa air dari rumah  ke rumah-rumah warga di Kota Kupang ini.

Kondisi ini tentunya semakin membuat warga menjadi miskin dan tetap miskin. Betapa tidak, warga harus mengeluarkan dana tambahan untuk membayar air Rp 70.000 - Rp. 100.000/tangki air bersih. Dalam sebulan satu kepala keluarga bisa mengeluarkan uang Rp. 200.000 hingga Rp. 600.000. Padahal dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan lain, manakala air bersih mengalir lancar melalui pipa- pipa milik pemerintah yang dipasang ke rumah warga.

Jika pemimpin-pemimpin kita masih melihat masalah kekurangan air dan masalah lainnya sebagai hal yang biasa-biasa saja maka kita perlu mempertanyakan komitmen mereka. Masih adakah hati nurani dari pemimpin-pemimpin tersebut?

Anehnya lagi, para pemimpin kita masih bisa bertepuk dada kalau dirinya berhasil membangun. Kemana-mana selalu menceritakan telah berhasil berbuat ini - itu, bangun jalan, jembatan, beras raskin gratis dan berbagai keberhasilan lainnya, di tengah masih begitu banyak warga yang menjerit kesulitan air. Aneh khan?

Oleh karena itu, kepada warga yang berada di wilayah Kota Kupang, Flores Timur, dan Lembata kita mendorong untuk mempertanyakan masalah kesulitan air atau hal lainnya kepada para bakal calon bupati atau walikota.

Tanyakan, seperti apa komitmen mereka terhadap persoalan yang membelit warganya. Apabila memang selama ini masih mengalami kekurangan air, maka saat pilkada tanggal 15 Pebruari 2017 mendatang, warga harus yakin menjatuhkan pilihan kepada orang yang betul-betul membela hak warga kelak.

Jangan pilih pemimpin yang asal  janji tetapi kenyataannya warga tetap kesulitan air. Jangan pilih pemimpin yang korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) atau mengutamakan keluarganya. Pilihlah pemimpin yang diyakini dapat membebaskan warga dari sejumlah kesulitan. Pemerintah hadir untuk mensejahterakan warganya, bukan mensejahterakan kelompok tertentu atau keluarga pemimpin itu sendiri. Keberpihakan kepada masyarakat banyak adalah keharusan dari kehadiran seorang pemimpin.*

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved